Oleh : Agus Zaenal Arifin
Kepindahan dari dosen menjadi birokrat sudah saya niati khidmah. Kapan lagi saya ada kesempatan bisa kontribusi bagi merah putih. Tugas baru saya sebagai pengelola data sudah mirip resolusi jihad yang masuk kategori fardlu ain. Sebab dikatakan memang tidak banyak orang bisa duduk di sana. Minimal harus ASN Golongan IV/b, paham ilmu komputer, dan berani gegeran melawan orang jahat.
Sempat minder, sebab zona ini betul-betul baru. Apalagi selama 2021 dan 2022 itu ternyata masa penyesuaian yang sangat dramatis. Saya termasuk yang ditugaskan di garda depan turut melawan berbagai intrik dan muslihat orang-orang yang tega menghisap darahnya orang miskin. Jumlah mereka banyak juga.
“Ati-ati karo londo soklat”, begitu yang terngiang di telinga, nasihat Alm. KH. Mujib Ridwan bin KH. Ridwan Abdullah, saat Almaghfurlah cerita tentang karakter para pengkhianat bangsa. Kenyataannya orang jahat itu memang bukan penjajah berkulit putih, melainkan berkulit coklat tapi mindsetnya penjajah.
Ini yang bikin baper. Sering agak emosi ketika bertemu mereka. Apalagi saat mereka menghina-hina. Untungnya saya pernah belajar Ihya Ulumiddin, tapi ya kadangkala masih belum sanggup meredam baper itu, yakni ketika ketemu yang tampilannya religius tapi ternyata sebagai pelaku utama penjajahan.
Alhamdulillah masa-masa itu sudah lewat. Para “londo soklat” sudah mulai mlipir-mlipir pergi. Walaupun kadang masih untup-untup mengganggu, namun kesempatan mereka sudah sangat terbatas. Sistem sudah mulai tertata rapi. Peraturan sudah mulai lengkap. Mekanisme dinamic updating data juga sudah berjalan teratur.
Saya bersyukur bisa lebih fokus menyalakan lilin sebanyak mungkin agar terang benderang, dari pada terpancing mencaci kegelapan. Alhamdulillah masih sangat banyak orang baik di negeri ini, yang ingin agar negaranya maju dan rakyatnya adil makmur. Kolaborasi dengan beliau-beliau jadi makin kuat.
Sumber : Status Facebook Agus Zainal Arifin
Comment