Oleh : Ahmad Sarwat
Salah satu tantangan paling berat dalam bidang fiqih kontemporer bukan pada masalah fiqihnya. Tapi justru ketika harus memahami hakikat fenomena ke-kontemporeran-nya. Contoh sederhana adalah masalah obat-obat ‘kimia’. Banyak sekali ulama ahli agama yang kurang update dengan teknologi terkini di dunia farmasi. Entah bagaimana, bawaannya sebel dan muncul rada benci dengan praktek dan ilmu kedokteran modern, khususnya dalam urusan obat.
Apalagi dengan vaksin, bencinya tujuh belas setan. Macam-macam dalil dikeluarkan, mulai dituduh berbahan babi, najis, kartel bisnis vaksin, sampai menuduh vaksin itu bertujuan menyuntikkan racun ke tubuh, bikin bodoh, tolol, ideot dan oon.Bukan hanya vaksin yang dibilang jijay, bahkan obat modern pun sama. Dibilangnya obat modern itu isinya racun semua. Bukan tambah sembuh tapi tambah sakit. Lalu mulai lah dibilang bahwa kita harus kembali ke obat di zaman nabi yang halal dan aman.
Dan pada kenyataannya memang ada benarnya, ya dalam obat itu memang ada racunnya. Itu benar sekali. Makanya tidak boleh minum obat kecuali hanya lewat resep dari dokter. Tapi banyak kalangan yang kurang paham, bahwa racun-racun itu dalam kadar tertentu memang dibutuhkan untuk mematikan penyakit yang lebih besar. Makanya obat modern itu pasti ada efek sampingnya. Sedangkan obat alami (baca: herbal) cenderung lebih aman. Walaupun dalam kenyataannya kadang obat herbal itu diracik dengan macam-macam zat aneh-aneh juga. Belum tentu aman juga sih. Malah karena tidak masuk pengawasan ketat sebagai obat, jadinya malah tidak ada pengawasan sama sekali.
Yang membedakannya, obat modern itu penggunaannya harus dibawah supervisi dokter ahli secara khusus. Bukan obat warung apalagi obat pinggir jalan. Itulah yang membedakan kedokteran era klasik dengan modern. Beda dalam kemajuan teknologi obat. Zaman dulu mana ada orang minum obat pakai ditimbang dulu berat badannya? Periksa dulu tekanan darahnya, kandungan gula darah, kolesterol dan lainnya. Zaman dulu satu obat untuk segala penyakit sepanjang masa. Apapun penyakitnya, obatnya itu lagi itu lagi. Sudah mirip iklan teh botol . . .
Sumber : Status Facebook Ahmad Sarwat
Comment