by

Memahami Kebablasan Demokrasi

5. Demokrasi adalah sebuah ruang yang menjadikan pejabat publik sebagai penyelenggaran negara dipilih, diawasi dan dikontrol oleh rakyat. Karena itu nilai ideal yang diterima secara universal. Presiden Jokowi sepakat 100 persen soal itu. Namun nilai ideal ini dalam prakteknya terjadi tarik menarik antara kekuatan yang ingin menegakan demokrasi substansial dengan yang sekedar puas dengan demokrasi formal. Di Indonesia, oligarki demokrasi formal yang berkuasa.

6. Demokrasi punya paradoknya sendiri karena dari dalam demokrasi juga bisa muncul fasisme, yang tumbuh dan berkuasa dengan memanfaatkan dan memanipulasi demokrasi, lalu membunuhnya setelah berkuasa. Dalam pengertian ini pernyataan Presiden Jokowi harus dipahami agar hati-hati dengan penumpang gelap demokrasi—atau dalam istilahnya Olle Tornquist (1999), perlunya menjauhi “demokrasi kaum penjahat”.

7. Kemunculan paham radikal dan intoleran mengatas namakan agama bukanlah produk demokrasi, mereka memanfaatkan demokrasi untuk tujuan membunuh demokrasi. Kelompok ini juga bisa tumbuh karena mendapat proteksi politik dari elit politik untuk tujuan-tujuan politik pragmatis mengejar kekuasaan.

8. Teknologi internet menciptakan demokrasi dan liberalisasi informasi tanpa batas untuk pertukaran pengetahuan dan pengalaman, budaya dan informasi pembangunan. Namun pada sisi lain menciptakan tantangan baru penyebaran ujaran kebencian dan hoax.

9. Media sosial juga menjadi wahana penyebaran kebencian melalui narasi ekstrim teroris seperti Negara Islam Syria dan Irak (ISIS), Al-Qaida atau Boko Haram. Kelompok ini melakukan propaganda dengan muatan kekejaman, intoleransi dan anti kemanusiaan. Bahkan berbagai perekrutan dilakukan secara global dengan media daring, sehingga sulit diantisipasi dengan cara-cara tradisional biasa.

10. Kualitas demokrasi bisa dikawal bila partisipasi publik diakomodasi dalam pengambilan keputusan politik dan kebijakan. Penguatan dan penegakan hukum harus menjadi pilar dan penyangga bagi penyalahgunakan demokrasi dalam kehidupan masyarakat.

11. Peran media dan masyarakat sipil harus mampu menjadi “alarm” bagi kebisingan demokrasi agar tidak mengarah pada kebablasan demokrasi.

 

(Sumber: Facebook Eko Sulistyo)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed