by

Ganjar Mahfud yang Bisa Menegakkan Keadilan

Oleh : Nikmatul Sugiyarto

Hari ini kita tahu politik negeri ini sedang memporak-porandakan hukum yang berlaku. Instrument negara yang seharusnya menjadi juri, akhirnya ikut urun tangan membantu hajat besar sang presiden.

Sebelum turun dari tahta, presiden ingin mengawal putra sulungnya untuk bisa memasuki istana demi melanjutkan kekuasaan yang sudah berjalan. Rasanya sudah terpendam lama, namun di depan publik ucapan itu tidak dikatakan dengan gamblang.

Katakan tidak mungkin, tapi cerita dari awal sudah menuju ke jalan sambung kekuasaan sang presiden. Puncaknya pada putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres dari Prabowo Subianto. Mulai dari latar belakang penggugat, ketua MK yang memegang hasil keputusan akhir beserta pertimbangan subjektif. Semua tidak jauh dari keneksi orang-orang Pak Jokowi.

Begitu jalan Prabowo, yang sebenarnya dari awal tidak berkeinginan untuk nyapres lagi. Tapi apadaya, ada order khusus dari sang presiden, agar anaknya bisa digandeng ke panggung pilpres 2024. Masih ingat selorohan “2024 jatahnya Pak Prabowo”, kan?

Kekuasaannya kembali meronta, arogansi yang dulu mereda sekarang bangkit karena dukungan besar dari sang presiden. Saya awalnya tidak percaya dengan fenomena yang akhir-akhir ini mengganggu mata, telinga, kepala, dan semuanya.

Kenapa presiden yang amat disegani banyak kepala negara di dunia, dicintai oleh rakyatnya harus berbuat begitu? Berbagai kalangan sudah mengingatkan Pak Jokowi, tapi tidak tahu suara siapa yang diterima di gendang telinganya.

Lalu apa arti memberikan sinyal kepada Ganjar Pranowo kemarin? Mungkin saja mencarikan lawan sepadan untuk Prabowo-Gibran, yang dimajukan lewat tabrak-menabrak konstitusi negara. Setelah Gibran, gugatan yang diajukan untuk Prabowo pun tidak ada yang diperhambat.

Seperti gugatan menolak pemimpin yang berasal dari pelanggar HAM berat, harusnya dipertimbangkan karena itu masa lalu yang sangan mengganggu korban. Sejarahnya tidak hanya satu tempat lho tapi ada beberapa titik. Tapi hal itu bukan menjadi masalah besar bagi para elite penguasa.

Sebaliknya, hal itu menjadi masalah bagi rakyat biasa. Wabilkhusus korban dari pelanggaran HAM berat yang dilakukan Prabowo. Karena sampai hari ini belum ada sanksi yang diberlakukan untuknya, kepastian hukum tentang keberadaan korban penculikan masih mengambang. Presiden Jokowi yang bilang akan membantu hal itu, nyatanya sampai sekarang masih mengombang-ambingkan harapan keluarga korban saja.

Begitu pula dengan batas maksimal capres-cawapres yang dengan mudah diputus tanpa pertimbangan serius. Gugatan ditolak demi melanjutkan perjalanan Prabowo-Gibran ke kontestasi pilpres. Belum selesai dengan putusan MK, ada turunan alat negara lain yang juga berperan besar meloloskan langkah Gibran yakni KPU.

Ketuanya berkoar-koar bahwa lembaga yang dibawahinya akan menjunjung tinggi nilai netralitas, serius? Kalo serius, kenapa lembaga pemilu yang punya aturan sendiri tunduk pada putusan MK? Mereka punya aturan sendiri, jika ingin menyamakan dengan MK harus ada langkah yang ditempuh. Seperti mengubah PKPU dengan konsultasi bersama DPR RI.

Kenapa langkah itu dilewatkan oleh KPU? Karena tidak ada yang bertindak tanpa izin para elite penguasa. Singkatnya seperti itu. Isu panas sudah menyebar, banyak posisi sudah diganti demi kelancaran hajat si bapak.

Sekarang yang sudah nampak efeknya Budi Arie. Katanya sih projo sejati tapi ujungnya pamrih meminta jabatan, hingga diberi posisi besar sebagai menkominfo. Kerjanya bagaimana? Meretas akun BEM yang mengkritiki negara, mentakedown cuitan di twitter, dan tidak menutup kemungkinan berkolaborasi dengan program “By Name By Address”.

Tak salah jika kamu mau menyebut era ini sebagai Orba jilid 2. Apa yang nampak hari ini, membuat saya muak. Saya yakin rakyat juga merasakan kekecewaan mendalam. Semua harus ada dihentikan, agar situasi tidak semakin membabibuta.

Satu-satunya jalan untuk memperbaiki situasi adalah memilih kandidat yang jauh dari masalah, jauh dari drama, dan jauh dari settingan. Kandidat tepat sebagai pemimpin 2024 itu adalah Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

Kenapa tidak yang satunya? Karena tidak bisa kerja, dilihat dari rekam jejak keduanya yang jauh dari keberhasilan dan justru gagal. Bahkan keduanya juga bermasalah karena sempat menjadi pasien KPK dan memiliki beban masa lalu yang belum beres.

Kita tidak mau keluar dari mulut buaya, masuk lagi ke mulut buaya lain. Makanya pilihannya yang pasti hanya Ganjar dan Mahfud. Keduanya punya rekam jejak yang tidak lagi diragukan dalam penegakan hukum, pembentukan regulasi, hingga membuat program yang keberhasilannya bisa dilihat sendiri dari Jawa Tengah.

Disaat politik dinasti melenggang bebas dengan terindikasi adanya nepotisme, Ganjar dan Mahfud tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Karena keduanya memiliki hal utama untuk menghabisi barisan koruptor. Siapapun mereka yang masih meneruskan budaya setor-menyetor, jual-beli jabatan, menerapkan pemberian hadiah yang berpotensi gratifikasi, hukuman berat siap menanti.

Pemberantasan korupsi memang menjadi awal pijakan, untuk melancarkan segala langkah menuju Indonesia Emas. Berbagai upaya sudah coba direalisasikan keduanya. Mahfud dalam pemerintahan, Ganjar saat menjadi gubernur 10 tahun dengan tagline tetapnya “Mboten korupsi, mboten ngapusi”. Sekali tidak, ya tidak. Semua dimantabkan dalam niat awalnya saat terjun di dunia pemerintahan.

Sekarang ini keduanya sudah membuat beberapa program terobosan, sebagai penangkal tindakan haram yang mendarahdaging di tanah air. Sikap tegas dan konsisten menjadi langkah utama untuk mngawalinya. Harus dimulai dari diri sendiri, keduanya menjadi pelopor yang siap memberikan contoh agar antikorupsi berkumandang di seantero negeri.

Untuk itu penting menggandeng semua elemen untuk mempercepat pergerakan, demi menghilangkan tindakan yang membuat jengkel itu. Mulai dari lembaganya, memperbaiki regulasi dan para pelakunya, termasuk pemimpinnya yang berperan besar sebagai eksekutor.

Saat ini di mata saya, hanya keduanya yang bisa dititipi pesan dan kepercayaan. Agar tidak mempermainkan hukum demi mencapai keadilan bagi rakyat Indonesia dan menindak tegas koruptor tanpa pandang bulu.

Sumber : Status Facebook Nikmatul Sugiyarto

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment

  1. mahkamah kongsi keluarga, emang lebih mementingkan “keluarga penguasa”
    daripada keluarga yg sudah di “habisi” sama capres pelanggar ham berat yg sdh di adili.

News Feed