Oleh: Erizeli Bandaro
Dari awal awal kekuasaan jokowi saya sangat militan mendukung Jokowi terutama mendapatkan dana dari China dengan skema business to business (B2B) bukan government to government (G to G). Mengapa saya dukung? karena B2B atau KPBU ( kerjasama Pemerintah Badan usaha) itu menuntut pemerintah yang bersih dan cerdas. Butuh kesiapan pemerintah membangun ekosistem bisnis bagi swasta dan asing. Saya membayangkan Jawa yang sudah tersedia ekosistem bisnis untuk KPBU akan memakmurkan diri lewat beragam bisnis layanan publik yang di-privatisasi.
Berharap, periode kedua kekuasaan Jokowi, berkat hebatnya pembangunan B2B di Jawa, program koneksitas Toll laut antar wilayah kepulauan lewat program APBN indonesia centris akan mendorong terbentuknya pusat ekonomi baru. KEK yang ada di 20 titik di wilayah seluruh Indonsia akan jadi magnit untuk terbangunnya ekosistem bisnis B2B. Jadi walau Jokowi mewarisi utang besar dan APBN yang defisit era SBY, namun dengan strategi itu, eskalasi pembangun tetap berjalan tanpa jeda.
Tapi apa yang terjadi? saya kena prank. Untuk program BRI tidak B2B. Tetapi loan. Lebih 50% dana dari China bergeser dari awalnya B2B ke penjaminan APBN. Yang nampak dipermukaan hanya kereta cepat yang berubah dari B2B ke penjaminan APBN. Sebenarnya banyak proyek BUMN seperti PLN, dan lain lain yang berubah dari B2B menjadi penjaminan APBN. Makanya beban utang terus membengkak di era Jokowi.
Mengapa saya skeptis pembiayaan mega proyek lewat APBN atau penjaminan APBN?. Karena itu sama dengan model kerja Anies saat jadi Gubernur DKI. Itu engga kerja. Tapi belanja doang. Di era modern sekarang, mengelola sumber daya yang besar tapi kerjaannya cuma belanja dan utang, memang otak terbelakang dan maling. Apalagi pemerintah didukung oleh koalisi besar. Oposisi disfungsi. Antar mereka saling melindungi untuk melancarkan beragam skema bancakin sumber daya keuangan negara. Ratusan triliun kasus TPPU itu hanya yang terdata, sebenarnya lebih besar lagi.
Nah kalau gaung koalisi pemerintah selalu bicara agar terjadi kesinambangunan pembangunan oleh presiden berikutnya, sebenar nya itu agar cara koalisi ( oligarki) seperti dua periode Jokowi tetap dipertahankan. Sementara gaung perubahan yang diusung koalisi PKS, PD, dan Nasdem, bukan perubahan substasi, Tetapi perubahan oligarki ke tangan mereka doang. Jadi sebenarnya rebutan lapak aja. Makanya saya senang saat PDIP mencalonkan Ganjar dengan cuekin proposal koalisi. Seharusnya begitu. Cukup Jokowi saja dikerjain koalisi. Jangan Ganjar. Ayolah PDIP lupakan mereka semua. Lawan!
(Sumber: Facebook DDB)
Comment