by

Hubungan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari dengan Al Azhar

Oleh : Fordisaf Tebuireng

“Saya tidak punya tempat lagi, kecuali Jami’ Al-Azhar, dan Ulama’-nya Jami’ Al-Azhar, yang bisa ditanya dalam semua masalah, dan yang mampu menyingkap masalah-masalah yang musykil”, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Siapa yang tak kenal dengan “Al – Azhar Cairo”?. Universitas yang didirikan oleh Bani Fatimiah pada tahun 970 M ini telah menjadi rujukan pelajar ilmu dari segala penjuru dunia.

Al-Azhar dengan segala keindahan dan kemuliaannya telah melahirkan banyak cendekiawan Muslim, Ulama’, tokoh-tokoh dunia yang berpengaruh. Sinarnya yang mampu menyinari segala penjuru dunia, tak terkecuali di Indonesia. Adalah, Syaikh Abdul Mannan At – Tarmasy adalah mahasiswa Al-Azhar pertama yang berasal dari Jawa. Dari beliau lah muncul Ulama-Ulama yang handal dan berkelas Internasional. Syaikh Mahfudz At-Tarmasy adalah cucu Ulama jebolan dari bumi Kinanah, Syaikh Abdul Mannan.

Sudah masyhur, bahwa Syaikh Mahfudz adalah guru utama (al-Umdah) Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Beberapa tahun Hadratussyaikh habiskan waktunya untuk mulazamah di Halaqoh pengajian Syaikh Mahfudz. Banyak ilmu yang beliau telah serap dari diri Syaikh Mahfudz yang mempunyai sanad Ilmu dari Al-Azhar Mesir. Hadrotussyaikh KH. Hasyim Asy’ari memiliki hubungan atau jaringan Ulama-Ulama Internasional yang luas, seperti yang dijelaskan oleh Sayid Asad Syihab.

Dari sekalian banyak hubungan kepada Ulama-Ulama dunia. Akan tetapi Hadratussyaikh mempunyai hubungan khusus dengan Al-Azhar. Menurut Ginanjar Sya’ban, Salah satu pendiri NU pada 31 Januari 1926 adalah seorang ulama al-Azhar Mesir yang bermukim di Surabaya, yaitu Syaikh Ahmad Ghanayim al-Amir al-Mishri. Nama beliau juga tercatat sebagai mustasyar HBNO (Hoof Bestuur Nahdlatoel Oelama atau Pengurus Besar NU) sepanjang tahun 1926 sampai 1928.Ulama al-Azhar Mesir lainnya yang memiliki pertalian hubungan dengan Hadratussyaikh adalah Syaikh Muhammad b. Sulaiman Hasbullah al-Mishri, yang terkenal sebagai salah satu pemuka ulama madzhab Syafi’i di Makkah. Beliau adalah guru langsung dari HadratusSyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Selain itu Hadratussyaikh juga memiliki kedekatan dengan Syaikh Yusuf ad-Dijwi, Termasuk dalam anggota kibar Hai’ah Ulama’ Al-Azhar.

Ketika Hadratussyaikh selesai menyelesaikan kitabnya yang berjudul “Tanbihat al-Wajibat” beliau memintakan pendapat dan Taqridh dari ulama-ulama terkemuka, diantaranya Syaikh Yusuf Ad-Dijwi Al – Azhari dan Syaikh Ahmad Sa’ad Ali Al-Azhari. Sedangkan Syaikh Yusuf memberikan komentar-komentar atas kitab tersebut. Juga, pernah Hadratussyaikh menanyakan masalah permasalahan Taqlid bagi orang yang belum sampai derajat Mujtahid. Beliau tulis permasalahan tersebut dan memintakan jawaban atas masalah tersebut kepada Syaikh Yusuf Ad-Dijwi. Setelah Syaikh Yusuf menjawab pertanyaan itu. Hadratussyaikh menerjemahkan dengan bahasa Jawa agar bisa dibaca oleh khalayak umum. Kitab tersebut masih berupa tulisan tangan asli Hadratussyaikh, dengan judul “Risalah fi Jawaz at-Taqlid”, kitab ini ada di Dalam kaleidoskop karya Hadratussyaikh yang bernama “Irsyad as-Sari”.

Dalam prakata penulis, Hadratussyaikh mengatakan “Saya tidak punya tempat lagi, kecuali Jami’ Al-Azhar, dan ulama’nya Jami’ Al-Azhar, yang bisa ditanya dalam semua masalah, dan yang mampu menyingkap masalah masalah yang musykil”. Dalam Risalah al-Aqoid, kitab berbahasa Jawa yang membahas tentang Akidah dasar Ahli Sunnah wal Jama’ah, Rislah ini telah ditashih juga oleh Ulama Al-Azhar yaitu Syaikh Ahmad Sa’id Aly Al-Azhari. Hubungan Al-Azhar dengan Hadratussyaikh bukan hanya sekedar itu saja, Hadratussyaikh mempunyai murid sebagi teman musyawarah dan meminta pendapatnya dalam mempertimbangkan suatu masalah. yaitu KH. Baidlowi bin Asro asal Banyumas.

Sebagai hadiah untuk murid istimewanya tersebut, Kiai Hasyim memberangkatkan Kiai Baidhawi ke Mekkah, setelah dari Mekkah beliau melanjutkan Rihlah Ilmiyahnya ke Al-Azhar Mesir, beberapa tahun beliau belajar di sana. KH. Baidlowi adalah satu-satunya pengasuh Tebuireng yang jebolan Al-Azhar. Jaringan Al-Azhar – Tebuireng ini terus berlanjut, dengan berangkatnya Gus Dur ke Al-Azhar untuk menimba Ilmu di sana. Hubungan-Hubungan ini akan selalu tersambung terus menerus di Tebuireng. Mulai dari Guru, para kolega, para murid, dan para dzuriyahnya Hadratussyaikh, semuanya mempunyai kedekatan Dhohir Batin dengan Al-Azhar. Akhiron, Doa’ Hadratussyaikh untuk al-Azhar “Semoga Allah memberkati anda Semua (Ulama Al-Azhar), dan semoga menjadi bentengnya agama Islam, juga menjadi tempat berlindungnya bagi semua umat islam” Tabik,

Status Facebook Khuwaidim Fordisaf.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed