by

Kritis? Bukan, Mereka Hanya Proxy

Oleh : Karto Bugel

Ketika jejak digitalnya diungkap, ternyata, warna dirinya tak sedikitpun menunjukkan kesesuaian dengan apa yang tampak sedang dipamerkan. Topengnya langsung terbuka dan mmm… oalahh Leoonn…!! Banyak orang berpikir bahwa dia pintar. Lha kuliahnya saja di UI trus IP nya 3,5 kan? Sudah gitu, dia ketua BEM pulak. Artinya selain pintar, dia pasti juga kritis sekaligus tahu bagaiman cara memperjuangkan gagasan kritisnya dan maka dia berorganisasi. “Benarkah?”

Kita tak perlu larut dalam tuduhan bahwa dia menghina lambang negara. Kita juga tak perlu berpikir bahwa dia menghina secara personal pada sosok Jokowi yang seharusnya dipisahkan dengan jabatannya sebagai Presiden. Anggap saja, sebagai mahasiswa, dia memang selayaknya kritis dan wajib hukumnya berjuang demi keadilan mereka yang tertindas.Kritikannya pada Presiden berikut gambar editan yang beredar, anggap saja sebagai caranya bersuara demi keadilan yang dirasakan masyarakat, tak terpenuhi pada pemerintahan Presiden Jokowi. Bila itu murni dan benar demikian, kita layak angkat topi.

Kita butuh anak-anak muda yang kritis dan berani.Namun ketika kritikannya serta merta di endorse oleh PKS, PD, hingga para politisi yang kesehariannya cuma sekedar bisa ngamuk pada pemerintah dan kemudian dia terlihat menikmati dan bahkan menari pada gendang yang mereka tabuh, layak kita bertanya, politiskah itu? Dia langsung terlihat tak sedang berdiri pada kaki sendiri. Ada banyak tiang penyangga terikat pada dirinya dan dia tak lagi netral demi murni perjuangan layaknya mahasiswa yang kritis. Bau bahwa dia hanya sekedar memenuhi pesanan juga langsung tercium. Itu langsung tampak dalam seketika saat jejak joroknya tertinggal pada banyak tempat dikuliti.

Dia terlihat hanya sebagai proxy saja. Tak ada kemurnian sebagai luhur perjuangan yang lahir dari hasrat hatinya.Dan ketika pintar yang melekat padanya harus digugat, itu semakin terlihat benar adanya saat dia mengambil sosok Veronika Koman sebagai bagian dari rujukannya. Kebaranian itu menular sebagai jargon Koman, diambilnya sebagai inspirasi.Koman memang berani. Koman memang juga seorang yang militan. Namun apakah keberanian dan militansi sikapnya itu benar untuk keadilan dan kemanusiaan bagi saudara kita di Papua, itu masih harus kita perdebatkan.

Dia memang terkesan sangat peduli dengan ketidak adilan yang terjadi pada rakyat Papua. Kesenjangan dalam banyak aspek yang menimbulkan jarak terlalu lebar dibanding dengan banyak Provinsi yang lain di Indonesia menjadi keprihatinannya. Tak ada yang salah dengan suara hatinya dan maka dia berjuang. Namun ketika cara penyelesaian yang dia ajukan adalah dengan referendum, ini sesuatu yang janggal. Sesuatu yang dapat melahirkan banyak tafsir dan curiga.Berapa kali sudah Koman menggagas ide adanya referendum pada Papua? Bukankah referendum adalah pintu masuk bagi kemerdekaan Papua yang nota bene adalah bagian dari NKRI yang secara hukum diakui oleh PBB?Pantaskah kita berpikir bahwa kemanusian dan keadilan sebagai isu yang dia gaungkan harus kita curigai sebagai entry point bagi tujuan yang lebih besar yakni kemerdekaan Papua?

Koman tak serta merta patut menjadi tokoh kemanusiaan dan keadilan bagi Papua. Dia terlalu sarat dengan banyak kepentingan yang masih harus kita bongkar. Bila saja logika sederhana seperti itu dipahami oleh Leon, seharusnya keberanian itu menular versi Veronika Koman tak buru-buru dia pamerkan apalagi malah menjadi rujukannya. Leon tidak smart sekaligus malas. Hal sepele berupa pertanyaan-pertanyaan sederhana demi menjaring data dan kesimpulan logis tak dia lukakan padahal dia mahasiswa UI, sudah gitu ber IP 3,5 bukan?

Menjadikan Koman sebagai inspirasi, patut kita bertanya dimanakah kakinya berpijak? “Kok jadi kontradiktif gitu yak?” Artinya, kritik yang sedang dia lakukan pada pemerintah sangat mungkin bukan lahir dari kejernihan hatinya. Bukan karena kritis pada mahasiswa yang harus dihargai. Lebih tepat, dia seperti sedang melacurkan dirinya. Dia tahu dengan sangat berapa harga melekat pada dirinya sebagai ketua BEM UI. Sepertinya dia benar-benar hanya proxy dan maka tak pantas kita sebut sebagai kritis sikap seorang mahasiswa yang harus dibela. Dia sedang berpolitik praktis bukan malah justru mengambil bagian sebagai penjaga rel bagi demokrasi layaknya mahasiswa seharusnya hadir..

RAHAYU.

Sumber : Status Facebook Karto Bugel

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed