by

Ideologi Jihadi versus Wacana Bangkitnya Komunisme di Indonesia

Oleh :Muhammad AS Hikam

 Saya bisa memahami kegalauan sementara organisasi masyarakat sipil Indonesia (OMSI) seperti Setara Institute (SI) yg dipimpin oleh Hendardi (H) ini, menyikapi maraknya wacana publik seputar bangkitnya PKI, sehingga menurutnya bertujuan mengadu domba masyarakat. Pada saat yang sama, saya juga tidak akan memungkiri berbagai fakta muncul dan berkembangnya wacana dan kiprah yang berkaitan dengan PKI dan/ atau ideologi komunisme baik secara simbolik maupun dalam bentuk aksi dlm masyarakat. Terlepas dari maksud yang dikandung oleh wacana dan kiprah tsb, reaksi atasnya sangat diwarnai oleh berbagai trauma masa lalu, sehingga alih-alih menyumbang terjadinya suatu proses penyembuhan dan rekonsiliasi, ia malah berpotensi menciptakan konflik-2 baru yang mengarah kepada terganggunya keamanan nasional.

Barangkali di dunia ini pada saat ini hanya di Indonesia saja kekhawatiran terhadap apa yang disebut sebagai ancaman bangkitnya ideologi komunisme dan kembalinya PKI dalam kehidupan sosial politik, begitu marak. Bahkan di negara-negara komunis sendiri seperti Tiongkok, Korea Utara, Kuba, dan Vietnam, ideologi komunisme sebagaimana dimengerti pada era Perang Dingin, boleh dikata sudah tak relevan lagi utk diterapkan (kecuali barangkali Korea Utara). Yang lebih ironis lagi, dalam kenyataan kehidupan antar-bangsa, Republik Indonesia juga sangat terbuka bermitra dengan negara-negara komunis yang disebut tadi. Negeri kita sangat kental kemitraannya baik politik/ diplomasi, ekonomi, industri, iptek, dan olah raga serta industri dengan negara-2 komunis tsb. Mungkin karena itulah OMSI seperti SI dan lain-2nya merasa ada yang tidak ‘nyambung’ dan tidak logis

Saya sendiri ingin menambah dengan fakta lain yaitu kaitannya dengan munculnya kekuatan ideologi transnasional yang semakin berkembang di negeri ini, berupa ideologi Islam jihadi dan takfiri dan gerakan-2 politik yang dihasilkannya. Mereka bermaksud mengganti sistem negara RI menjadi bentuk lain seperti khilafahisme atau negara Islam Indonesia. Perlu diwaspadai bhw greget anti-komunis dan kebangkitan PKI itu, jika tidak proporsional, akan membuat rakyat lupa atau melupakan bahwa ancaman ideologi dan gerakan trans-nasional itu justru lebih nyata dan hadir. Selubung ajaran agama yang dikemas oleh kelompok-2 jihadi dan takfiri tersebut membuat kiprah mereka menjadi “ditolerir” bahkan dalam berbagai kasus “dilindungi” oleh aparat negara.

Bagi saya, muncul dan berkembangnya ideologi jihadi dan takfiri serta meluasnya jejaring kelompok teroris seperti JI, Al-Qaeda, dan ISIS serta pendukung-2 lokalnya di Indonesia, merupakan ancaman bagi integritas, kedaulatan, dan kemanan nasional yg tak kalah serius. Bahkan, sampai pd tingkat tertentu, ancaman dan bahaya mereka itu lebih nyata karena mereka menjadi kekuatan non-negara yang memiliki kemampuan menandingi kekuatan negara. Bukankah sebuah fakta bahwa untuk menangkap seorang Santoso, gembong ISIS di Poso itu, sampai kini aparat negara belum mampu?

Ini bukan berarti bahwa rakyat Indonesia tidak perlu mewaspadai muncul dan kembalinya ideologi radikal yang anti thd Konstitusi, termasuk komunisme. Tetapi saya kira semua pihak perlu berfikir dan bersikap proporsional serta tidak berlebih-2an agar terhindar dari politik adu domba seperti yg disinyalir SI tsb. Sikap proporsional itu berlaku pula bagi para pendukung wacana dan kiprah advokasi thd para korban kekerasan dlm peristiwa G-30-S. Hemat saya, rekonsiliasi nasional sudah menjadi kesepakatan bangsa. Karena itu mengungkit persoalan-2 yang hanya akan membuka trauma sejarah mestinya dihentikan atau setidaknya dikurangi intensitasnya. Tanpa ada keberanian memaafkan, maka rekonsiliasi nasional yang jauh lebih penting maknanya bg kehidupan berbangsa itu akan sulit diwujudkan.

Walhasil, wacana ttg bangkitnya komunisme di Indonesia itu perlu dicermati dan disikapi secara nalar dan proporsional. Sebab wacana dan kiprah tsb sangat mudah ditunggangi, digoreng, dan dimanipulasi oleh kelompok-2 jihadi dan takfiri dengan memakai isu-2 agama namun dengan agenda besar yang sama: hancur dan hilangnya NKRI sebagaimana yang diperjuangkan oleh para pendiri bangsa dan rakyat.** (ak)

Sumber : Facebook Muhammad AS Hikam

 

 

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed