by

Fasih Janji Tapi Keji

 

Tindakan-tindakan konyol dan cenderung tolol ini sebenarnya sudah masuk ke ranah memuakkan, mau dibiarkan kok jadi seperti menyetujui, dilabrak kok kita jadi ikut norak, dan, pada akhirnya kita sepakat bergerak dan menguatkan memihak kepada kebaikan, meluruskan semua pembualan yg makin menjadi mesin penghasil kebohongan dan terus di letupkan menghantam pikiran cekak berproses kearah pembodohan terstruktur.

Ibarat panggung sandiwara, kita sudah bisa menebak alur ceritanya, siapa penulisnya, dan mau kemana. Kita dipaksa nonton sekaligus dipaksa membayar ongkosnya. Dari drama penyesatan tanpa data misalnya, ongkosnya adalah kerusakan pikiran penyimaknya. PKI entah dimana, dia bilang didepan kita, diminta membuktikan, dijawab katanya, Indonesia sedang cemas, yg cemas apanya, ternyata terbawa pikirannya, wong dia yg cemas kita disuruh lemas. Indonesia Great again, wong kita sudah great dalam 5 tahun berjalan bersama Jokowi. Apa kang Suto gak nonton tivi, dan gak buka fesbok, gemparnya perhelatan rapat sidang keuangan dunia di Bali, IMF itu bukan rumah sakit bedah pelastik, yg bisa dipesan membuat pipi ketat, hidung mancung, mata menocorong. IMF itu badan yg didalamnya orang-orang profesional, dengan integritas tinggi, bukan tinggi hati, ngumbar janji ditinggal lari.

Terus kita mau dituturi penebar fiksi, dipaksa cemas ditengah kondisi kepuasan yg tinggi atas prestasi Jokowi, lha situ ngapain aja, kontestasi saja gak pernah menang, kok kami dipaksa mengakui, nggak ya Jack.

Wahai kaum sepemikiran, kita bukan harus melupakan dagelan murahan versi operasi plastik, tapi kita harus waspada dusta apalagi yg sedang diproduksi dan bakal dilempar ke pasar. Kita paham selisih 8 juta suara dalam kemenangan Jokowi 2014 bukan angka yg mudah untuk dipengaruhi berselingkuh kelain hati, belum lagi daerah yg tobat kembali kehati nurani dan mendukung Jokowi, justru akan menambah pundi suara yg makin membuat jarak menganga. Tapi kita harus tetap waspada.

Kita bukan pembenci kepada saudara yg pilihannya berbeda, kita hanya ingin Indonesia tidak digaduhkan oleh celotehan murahan yg bisa membuat kita perang saudara. Kita tidak memakai ungkapan dari pada jadi abu, mending jadi arang, dua-duanya bukan pilihan, karena arang dan abu adalah sisa pembakaran. Kita tidak mau bangsa ini menjadi bangsa sisa, atau bangsa bekas. Kita jangan masuk dalam jebakan kecemasan yg dikemas dengan tujuan menghancurkan apa yg sedang kita kerjakan menuju Indonesia berpengharapan, bukan cuma di kasi harapan, sekaligus kibuli.

TIDAK ADA PKI, TIDAK ADA KECEMASAN, TIDAK ADA EKONOMI SURAM, TIDAK, TIDAK ADA, NEGARA INI SEDANG BERJALAN DIATAS REL YG BENAR, BUKAN DIBENAR-BENARKAN SEPERTI ZAMAN KEBOBROKAN YG DIJALANKAN GEROMBOLAN KAUM PICISAN YG MENGAKU-NGAKU BISA MEMBERESKAN SEMUA URUSAN. GIMANA KITA MAU PERCAYA NGURUS TIMSESNYA SAJA GAK BISA, MAU NGURUS NEGARA.

COBA MANA TADI KANG SUTO, PANGGIL KITA TUTUP DENGAN DOA ” ALFATEKAH “..

#JOKOWILAGI

 

(Sumber: Facebook Iyyas Subiakto)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed