by

Memahami Kearifan Budaya

Oleh : Muhammad Ilham Fadli

Sore ini. Sambil menunggu si Upik acara di sebuah TK di pinggiran kota, saya duduk-duduk di sebuah kedai. Minum teh susu setengah gelas. Si pemilik kedai, seorang Bapak berusia sekitar 60an, duduk dan mulai berbincang-bincang dengan saya. Ia terlebih dahulu menanyakan, “Bapak tinggal dimana ? …. Kerja dimana ? … sedang menunggu siapa ?”. “Saya tinggal jauh, pak. Di pinggiran kota pula. Lebih kurang 20 kilometer dari sini. Alhamdulillah saya ngajar pak. Di UIN.

Sedang menunggu istri yang lagi rapat di TK depan !”, jawab saya sambil menunjuk TK di depan kedai beliau. Entah mengapa, mendengar saya ngajar di UIN, dengan penuh semangat, beliau berkata, “kebetulan … nih !”. “Kebetulan apa, Pak !”, tanya saya. “Kebetulan pertama, saya ingin bertanya. Tentang pawang hujan yang lagi heboh. Praktek syirik di Mandalika itu. Menurut Bapak, memangnya dulu, pada zaman Nabi Muhammad, ada orang yang meminta hujan berhenti. Ndak ada kan ? …. Atau menggeser awan yang mendung ?. Setahu saya, yang ada itu, meminta hujan.

Sholat dan doa meminta hujan. Begitu kan, pak ?”. Diskusi mengalir. Saling berbantah-bantahan. Diselingi tertawa renyah, kadang terbahak bahak. Beliau, karena kaya dengan pengalaman hidup, tidak mudah emosi. Terlihat santai ketika membantah dan bertanya (lagi). Dari diskusi kami ini, ada satu yang kami sepakati berdua. Sepakat dengan perumpamaan berikut :(Seandainya) Islam itu diturunkan di Kutub Utara, dan orang Eskimo yang menjadi “penerima pertama”, maka Padang Mahsyar akan digambarkan oleh Allah SWT. itu dengan Padang yang sangat dingin sekali.

Hamparan es yang membeku luar biasa. Membuat kaki menjadi kebas. Darah bisa mengental. Matahari tak pernah nampak. Dan seterusnya. Sungguh menakutkan. (Seandainya) Islam itu diturunkan Allah SWT. di pulau Sumatera. Tepatnya di daerah sejuk dengan curah hujan yang tinggi, pada bulan-bulan tertentu curah hujannya ekstrem terkadang menyebabkan banjir …. tentu kita juga akan mengenal doa untuk menolak hujan sekaligus doa meminta hujan.

Tentu berbeda (tafsiran) teks di daerah dengan konteks jarang hujan bahkan cenderung panas kering, dengan (tafsiran) teks di daerah yang tropis dan sejuk. “Tafsiran terhadap sebuah teks, terikat dengan konteksnya”, demikian kata orang-orang pintar.

Sumber : Status Facebook Muhammad Ilham Fadli

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed