Makanya jangan buru2 kirim kado komen macem2 pada mBak Puput. Jangan2 si mBak ‘pindah rumah’ karena banyak nyamuk yang bikin dia ndak nyaman. Nyamuk-nya itu ‘kita’. Yang ‘merasa’ Muslim.
Apalagi bagi mBak Puput. Tiap hari yg dilihat, ‘diraba’, dan diterawang, seseorang yang bagai seekor Singa, dari Belitung. Saking jantan-nya !
Apapun konsekwensi dari perbuatannya di tanggung dengan gagah. Dengan jantan minta maaf pada yang merasa ‘ternistakan’. Sidang datang sendiri, ndak pernah kerahkan massa. Dimasukkan penjara ya iya saja. Biar amarah massa reda . . .
Banyak yang bezook tanda masih banyak dicintai orang. Dkurung tak jadi kurus, hitam, ‘mbladus’, tapi malah jadi cerah, tenang, dan six-pack
Oleh mBak Puput, mungkin, di-banding2kan dengan Singa yang lain. Singa Gurun, katanya. Yang boleh dikatakan dulu paling santer bersuara agar BTP dikandangkan.
Dipanggil polisi saja, datang kerahkan massa. Mau di sidang, mangkir. Malah ‘lari kesana’.
Kan bikin orang ber-buruk sangka. Ada apa ? Toh kalau bener disidang dan terbukti salah lalu di penjara, paling juga ndak lama. Mungkin juga sudah keluar bareng2 BTP kemaren.
Apa karena ‘type’ kasusnya ? Bikin ‘wirang’. Bikin malu kalau di sidang dan jadi banyak ‘umat’ ngerti siapa dia ? Tingkah polahnya.
Ndak tahu juga. Tapi toh jika benar dituduh demikian pun, masih bisa di-‘eyel’ juga. Banyak pengacara yang mau bela, masa juga . . .
Akhirnya ya begini. Maksud saya bukan mBak Puput yang pindah agama. Karena Islam ndak jadi redup karena ada yang pindah. Sama juga ndak jadi ‘padang njingglang’ hanya karena Cat Steven, Mohammad Ali, bahkan Michael Jackson menjadi Islam.
Tapi komen dan ulasan ndak mutu yang sliwar-sliwer ini bikin ndak enak makan. Murtad lah. Masuk neraka lah. Tambah lagi nyasar2 BTP dianggap sang ‘promotor’.
Padahal diri sendiri yang bikin orang, mBak Puput, jadi jengah atau mungkin malu jika dianggap bahkan diakui sebagai saudara oleh kaum yang suka teriak paling syar’i dan pegang kunci sorga.
Masuk neraka atau surga itu cuma urusan yang punya, Allah. Dan biar mBak Puput sendiri yang nanti merasa. Benar ndak sih ? Begitu mungkin, kata mBak Puput dalam hatinya.
Yang justru penting, barangkali, sekali lagi barangkali, karena mBak Puput dengar dan baca komen2 ‘miring’, jadi makin berpikir, ‘Jangan-jangan saya memang benar ya . . ?” Sambil nglirak-nglirik kita . . .
Artinya, sudah waktunya kita, umat Muslim Indonesia, ‘berkaca’. Bagi yang mau berkaca. Sudah ‘pas’ kah semua tingkah-laku kita ? Benarkah sudah ‘rahmatan lil alamin’ seperti yang sering kita gembar-gemborkan . . .
Tapi biasanya ada juga yang tetep ngèyèl. Pokoknya. Pokoknya. Pokoknya ! Terserah
Lagipula apa ndak sebaiknya, ‘kita’ bersyukur. Dengan cara ‘sombong’ bisa, “Kita ndak butuh Muslimah méncla-mênclè, malah bikin kotor”. Atau justru dengan tulus, “terimakasih telah diingatkan untuk introspeksi ” Terserah.
Atau diam dan netral2 saja. Terserah juga.
Pokoknya ‘kembang senthul’ saja. Kita ngalor biar mBak Puput ngidul saja. Jangan di-utik2 lagi. Sudah jelas ‘aturan mainnya’ kok.
Lakum dinukum waliyadin . . .
Bagimu agamamu, bagiku agamaku pula . . .
Sah ! Sah ! Sah ! Mbak Puput, Bripda (purnawirawan Puput Nastiti Devi, jadi Nyonya Basuki Tjahaja Purnama. Nikahnya nanti di gereja . . . .
Ndak usah ngiri . . .
Comment