by

Menyoal Penolakan Muhammadiyah atas Harlah NU di Masjid Kauman Jogya

Kata-kata “menjaga aset MD”, dan “ancaman orang luar”, bagi saya sangat menyakitkan. Apa orang NU mengadakan harlah untuk merebut masjid kauman? Sangat tendensius apalagi itu masjid keraton, keraton Jogja bukan keraton Muhammadiya. Aset apa yang dikhawatirkan akan dicuri atau diambil paksa NU?

Kedua, ancaman keamanan atas kedatangan orang luar. Ini sungguh ironis, sesama warga jogja, hanya karena bukan anggota Muhammadiyah dianggap orang luar yang mengancam. Bagi saya ucapan seperti itu hanya layak diucapkan organisasi teroris seperti JAD dan sejenisnya. Bukan ormas yang mengaku berkemajuan dan modern seperti MD.

Jika penolakan itu dianggap bukan arus utama MD, dan yang menolak nyata-nyata warga MD biasa sampai ketum Pemuda MD, jadi siapa yang disebut arus utama MD?

Bagi saya dari dulu, apalagi setelah kejadian ini MD bukan ormas moderat, MD organisasi ekslusif seperti ormas Islam lain pada umumnya. Karena moderat, tawasuth bukan bawaan generik mereka. Mereka yang mengadopsi hanbaliyan versi Ibn Taimiyah dan Muhammad Abduh tidak punya gen moderat.

Meminjam istilah Pak Amin Abdullah, “orang MD ada MUNU (Muhammadiyah-NU), Marmud (Marhaen Muhammadiyah), MURSAL (Muhammadiyah Rasa Salafi) atau MUSA (Muhammadiyah Salafi)”. Muhammadiyah lebih banyak rasa salafi wahabi daripada rasa NU. Jadi wajar kalau MD sangat antipati, seperti Wahabi antipati kepada NU.

Selama ini upaya rekonsiliasi NU kepada MD hanya disambut secara formalitas oleh MD, jika kita menganggap mereka saudara, kita jangan berharap banyak, kitas mawas diri karena mereka menganggap kita lian, bukan kelompoknya, yang membahayakan dan harus dicurigai.

Saya selalu mengatakan MD modern dalam manajemen dan stuktur organisasi, tapi tidak dalam berpikir dan sikap keagamaan. Dalam kedual hal terakhir NU jauh-jauh lebih berkemajuan.

Sumber : Status Facebook Ahmad Tsauri

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed