Oleh : Fauzan Inzaghi
Bolehkah orang berilmu menuntut orang awam agar dirinya dihormati?
Bolehkah yang memiliki nasab ahlul bait memerintah orang lain agar dirinya dihormati?
Bolehkah orang tua memaksa anaknya agar dirinya dihormati?
Bolehkah suami meminta istrinya agar dirinya dihormati?
Bolehkah pemimpin memaksa orang lain agar dirinya dihormati?
Apakah menghormati orang berilmu itu perintah tuhan atau perintah orang berilmu? Bolehkah seorang yang seorang yang memiliki nasab ahlul bait itu marah jika orang tidak beradab padanya? Bolehkah orang tua itu mengutuk anaknya jika anaknya tidak menurutinya? Bolehkah seorang suami memarahi istrinya jika istri tidak tunduk padanya diluar kewajiban qadhainya? Bolehkah seorang pemimpin ngambek jika dia diperlakukan biasa saja?
Sekali lagi, itu semua perintah tuhan pada yang menghormati? Atau perintah yang dimintai agar dihormati yang berhak memerintah dan menuntut haknya? Apakah boleh bagi mereka berbangga-bangga dengan itu agar orang menghormati mereka? Lalu menakuti orang dengan dalil jika tidak beradab pada mereka? Apakah mereka berhak marah jika orang biasa aja sama mereka selama tidak melanggar hak qadhaiy?
Salah satu guruku, minal masyhurin bissalhin, ketika mengajar bab ilmu, khususnya penjelasan adab murid pada guru, beliau mengingatkan, ingatlah suatu nanti ketika kalian mengajarkan bab ini, dan kalian telah menjadi guru, jangan sekali-kali terbesit dalam benak kalian ketika kalian menjelaskan ini pada murid kalian “wahai murid, ini adab murid pada guru, jadi kalian seharusnya menghormati saya seperti yang diajarkan dalam kitab ini, apalagi kalian marah jika murid tidak beradab seperti yang dijelaskan kitab itu pada kalian, itu bentuk syirik dari nafsu terpendam yang menghancurkan kalian, karena secara zahir kalian mengajarkan perintah tuhan, padahal kalian ingin mengambil keuntungan pribadi dari perintah itu”
“Jadi sebaiknya yang kalian arahkan adalah agar mereka menghormati semua guru kecuali kalian, jadi ketika mereka tidak seperti dalam kitab dalam memperlakukan kalian maka akan biasa aja, dan kalian ga akan marah pada mereka, karena merasa diri tidak pantas, jadi fokusnya hanya pada adab kalian pada yang lain, bukan adab orang lain pada kalian, karena diakhirat yang kalian pertanggung jawabkan itu adalah adab kalian dan apa yang kalian perbuat, bukan adab orang lain pada kalian dan apa yang mereka perbuat” kira-kira terjemah bebasnya seperti itu.
Jadi fokus aja sama adab kita sendiri. Selama wajib qadhai sudah selesai, jangan marah dengan yang lebih dari itu. Saling menasehati boleh, tapi kalau kejadiannya bukan yang memberi untung kepada kita, kalau kita pake dalil untuk hal yang ada kaitan dengan kepentingan kita? Sangat rawan dalil itu modus untuk membenarkan syahwat kita ingin dihormati, persis seperti politisi menjual ayat agar dipilih dalam pemilu, dll.
Jangan pernah manfaatkan dalil agama untuk kepentingan pribadi, apalagi dengan alasan mengingatkan, padahal ada syahwat terpendam yang kita inginkan. Lebih parah lagi memanfaatkan hal itu dengan semena-mena, dimana kadang dimanfaatkan untuk membenarkan kesalahan, jika tidak dimaafkan bahkan diancam dengan dalil. Itu bukan hakmu!!
Nah itu orang berilmu? Lalu bagaimana dengan nasab, orang tua, suami, dan pemimpin? Ya ndak tau, kok tanya saya.
Sumber : Status Facebook Fauzan Inzaghi
Comment