by

Mabok Toa

Oleh : Harun Iskandar

Saya dan Nyonya bermalam di sebuah desa di Jogyakarta. Di sebuah rumah kayu, cantik dan asri. Di hadap halaman taman sederhana yang tak kalah bagusnya. Teras depan dengan furniture kayu dan pernak-perniknya, semua beruansa kuno. Ruang makan terbuka disisi taman model Bali, lengkap dengan kolam ikan ukuran sedang. Ada beberapa rumah dengan kamar2 besar. Tamu yang berkunjung, dan bermalam disitu kebanyakan turis2 mancanegara.

Kamar tidur besar, dengan dipan kayu. Nakas ada di kanan-kiri. Kamar mandi tak beratap. Sentuhan nuansa desa dan kuno kental sekali. Ada pintu butulan, pintu belakang, yang tembus ke arah kolam renang bersama. Di kelilingi pohon2 dan perdu. Jangan dibayangkan suasana riuh disitu. Tenang bak telaga . . .

Setelah makan malam Sate Klathak, yang tusuknya berupa jeruji sepeda, kami kembali ke penginapan. Tidur . . .Sekira jam 3 pagi kami sudah bangun. Karena tidur terlalu ‘sore’ mungkin. Bercakap-cakap apa saja topiknya. Ndak disangka percakapan kami disela paksa. Oleh suara adzan . . .Kencang sekali. Mesjid kecil memang tak jauh dari situ, ndak sampai 100 meter. Suara TOA mesjid itu benar2 mengejutkan kami yang ndak bersiap. Suara adzan usai, ganti kami berdua yang cekikikan. Baru tahu dan sadar. Di atas meja nakas kamar tidur, tersedia ‘air-plug’. Sumbat kuping lembut, untuk mengurangi kebisingan.”Oooo . . .” Gumam kami. Ini ternyata gunanya. Sore tadi kami sempat berdebat kecil tentang kegunaannya. Di resepsionis, kami ndak dapat penjelasan, mungkin dikira sudah paham. Wong Warga Negara Indonesia, Jawa lagi.Mesjid desa itu TOA nya sangar-sangar . . .

Saat kami ikut subuhan di mesjid itu. Cuma ada Imam dengan ‘peserta’ 3 orang lelaki, sudah termasuk saya, plus 2 orang perempuan, sudah plus Nyonya. Jadi total ada 6 orang, termasuk Imam sembahyang . . .Kesangaran TOA ndak ngefek . . .

Apakah para tamu terganggu. Ndak jelas juga. Tapi saat ketemu mereka waktu sarapan, mereka ndak omong apa2. Dua orang kulit putih cuma menyapa ‘Morning’, lalu sarapan.Sepasang suami istri warga Kanada. Istri asli Kanada, bersuamikan orang asal Vietnam. Pensiunan dosen. Malah komentari nuansa penginapan. ‘Ekletik’, ujar mereka.Ndak ngerti pula, ada ndak hubungannya, ketika mereka bertanya, ‘Berapa persen wanita Indonesia yang pakai jilbab ?’Ada pula bapak setengah baya, masih gagah, yang bersiap keliling naik sepeda. Info dari mbak resepsionis, beliau sudah seminggu disitu. Berarti kerasan. Kesangaran TOA ndak mempan . . .Itulah macam2 respon atas TOA. Pengamatan sekilas. Data pun diambil cuma sehari. Lokasi juga cuma satu titik, di satu desa . . .

Baru2 ini seorang putri, artis cantik, bertutur tentang ‘perilaku’ TOA, yang dinihari sudah ‘menyalak’ untuk bangunkan sahur. ‘Ndak lucu, ndak etis juga’. Agak nylekit memang.Salah satu wakil ormas terbesar di Indonesia, usulkan. TOA hanya untuk adzan dan iqomah saja. Malah seorang cendekiawan muslim usul, TOA hanya untuk adzan. Toh iqomah, ajakan mulai sembahyang hanya untuk yang di dalam mesjid saja. Intern. Ndak perlu bengak-bengok.Wong NU mesti agak nggrundêl. Lalu ‘sholawat tarhim’ bagaimana ? Maksudnya, sholawat yang biasa disuarakan sekitar 10 menit sebelun adzan. Ndak bole juga pakai TOA ?

Ya begitulah. Kalau semua beralasan jaman sekarang sudah canggih, banyak hape yang bisa dipakai alarm. Baik waktu sahur ataupun wakru sembahyang. Malah alarm-nya pakai suara adzan. Kencang juga.Artinya TOA ndak usah saja. Bagaimana ?Ndak bisa ! Ada yang ngeyel. ‘Suara adzan yang bersahut tak putus2 seluruh dunia, akan tetap ‘memutar’ dunia, bumi. Kiamat pun jadi tertunda’. Kata mereka . . .

Ya sudah, terserah masing2. Silakan ungkap usulan. Dengan sopan. Yang penting ada rembugan. Seperti kata Lembaga Takmir Mesjid NU, yang utama adalah ‘komunikasi dan kesepakatan’ Sederhana dan gampang kayaknya. Tapi agak susah diterapkan di jaman sekarang di negeri +62. Banyak yang menang2an.Nyatanya ‘sang putri’ komen nylekit, ormas Islam nyunat teriakan TOA, bebas merdeka saja. Di Tanjung Balai Asahan, gara2 ‘ngrasani’ TOA, dia penjara. Sebuah wihara pun dibakar.Sementara seorang ngulama yang ‘molitikus’ komen dengan nyinyir tapi tenang2.’Hanya di era Jokowi, adzan dilarang . . .’Tabek . . .

Sumber : Status Facebook Harun Iskandar

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed