Oleh : Nikmatul Sugiyarto
HUT Golkar setahun yang lalu, ingat tidak Pak Jokowi bilang apa? Beliau menanyakan siapa capres dukungan para kader, tentu serempak menjawab dengan nama ketum mereka, Airlangga Hartarto. Kemudian ada pendatang baru, Ridwan Kamil, mulai goyah dong karena mantan gubernur Jabar itu juga dilirik barisan capres disertai dengan surveinya juga bagus.
Tapi ujung-ujungnya dua nama terhempas karena kedatangan anak sulung presiden, Gibran Rakabuming Raka. Siapa yang bisa menolak permintaan putra mahkota? Ah, jadi mengingatkan pengorbanan Pak Fx Rudy, sahabat kental Pak Jokowi yang berbesar hati memundurkan Pak Purnomo demi Mas Gibran.
Padahal dia yang diminta Ibu Megawati Soekarnoputri untuk mempersiapkan kandidat untuk pilwalkot Solo waktu itu. Tidak ada kepikiran Mas Gibran dong, karena anak pak presiden bilang tidak tertarik politik. Toh masuk harusnya melewati sistem kaderisasi dulu, kan. Tapi karena kecintaan semua orang pada Mas Gibran langsung saja digelarkan karpet merahnya. Ternyata cinta itu hanya menjadi angin lalu yang tidak berbekas di hati Mas Gibran.
Kala itu Pak Purnomo memiliki tanggapan sama dengan hari ini. Kalau sudah anaknya presiden, kita bisa apa? Ya, semakin jelasnya konstitusi saja rela ditabrak kok. Apalagi cuma orang partai, gulingkan saja semua.
Saya jadi heran mengapa yang jadi rumah loncatan Gibran ini Golkar? Kenapa tidak PAN yang tempatnya para artis, biar bisa berteman dengan kalangan elite jumbo begitu, kan? Setelah beberapa waktu, akhirnya saya paham. Terlepas mereka sadar atau tidak, Golkar adalah tempatnya Pak Soeharto melanggengkan kekuasaannya dulu. Di sana juga tempat lahirnya seorang Harmoko, orang kepercayaan Presiden Soeharto tapi berakhir juga sebagai pengkhianat.
Harapannya mungkin Mas Gibran bisa meneruskan kekuasaan sampai Pak Prabowo pensiun, lalu dia bisa naik jadi presidennya. Prosesnya sudah penuh lika-liku lho, hingga mengorbankan konstitusi negara lewat Mahkamah Konttusi dan KPU yang ikut-ikutan juga akhirnya. Harus digunakan dengan baik mas.
Kalau bisa melebihi Pak Harto, lebih dari 32 tahun sampai Jan Ethes bisa menggantikan posisi anda. Mas Gibran adalah perwujudan sisi tipis atau malah sisi tebalnya Harmoko, setelah meloncat dari PDIP ke tempat si pengkhianat berasal, Golkar.
Sepertinya Pak Airlangga harus tetap waspada saja, semoga tidak kehilangan tempat dengan anak pak presiden. Saya hanya menyayangkan saja, kenapa sekelas ketua-ketua partai di koalisi Indonesia Maju ini tidak memiliki sikap tegas mempertahankan pilihannya masing-masing.
Seperti PAN yang katanya menyodorkan Erick Thohir garis keras, atau malah Golkar dari ketumnya sendiri. Apa tidak malu dikalahkan anak baru kemarin sore jadi wali kota solo, yang bahkan untuk maju saja butuh banyak bantuan dan dorongan orang di belakangnya sampai sekarang.
Saya jadi kasian kader mudanya Golkar yang ikutan disingkirkan. Bukan karena kalah prestasi tapi kalah nama bapak. Padahal ada Dico Ganinduto yang senasib, punya peluang juga lho buat mendampingi Pak Prabowo. Atau malah kader muda lain yang kerap dipamerkan Airlangga ke publik, seperti barisan gubernur yang di atasnya Gibran.
Lagi-lagi mereka tidak laku, karena yang laku anaknya pak presiden. Ya sudah apa daya tangan tidak sampai. Jangankan kader muda, sekelas ketumnya saja rela mengalah kok, apalagi yang sepantara dengan si sulung tadi.
Sampai sekarang Gibran masih menjadi bulan-bulanan netizen. Begitu pula rakyat yang dibuat bingung dan kaget dengan langkah kesusu anak presiden ini. Padahal bapaknya sendiri yang bilang ojo grusa-grusu, ojo kesusu. Eh semua malah dikebut, dari MK, Partai politik, KPU, besok lagi apa ya? aparat lain untuk mengamankan jalan mulusnya sang putra mahkota? Kita tunggu saja.
Golkar sepertinya benar-benar partai pas yang memadukan kekuasan Pak Harto dan perihnya pengkhianatan orang kepercayaan sang tuan, Harmoko. Selamat bergabung Mas Gibran, selalu mawas diri saja. Saya masih percaya karpet merah itu dari orang dalam, sedangkan yang memilih nanti baru dari rakyat. Jangan terbalik memberikan pengertian mas, takutnya jadi pembohongan publik. Atau memang bibit Harmoko sudah tumbuh lama pada diri anda, mas? Selamat kalau memang begitu.
Sumber : Status Facebook Nikmatul Sugiyarto
Comment