by

Muhammad Hatta, Panggilan Tanah Suci

Oleh : Sigit Rahardjo

Soal kejujuran Mohammad Hatta memang jagonya. Jika ada wakil presiden sekaligus perdana menteri yang hidup pas-pasan, cuma Hatta orangnya.

Tahun 1952, sebagai muslim yang taat, Hatta berniat menggenapkan rukun Islam, menunaikan ibadah haji.

Sebagai wakil presiden saat itu—orang nomor dua paling berkuasa di seluruh negeri—ia tentu layak menggunakan fasilitas negara.

Itulah pemikiran Presiden Soekarno saat ia menyediakan pesawat khusus dan semua fasilitas kenegaraan yang diperlukan Bung Hatta melaksanakan rukun Islam yang ke lima itu.

Soekarno berpikir Hatta akan pergi secara terhormat sebagai wakil presiden untuk menunaikan ibadah haji.

Perkiraan Soekarno meleset.

Hatta menolak tawaran itu, sebab ia berpendapat urusan naik haji bukanlah urusan seorang pejabat negara melainkan urusan manusia biasa yang ingin pergi ke tanah suci.

Bung Hatta ingin pergi haji sebagai rakyat biasa, bukan sebagai wakil presiden. Ia bahkan telah mengumpulkan hasil honorarium penerbitan beberapa bukunya untuk menunaikan rukun Islam ke lima tersebut.

Tawaran naik haji dibiayai pemerintah ditolak Hatta. Walau begitu, pemerintah tidak kehabisan akal. Hatta diminta untuk sekalian melakukan kunjungan persahabatan ke Arab Saudi mewakili Indonesia.

Maka saat berangkat tanggal 20 Agustus 1952 dari Bandar Udara Kemayoran, Hatta tetap dilepas sebagai wakil presiden yang akan melakukan tugas negara. Para menteri, pejabat sipil dan militer hadir memberikan penghormatan.

Kantor Berita Antara saat itu melaporkan, Panitia Penghormatan Perdjalanan Hadji Wakil Presiden dipimpin oleh Kasman Singodimedjo dan Kiai Haji Wahid Hasjim.

Mereka menggelar syukuran sejak malam dengan berdoa dan menggelar aneka pertunjukan bernuansa Islami di Kemayoran. Acara ini dihadiri tak hanya oleh Umat Islam, tapi juga Umat Agama lain.

Ribuan rakyat rela datang dan menginap di bandara untuk mengantarkan Bung Hatta Naik Haji.

Mereka ramai-ramai mendoakan agar sang Wapres dimudahkan dalam perjalanan dan menjadi Haji Mabrur.

Bung Hatta selalu hidup jujur dan sederhana sepanjang hidupnya. Ia bahkan menolak dengan tegas untuk duduk sebagai komisaris di berbagai perusahaan.

Akibatnya, setelah tidak lagi menjabat, mantan wakil presiden ini sampai kesulitan membayar tagihan listrik dan air di rumahnya.

Ali Sadikin, gubernur legendaris DKI Jakarta yang terkenal keras pun terharu melihat kesederhanaan Bung Hatta.

Ketika Bang Ali mengetahui uang pensiun Hatta tak cukup untuk hidup layak, ia melobi DPRD dan meminta agar Bung Hatta dijadikan Warga Istimewa Jakarta sehingga tak perlu lagi membayar tagihan PBB, listrik dan air.

Semasa hidupnya, pria kelahiran 12 Agustus 1902 ini sangat mengidamkan memiliki sepatu bermerk Bally, namun tak pernah terbeli hingga akhir hayatnya.

Bung Hatta wafat pada 14 Maret 1980. Ia dimakamkan di tempat pemakaman umum Tanah Kusir, Jakarta.

Pemerintah baru menganugerahinya gelar Pahlawan Proklamator 6 tahun kemudian..

Sumber : Status Facebook Sigit Rahardjo

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed