Oleh: Pepih Nugraha
Sesungguhnya saya sudah kurang bersemangat lagi menulis artikel ringan yang terkait media mainstream; sebutlah koran cetak/online atau televisi/radio siaran, segelintir jenis media yang masih bertahan (untuk tidak mengatakan hidup segan mati tak mau) dengan mengandalkan berita sensasional berdasarkan fakta maupun ilusi.
Akan tetapi, karena rekan Aulia Akualani mengabarkan adanya suatu kehebohan di Toli Toli di mana dikabarkan seorang dokter “berhati mulia” karena gemar bersedekah (memberi sumbangan) menghilang secara misterius, pikiran ini tergelitik untuk mencoba cari tahu. Bukan buat gaya-gayaan, sekadar hiburan ala-ala pensiunan saja.
Maka mulailah petualangan ini… Oh ya sebelum lupa, Toli Toli itu masih di Indonesia, tepatnya di Sulawesi Tengah.
Bagaimana cara saya memanfaatkan Internet untuk menelusur informasi tersebut. Sederhana, saya cuma memanfaatkan dua kata kunci “dokter” dan “toli-toli”, membentuk kata majemuk “dokter toli toli”, tradaaaa…. Tersualah ratusan berita media online yang memuat tentang “hilangnya seorang dokter secara misterius di Toli Toli saat sedang memberi sumbangan”.
Mari kita baca judul berita di antaranya saja: “Kronologis Hilangnya Dokter Faisal di Toli Toli”, “Viral Dokter Faisal Asal Toli-Toli Hilang Setelah Kecelakaan, Ditemukan Motor dan Barang Lain di TKP”, “12 Analisa dan Asumsi Hilangnya Dokter Faisal di Toli-toli, Banyak Keganjalan yang Belum Terjawab”, “4 SPEKULASI Kasus dr. Faisal yang Hilang di Tolitoli, Nomor 3 Ngeri!”, “Seorang Dokter Hilang Setelah Bersedekah ke Korban Banjir di Tolitoli, Sulteng”, “Viral Warga Sholawatan di Depan Batu Raksasa, Diduga Penunggu Curi Dokter Faisal”.
Ada juga bertita berjudul “Dokter Radiologi Diduga Diculik Mahluk Halus Batu Raksasa, Warga Sholawatan”, “Sederet Fakta di Balik Misteri Hilangnya Dokter Faisal di Tolitoli”, “6 FAKTA Mengejutkan Hilangnya dr. Faisal Usai Bantu Korban Banjir di Tolitoli, Apa yang Terjadi?”, “Polda Sulteng dan Polres Toli-toli Bentuk Tim Spesial, Lacak Keberadaan Dokter Faisal” dan “Polisi Selidiki Aktivitas Dokter Faisal Sebelum Hilang, Anjing Pelacak dan Tim Khusus Diturunkan”.
Kecuali judul berita terakhir, saya merasa terhibur dengan judul-judul berita mainstream tersebut, bukan sekadar senyum, ngakak malah, langsung bikin bengong 7 kucing “shiah” (karena mayoritas kucing Persia) yang biasa menemani saya saat menulis maupun membaca. Ya, kegiatan pensiunan itulah.
Membaca judul-judul berita tersebut seolah-olah menyeret saya ke masa lalu, ketika “koran kuning” demikian mencuri perhatian pembaca, yang membuat jenis media ini laris manis di pasaran. Anda yang pernah membaca koran “Pos Kota” mungkin masih ingat rubrik “Nah, Ini Dia…” yang ditunggu-tunggu selain iklan baris mobil dan motor.
Membaca judul-judul berita yang penuh spekulasi berbumbu hoax (mungkin sudah jadi pakem media massa online kekinian) tersebut saya merasa, bahwa melalui media online itu kini telah terjadi proses “kuningisasi media” yang dilakukan secara masif. Tujuannya bukan semata-mata mengemukakan atau menceritakan fakta, tetapi spekulasi dan ilusi dengan efek kehebohan yang luar biasa di mata pembaca. Ada bayang-bayang “binatang ekonomi” (bisnis/iklan) yang mengendap-endap di sana.
Kalau sudah begini, hilanglah beberapa fungsi media massa: memberi informasi yang akurat (inform), mengedukasi pembaca (educate), memberikan inspirasi (inspire), atau mempengaruhi pembaca menjadi lebih baik (influence). Yang tersisa cuma memberikan hiburan (entertain) semata. Benar, cuma hiburan, setidak-tidaknya bagi saya sendiri. Bagaimana saya bisa tertawa bahak-bahak membaca judul-judul berita yang “aneh bin ajaib” itu.
Kemudian tawa saya menjadi sempurna tanpa takut dosa manakala membaca kelanjutan atas “peristiwa” yang menimpa dokter “saleh” dan “berakhlak mulia” itu sebagai berikut:
“Kedoknya Terbongkar! Dokter Faisal Ternyata Selingkuh”, “Dokter yang Dilaporkan Hilang di Tolitoli, Ditemukan Bersama Seorang Wanita dalam Penginapan di Buol”, “Satu Indonesia Ketipu! Disangka Digondol Jin, Dokter Faisal Ternyata Lagi Enak-enak Bareng Selingkuhan di Hotel, Foto Tampangnya Viral”, “Gara-gara Cinta Masa Lalu, Dokter Spesialis Radiologi Faisal Tega Sakiti Ketulusan Hati Istrinya”, “2 Kali Selingkuh dengan Istri Orang, Dokter Spesialis Radiologi Faisal Tetap Dimaafkan Sang Istri” dan “Astaga! Pasal Ini Bakal Menjerat Faisal, Jika Istri Dokter Spesialis Radiologi Itu Melapor”.
Anda bisa menambahkan sendiri judul-judul berita setelah dokter yang “menghilang” itu berhasil ditemukan polisi, kemudian di akhir kisah dokter yang bikin heboh se-Indonesia (sebenarnya heboh bagi yang baca berita itu saja sih) harus berurusan dengan polisi akibat kejahatan yang dilakukannya.
Dari judul-judul berita “koran kuning online” itu saya mengambil benang merah, bahwa isu agama (kesalehan, kedermawanan), spiritual (klenik, alam ghaib, supranatural, jin bin ganderuwo), spekulasi (misteri berbalut hoax) dan seks (perselingkuhan) menjadi bumbu utama untuk menarik pembaca secara instan alias klikbait. Belakangan kebencian (termasuk hate speech) juga digemari pembaca.
Tentu tidak semua media massa mendadak “kuning” dan terjebak “kuningisasi koran online” hanya demi menangguk pembaca sebanyak-banyaknya (demi cuan) dengan patuh terhadap “rezim programmatic” dan “google friendly”. Ada sejumlah kecil media yang masih mempertahankan jurnalisme yang sesungguhnya meski sedikit demi sedikit sudah bermetamorfosa menjadi media online juga.
Salah satu media massa yang masih menjalankan jurnalisme yang baik dan benar di tengah tsunami “koran kuning online” adalah Kompas.id (bukan saya memuji hanya karena pernah bekerja di Harian Kompas). Anda bisa membaca dan membandingkannya sendiri.
(Sumber: facebook Pepih N)
Comment