by

Pertanyaan dan Penjelasan tentang Vaksin Covid-19

Q: Mengapa pemerintah mengimbau bahkan mewajibkan semua orang yang bisa divaksin untuk divaksin? Apakah termasuk pelanggaran hak asasi manusia?

A: Dalam hal COVID-19 sekarang, pemerintah sebaiknya mewajibkan vaksinasi untuk melindungi orang-orang tertentu yang tidak bisa vaksin, Kasihan mereka yang tidak punya pilihan. Kasihan orang yang ingin divaksin tapi tidak bisa. Lansia dan orang-orang sakit yang ingin hidup. Hanya karna egoisme orang-orang anti-vaksin yang percaya hoax dan konspirasi, orang-orang yang benar-benar menghargai hidup bisa meninggal. Pilihanmu sebagai anti-vaxer dapat membunuh orang yang sakit dan lemah. Di agama apapun membunuh itu perbuatan dosa. Apalagi terhadap orang tua dan orang yang sakit.

 

Q: Vaksin itu hoax, tidak membentuk antivirus. COVID-19 itu hanya isu. Benarkah? 

A: Bagi yang mau percaya hoax atau teori-teori konspirasi silakan. Yang jelas, science itu bukan agama. Science bukan untuk dipercaya. Biologi itu fakta. Jantung kita ada 1, itu fakta, tidak peduli mau percaya atau tidak. Mau kita tidak percaya vaksin, tetap saja faktanya segelintir orang tertentu akan menjadi korban dari pilihan egois orang yang tidak vaksin. Lakukan 3M dan tolong ikut vaksinasi jika kalian bisa divaksin. Bantu bentuk herd immunity untuk melindungi orng lain yang secara fisik tidak mampu mendapatkan vaksin.

 

Q: Kami tidak percaya pemerintah karena pemerintah tidak transparan, pemerintah hanya mengalihkan isu lain, pemerintah tidak dapat dipercaya. Benar?

A: Kalau yang tidak percaya pemerintah Indonesia, percayalah pada para ilmuan dan tenaga medis. Lakukan vaksinasi untuk melindungi nyawa orang lain yang tidak bisa divaksin, seperti lansia, orang kelainan imunitas, yang kemoterapi, dll. Atau percayalah pemerintah negara lain saja yang menurut kalian terpercaya. Jutaan orang dari negara lain juga sudah divaksin.

 

Q: Percuma ambil vaksin, virusnya terus bermutasi dan orang yang sudah divaksin bisa kena lagi. Jadi buat apa divaksin?

A: Betul. Tapi perlu diketahui bahwa virus tidak bisa mutasi jika tidak ada penyebaran. Jika kita memvaksinasi cukup banyak orang, maka “mutation rate” virusnya akan melambat. Lama-kelamaan maka pandemi COVID-19 akan bisa selesai. Maka dari itu, vaksinasi bukan solusi instan. Harus tetap 3M sampai herd immunity terbentuk.

 

Q: Jika telah divaksin sudah imun terhadap COVID-19, kenapa tetap harus pakai masker dan menjaga jarak?

A: Jika tujuannya hanya untuk proteksi diri sendiri, tidak usah pakai masker. Tapi tidaklah sebaiknya kita juga menyelamatkan orang lain yang tidak bisa divaksin? Misalnya lansia, orang dengan kelainan imunitas, yang menjalani kemoterapi, penderita alergi langka, dll? 3M harus tetap dilakukan sampai herd immunity terbentuk, saat kurang lebih saat 70% orang telah divaksin. Vaksinasi itu bukan masalah kesehatan pribadi saja, tapi mencegah penularan dan membentuk herd immunity. Vaksinasi dan 3M bukan hanya menyelamatkan diri sendiri, tapi juga membatu orang lain yang membutuhkan perlindungan.

 

Q: Segala senyawa kimia buatan yang masuk ke tubuh dapat menimbulkan efek, besar atau kecil. Vaksin dapat menimbulkan efek samping yang bisa membahayakan tubuh. Benar?

A: Benar. Segala hal yang masuk pada tubuh pasti ada efeknya. Dalam hal vaksinasi, tujuan dari vaksinasi adalah memberikan efek positif bagi tubuh, yaitu memberikan imunitas.

Untuk efek samping yg negatif, itu benar bisa terjadi, tapi bukan dalam hal vaksin saja. Makanan sehat bertujuan menyehatkan tubuh. Tapi bagi segelintir orang  atau sangat sedikit yang memiliki alergi langka tertentu atau kelainan genetik tertentu, makanan seperti tomat, kacang, susu, seafood, bisa sangat berbahaya dan mematikan. Sekali lagi, sangat jarang. Sama halnya dengan semua obat dan vaksin.

 

Q: Vaksin mungkin dapat menyelamatkan manusia dari COVID-19 dan mengakhiri pandemi. Tapi kelak keselamatannya bisa terancam kembali oleh efek samping vaksin. Apakah worth it?

A: Iya. Pandemi COVID-19 merupakan prioritas utama pada saat ini. Berikut analogi untuk memahami lebih mudah dan jelas:

Orang yang pingsan dan tidak bernapas dengan baik, harus diberi “cardio pulmonary resuscitation” atau CPR agar jantung terus memompa darah dan otak tidak kekurangan oksigen. Itu prioritasnya. Ada efek dari prosedur CPR, antara lain tulang rusuk retak atau patah. Walaupun sudah retak, proses CPR tetap harus dilakukan sampai ambulans datang dengan tabung oksigen dan defibrilator. Rusuk retak bisa diobati nanti. Tapi jika CPR tidak dilakukan, maka orangnya pasti 100% akan mati.

Contoh lain:

Jika orang mengalami kecelakaan mobil parah dan orangnya tak sadarkan diri di dalam mobil, kita harus menolong untung menjauhkan korban dari kendaraan tersebut. Kecelakaan mobil yang parah, memiliki risiko terbakar atau ledakan kecil, katakanlah 70%. Tapi, di sisi lain, memindahkan korban kecelakaan seperti itu bisa memperparah cidera, terutama pada tulang punggung. Dengan menyelamatakan korban dari api, ada risiko korban jadi lumpuh atau meninggal, katakanlah 2%. Di sini, memindahkan korban ke area yang lebih aman adalah prioritas, daripada khawatir tentang kelumpuhan atau kematian akibat dipindah.

 

Q: Saya sudah kena COVID-19 dan sembuh. Bukankah saya sudah imun dan memiliki antivirus? Apakah harus divaksin?

A: Bagus kalau sudah sembuh. Selamat. Betul Anda sudah imun dan memiliki “anti-virus”, tapi tidak bisa dibilang lebih kuat daripada vaksin. Perlu diketahui virus terus bermutasi. Anda masih bisa terkena virus dengan “strain” baru. Jadi lebih baik tetap divaksin. Dengan kata lain, lebih baik “anti-virus”nya di-update dengan versi terbaru.

 

Q: Mengapa negara yang memproduksi vaksin tertentu, juga impor vaksin dari negara lain? Apakah vaksin nergara itu jelek?

A: Tidak semua merek vaksin memiliki kelebihan dan kekurangan yang sama. Contohnya, misalkan vaksin yang lebih mudah didistribusikan misalnya, tidak perlu suhu -50 (minus 50 derajat) untuk menjaga agar tetap bagus–, mungkin tidak bisa digunakan untuk orang dengan kelainan genetik tertentu. Contoh trade-offs lain, harga yang lebih mahal bisa digunakan untuk para lansia. Sedangkan yang lebih murah tidak. Dari contoh trade-offs faktor-faktor demikian, sebuah negara sangat mungkin untuk mengkolaborasikan merek-merek vaksin yang digunakan sesuai dengan kebutuhan negara tersebut. Dengan demikian, herd immunity dapat lebih cepat terbentuk.

 

Q: Mau bagaimanapun juga, saya tetap tidak mau divaksin.

A: Sama halnya seperti merokok atau nyetir dengan keadaan mabuk. Karena pilihan Anda, orang lain bisa turut menjadi korban jiwa. Kalau orang normal harusnya bakal merasa berdosa membunuh orang lain secara tidak langsung. Mungkin kalau Anda beda.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed