by

Kekhasan Idul Fitri di Indonesia

Oleh : Ismail Amin Pasannai

Sebenarnya begini ya, lebaran di Indonesia itu sangat khas.. khas sekali… yang tidak kita temui persamaannya di negara lain, kecuali mungkin di Malaysia yang memang kulturnya hampir mirip dengan kita… Idul Fitri itu sebenarnya artinya Hari Raya Makanan, maksudnya hari yang dirayakan dengan makan-makan… sebagai bentuk perayaan, telah lepas dari kewajiban puasa [menahan makan-minum di siang hari] selama sebulan lamanya.

Nah, karena itu hari Idul Fitri, diharamkan untuk berpuasa. Dan agar semua umat Islam bisa merayakannya [dengan makan-makan] karenanya, pada hari itu sebelum shalat Id, diwajibkan bagi muslim yang mampu untuk mengeluarkan zakat, yang berupa makanan kepada yang tidak mampu… Jadi targetnya, tidak boleh ada yang tidak makan di Hari Raya Makanan ini…

Nah, pemaknaan keduanya dan ini hanya dimaknai oleh umat Islam di Indonesia, Idul Fitri berarti hari raya dimana umat islam saat itu kembali kepada fitrah (suci)… setelah sebulan sebelumnya, melakukan serangkaian ritual ibadah yang bisa melebur dan mengikis dosa-dosa… karena itu dianjurkan untuk saling mengucapkan satu sama lain, Taqabalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum… Semoga Allah menerima dari kami dan darimu, Puasaku dan juga puasamu.. yang jika amalan kita diterima, artinya kita termasuk yang kembali pada fitrah..Tapi di Indonesia, kita melengkapi perayaan hari Idul Fitri dengan tradisi saling memaafkan satu sama lain…

Tradisi ini tidak kita temukan di negara lain.. hanya di Indonesia.. begitu sehabis shalat Id, kita saling bersalaman sambil saling mengatakan, maaf lahir batin satu sama lain… Dibuku kumpulan doa harian kita diajarkan mengucapkan ini,

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَا وَمِنْكُمْ. جَعَلَنَا الله وَإِ يَّاكَ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ كُلُّ عَامٍّ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ.Yang karena kepanjangan, kebanyakan kita menyingkatnya dengan menyebut, minal ‘aidin wal faizin… sampai sekarang saya belum menemukan sumber doa ini…

bisa jadi ulama-ulama nusantara dulu yang merangkainya sendiri… dan entah sejak kapan, disingkat begitu saja menjadi minal ‘aidin wal faizin, banyak yang mengira, artinya maaf lahir dan batin..

Padahal itu penggalan yang artinya “Dan orang-orang yang kembali.. dan orang-orang yang menang”, jadi sebenarnya itu tidak punya makna jika tidak disertakan kalimat, Ja’alanallaahu, “Semoga Allah menjadikan kita..”Dan karena ada doa, semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang menang…

Hanya di Indonesia pula yang mengidentikkan hari lebaran itu dengan hari kemenangan… yang dirayakan suka cita, bergembira ria, bahkan sampai berhari-hari… di negara lain, bahkan di Timur Tengah dan Arab sebagai titik sumber munculnya Islam, Idul Fitri tidak pernah dikenal sebagai hari kemenangan… Begitu juga di Timur Tengah, kita tidak temui, tradisi saling memaafkan…

Tradisi saling mengunjungi ada, salaman ada disertai dengan pelukan, tapi itu ditujukan untuk saling mendoakan satu sama lain, semoga amal ibadah mereka di bulan Ramadhan diterima Allah Swt, salamannya bukan dengan tujuan minta maaf satu sama lain… karena itu ucapan di spanduk-spanduk atau kartu-kartu lebaran mereka, cukup dengan menulis, Ied Mubarak, tidak ada embel-embel minta maafnya, apalagi tulisan minal ‘aidin wal faizin… apalagi idul fitri hari kemenangan…

Di negara lain, tradisi bergembira ada, memakai pakaian baru dan wangi ada, tradisi saling mengunjungi dan menyajikan kue-kue dan manisan ada, sebab namanya juga hari raya… namun itu cukup di hari Iednya saja… dihari pertama dan kedua Syawal… tidak setelahnya… hanya di Indonesia yang ada tradisi sungkemannya, khususnya sungkem kepada orangtua dan yang dituakan.. karena itu hanya masyarakat muslim Indonesia yang mengenal tradisi mudik menjelang Lebaran.. mudik untuk mengunjungi orang tua sekedar untuk bersimpuh meminta maaf di kakinya, di negara lain, tidak demikian…

Di negara lain, tidak ada mobilitas antar kota yang meningkat menjelang lebaran… Jadi sumber perbedaan itu dari mana? dari pemaknaan Idul Fitri itu, Di Timur Tengah dan negara-negara lain, Idul Fitri dimaknai sebagai hari makan-makan (dan memang ini makna yang sebenarnya). Jadi ketika mereka saling mengunjungi satu sama lain, tujuannya adalah mencicipi makanan yang disajikan, dan ucapan salam mereka adalah doa semoga ibadah-ibadah mereka di terima.

Ada yang malah cukup makan-makan bersama di tanah lapang, setelah itu bubar dan tidak ada tradisi saling mengunjunginya, yang penting acara makan-makannya sudah kelar, selesai pula hari rayanya. Dengan pemaknaan seperti itu, mereka merasa tidak harus saling meminta maaf apalagi sampai sungkem kepada orangtua…

Di Indonesia, hari Idul Fitri dimaknai sebagai hari kembali kepada fitrah yang tidak terwujud secara sempurna jika tidak mendapatkan keridhaan dan maaf dari sesama manusia..khususnya dari orangtua.. karena itu silaturahmi, salaman dan pelukan kita didasari oleh keinginan untuk meminta maaf dan memaafkan… kita sungkem dan bersimpuh di kaki orangtua di hari Lebaran dengan motivasi kita meraih derajat fitrah itu… itu sebabnya mengapa mudik menjadi sesuatu yang sangat penting kita lakukan…

Di Iran, ketika habis salat Id, dengan orang-orang Iran kita hanya cukup mengucapkan eidi shuma mubarak (selamat hari raya) atau dilengkapi dengan taqabalallahu minna wa minkum dalam bahasa persianya, athaat wa ebadat qabul bashid… kalau sambil mengucapkan, maafkan lahir batin ya… mereka malah bingung… maaf apaan? mudik, tradisi saling memaafkan, ucapan minal aidin wal faizin pada hari lebaran, ini hanya ada di Indonesia… mungkin inilah yang disebut Islam Nusantara… Islam khas yang hanya ada di negara kita, tanpa memiliki hubungan historis dari wilayah asalnya, juga tidak ada dalilnya dari kitab-kitab klasik… namun kita menikmatinya… selamat berlebaran…. maaf lahir batin…

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed