by

Mengentit Sumbangan

Oleh : B Uster Kadrisson

Sekitar 20 tahun yang lalu, sesaat sebelum saya meninggalkan Indonesia, di saat-saat hari terakhir bekerja, saya ada dititipkan gaji milik seorang teman. Dia mengundurkan diri sebulan sebelumnya dan kebetulan ada tertinggal sisa uang gaji yang belum dibayarkan. Karena kebetulan saya tahu tempat tinggalnya dan kemungkinan ada kesempatan untuk bersua sehingga saya menyanggupi untuk menyampaikan pesan. Tetapi sampai saya pergi dari tanah air, saya tidak pernah bertemu dengan dia lagi, karena saat itu kabarnya sedang pulang kampung dan tidak ada alamat yang ditinggalkan.

Ada bertahun-tahun lamanya uang itu tersimpan di dalam amplop yang memang terbuka dan saya bawa ke mana-mana. Jumlahnya sebesar 80 ribu rupiah saja, dan uang itu telah pergi mengikuti saya dalam mengitari benua dan melintasi samudra. Ketika saya bertemu dengan keluarga belasan tahun kemudian, ternyata pecahan uang kertas itu sudah tidak berlaku lagi karena sudah terlalu lama. Sampai sekarang saya masih mempunyai sedikit rasa bersalah, karena amanat yang tidak pernah sampai ke tangan yang seharusnya.

Sejak beberapa tahun terakhir, saya mulai acap berderma ketika kehidupan telah memberikan saya sedikit rezeki yang berlebih. Bukan hendak menyanjung atau membanggakan diri, karena sebelum-sebelumnya saya tidak begitu acuh dan terlalu perduli. Bukan juga saya tidak mau bersedekah sebagaimana dahulu, karena saat itu tidak ada uang di dalam genggaman tangan yang bisa dibagikan sama sekali. Hidup diperantauan seorang diri, saya bisa bertahan dengan memakan makanan gratisan dari tempat bekerja dan harus menghemat penny demi penny. Setelah itu dengan mulai mengikuti berita-berita di tanah air dari sosial media, saya kemudian membaca banyak kemalangan yang menimpa orang-orang yang tidak beruntung.

Ada beberapa kali membaca tentang anak yatim piatu yang miskin, yang untuk menghidupi diri harus berdagang dengan berjalan kaki dari kampung ke kampung. Saya menghubungi seseorang yang kenal dengan anak-anak tersebut, yang katanya merupakan ustad pemilik pesantren di mana tempat mereka bernaung. Nomer rekening pribadi milik sang ustad yang saya minta cepat sekali diberikan, tetapi ketika uang sudah ditransfer tidak ada kabar berita lanjutan apakah sudah diterima dan diberikan secara langsung.

Ketika saya mulai cukup dikenal di sosial media, banyak yang mengirimkan pesan secara pribadi dengan maksud meminta dana untuk kegiatan itu dan ini. Boleh kalian mengatakan kalau saya cukup bodoh dan naif, karena langsung saja menyetujui tanpa terlebih dahulu memverifikasi. Ada yang kemudian menghilang setelah terjadi transaksi tetapi banyak juga yang kembali memberikan laporan secara lengkap dan terperinci. Satu yang saya tahu, jika hati ini mulai ragu dan banyak tanya ketika akan berbagi, artinya saya tidak ikhlas dan amalan itu akan kosong serta menjadi tidak berarti.

Sehingga saya memahami tentang niat baik dari jutaan orang di Indonesia yang sangat mudah tergugah ketika kotak amal telah dibuka dengan atas nama kemanusiaan dan agama. Apalagi jika yang mengumpulkan donasi adalah seorang ustad atau artis yang sudah cukup terkenal yang telah mempunyai nama. Tetapi ketika laporan tidak kunjung diberikan secara terbuka dan orang-orang yang kritis mulai menanyakan kemana gerangan sumbangan itu larinya. Apalagi ketika media massa memberitahukan tentang jumlah masuk dan keluar yang terlihat sangat timpang, karena sepertinya yang masuk ke dalam kantong pribadi lebih besar persentasenya.

Coba saja lihat phenomena si Somad dengan donasi kapal selam yang sampai sekarang tidak tahu kabar beritanya, ditambah lagi dengan UAH yang kabarnya akan mensomasi mas Eko Kuntadhi. Niat untuk mengentit uang hasil sumbangan menjadi batal dan baru ditransfer ketika sudah ribut di media sosial, yang memang terlihat dari rekaman bukti transferan yang kemudian terjadi. Yang lain lagi, seorang artes kagak jelas yang marah-marah dan mengaku sudah kaya raya, karena tidak menerima kalau dituduh telah menilep sejumlah uang hasil donasi.

Sebenarnya mudah saja untuk menangkal segala macam fitnah, laporkan secara jelas di media massa dan jangan menunda-nunda, bukannya baru kalang kabut membuka laporan saat ditanya dan ketika dana telah disimpan selama berhari-hari. Memang ada hukumnya di dalam ajaran Islam, kalau dari sumbangan tersebut boleh diambil sebagian bagi orang-orang yang telah bersusah payah menjadi pengurus. Seperti juga petugas amil zakat yang mendapatkan upah tertentu, tetapi tidak ada kata sepakat tentang berapa besarannya, apakah sepuluh, dua puluh ataukah seratus. Karena semuanya kembali kepada diri sendiri untuk mengambil secukup dan seperlunya saja, yang sangat cilaka adalah kalau para panitia merupakan orang-orang yang rakus.

Yang merasa jumawa dan berkata lantang tentang ancaman akan membangkitkan singa yang tengah berzikir, tetapi setelah ada bukti transferan yang telat sepertinya sang singa berzakar akan loyo dengan sendirinya seperti kebanyakan minum ramuan urus-urus. Tabik.

Sumber : Status Facebook B. Uster Kadrisson

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed