by

Menjawab Tudingan Wayan Sudja Tentang Pemerintah

Kemudian, ia juga mengaitkan kebijakan ini terhadap Komisi 4 DPR RI yang dianggap mendesak Menteri KKP untuk merivisi aturan-aturan yang kontra produktif tetapi tidak dilaksanakan dan akhirnya diberikan sanksi berupa pemotongan 50% APBN KKP. Ini adalah tudingan yang tidak relevan dengan kebijakan yang diprotes tersebut. Kebijakan pemerintah tentu berbasis pada orientasi sebesar-besar manfaat bagi masyarakat. Bukan karena tekanan dan lobby segelintir pihak. Selama tiga tahun berturut-turut, KKP mengembalikan anggaran ke pemerintah secara sukarela berdasarkan pertimbangan efisiensi, efektivitas, serta urgensi pelaksanaan program. Hal-hal yang belum menjadi prioritas atau kegiatan-kegiatan yang kurang produktif dihilangkan.
 
Adapun tudingan terkait berbagai industri yang dihambat rekomendasi impor garam industri  oleh KKP, Presiden mengeluarkan PP no. 9 tahun 2018 yang memindahkan kewenangan mengeluarkan rekomendasi impor garam dari KKP ke Kemendag dan Kemenperin, tentunya perlu dipahami oleh masyarakat bahwa KKP tentu tetap berfokus pada tugas dan fungsi yang diberikan dan mengawal kepentingan dan target stakeholdernya, termasuk upaya meningkatkan kapasitas dan pendapatan para petambak garam di Indonesia, sesuai amanat UU no 7 tahun 2016 tentang perlindungan nelayan.
 
Berikutnya, tudingan tentang kapal asing/eks asing impor legal dimangkrakkan sehingga menyebabkan pasokan bahan baku ikan ke industri pengolahan dan pengalengan ikan anjlok dan tentang kapal berbendera rangkap diminta untuk pulang dan tidak proses hukum, namun yang patuh dan lulus Analisa dan evaluasi Satgas 115 tidak diperpanjang izinnya tanpa alasan, ini juga perlu dipahami bahwa praktek kapal asing/eks asing sudah terbukti menjadi salah satu penyebab utama kemiskinan nelayan RI dan merugikan negara.
 
Hasil ANEV yang dilakukan terhadap 1.132 kapal perikanan yang dibangun di luar negeri menunjukkan 100% kapal tersebut bersalah. Saat ini, kapal yang berizin pusat sudah mencapai 4.300. Disisi lain, nilai produksi tahunan perikanan meningkat tanpa kapal asing. Armada dan kapasitas lokal secara bertahap bisa menggantikan peran kapal-kapal asing/eks asing. Ini juga mengindikasikan bahwa peran kapal eks asing tidak signifikan dalam produksi perikanan RI. 
 
Berdasarkan rekomendasi dari Tim Anev, KKP telah menindaklanjuti dengan memberikan sanksi administratif berupa Pencabutan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan pencabutan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) serta Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI. Tidak hanya upaya dalam bentuk sanksi administratif, pemerintah juga berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dalam hal ini TNI Angkatan Laut, Polair, dan KKP juga untuk memproses hukum kapal-kapal pelaku tindak pidana.
 
Belum lama ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sabang pada bulan Oktober 2017 telah menjatuhkan putusan terhadap kapal MV Silver Sea 2, berbendera Thailand, yang salah satu putusannya adalah merampas kapal MV Silver Sea 2 untuk negara dan uang senilai Rp20,5M yang berasal dari hasil lelang ikan yang terdapat di dalam MV Silver Sea. Selain itu, terhadap tindak pidana perdagangan orang yang terjadi di  Benjina, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tual telah menjatuhkan pidana selama 3 tahun penjara kepada manajer lapangan pemilik kapal di Benjina
 
Tudingan yang selanjutnya bahwa kapal-kapal ikan yang dimangkrakkan ini, kemampuan armada perikanan Indonesia memasok bahan baku ikan ke industri pengolahan ikan anjlok sekitar 65%. Utilisasi industri pengolahan ikan di Bitung yang semula sudah rendah, 57% dari kapasitas terpasang, anjlok tinggal 7% terpasang. Perlu diketahui bahwa Utilisasi Unit Pengolahan Ikan (UPI) tidak pernah mencapai 100%. Bahkan, saat ini nilai ekspor perikanan melalui Bitung meningkat pesat (Data BKIPM). Demikian pula produksi perikanan, dan nilai tukar nelayan (NTN) di Bitung meningkat signifikan. 
 
Artinya, persoalannya bukan pada bahan baku, namun pada praktek perdagangan yang dilakukan selama ini. UPI perlu membuka pintu lebih lebar terhadap nelayan-nelayan lokal dan harus bisa beralih dari pola kelola sebelumnya dengan kapal asing. Tentu saja konsekuensinya harus bersedia bayar dengan harga yang lebih baik dan jangka waktu lebih cepat/cash. Silakan cek status pembayaran pajak setiap perusahaan agar tergambar apabila UPI mengaku mengalami kerugian hingga triliunan rupiah akibat kebijakan KKP.
 
Kemudian tentang industri surimi yang tutup akibat Permen 71 tahun 2017 tentang pelarangan penggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Perlu diketahui bahwa trend industri Surimi dunia cenderung menurun karena sumberdaya bahan baku, baik Alaska pollock dan ikan tropis cenderung menurun. Berbagai negara produsen surimi sudah intensif menginformasikan hal ini cukup lama. Kelangkaan bahan baku ini, di berbagai negara, dapat diatasi dengan menggunakan melakukan budidaya ikan yang relevan, misalnya ikan Patin digunakan di Vietnam untuk industri pengolahan Surimi. Alternatif lainnya adalah dengan input teknologi untuk memastikan ikan berbagai jenis, bisa memiliki karakteristik mendukung produk surimi. Opsi lainnya adalah impor bahan baku yang relevan, dimana hal ini dilakukan juga oleh berbagai negara yang memproduksi surimi yang tentu harus dikelola dengan tepat.
 
Untuk kepiting bertelur, pelarangan tangkap dan ekspor pada ukuran tertentu yang diatur dalam Permen KP no. 56 tahun 2015, pada umumnya disetujui oleh para pedagang dan eksportir Kepiting (Bakau & Rajungan). Fakta lapangan menunjukkan bahwa populasi kepiting baik jumlah maupun ukuran menurun sejak tahun 1990, ini dapat dilihan di eksportir dari Jakarta, Bali, dan Surabaya, sangat sulit mendapatkan ukuran diatas 1 kg.
 
Dalam Permen KP No 1 Tahun 2015 Pasal 2 disebutkan bahwa, Setiap orang dilarang melakukan penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur. Permen tersebut jelas-jelas tidak melarang ekspor kepiting dan rajungan namun membatasi ukuran dan yang dalam kondisi bertelur. Justru diperlukan karena hingga saat ini teknologi pembenihan kepiting dan rajungan belum dapat dilakukan untuk skala yang lebih besar. Dengan demikian, Permen KP tersebut bertujuan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya di alam. Dari data pertumbuhan nilai ekspor kepiting dan rajungan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai ekspor dari tahun 2015-2017 dari 3,91% pada tahun 2015-2016 meningkat tajam menjadi 27,81% pada tahun 2016-2017.
 
Terakhir, status impor Indonesia dianggap meningkat. Padahal, status impor ikan RI faktanya sampai tahun 2016 mengalami penurunan drastis. Data tahun 2016 menunjukkan dari kapasitas impor yang diberikan, hanya dimanfaatkan sekitar 20-30% saja (Data dari PDS). Bahkan data juga BPS menunjukkan bawah volume impor tahun 2016 turun sebesar 9,47 % dibandingkan volume 2014. Namun demikian pada tahun 2017 impor mengalami peningkatan dan dimoniasi oleh tepung ikan untuk bahan baku pakan ikan budidaya.
 
Semoga klarifikasi yang dipaparkan dalam artikel ini dapat memperjelas bias yang sudah disampaikan oleh Wajan Sudja, atas dasar yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan
 
Sumber : Group Whatsapp

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed