Rosulullah SAW bersabda :
“Barang siapa didalam hatinya terdapat setitik fanatisme, Allah SWT akan membangkitkannya bersama Kaum Arab Jahiliyah pada hari kiamat.”
(HR. Abu Daud bab Ashabiyah hadist 5421/ Mizan Al-Hikmah Jilid.4 hal.2770)
“Bukan dari kami orang yang menyeru kepada Fanatisme, Bukan dari kami orang yang memerangi musuh dengan fanatisme dan bukan dari kami yang mati dengan fanatisme.”
(HR. Abu Daud bab Ashabiyah hadist no.5121)
Semoga kita dalam menjalankan agama itu betul2 hanya mencari Ridha Allah dan dijauhkan dari sikap fanatik buta terhadap agama, kelompok dan golongan.
Islam adalah agama yang indah dan luas selama kita menggunakan akal yang dilandasi iman dalam menjalankannya.
Jika kita sudah terperangkap fanatik buta terhadap agama, kelompok dan golongan maka hilanglah indahnya Islam dan berubah menjadi agama kebencian dan gelap.
Orang yang sudah terperangkap fanatik buta beranggapan bahwa kebenaran mutlak hanyak milik kelompoknya saja, sedangkan yang selainnya adalah tersesat, berbahaya dan manusia harus diselamatkan darinya, akan selalu berprasangka buruk dan berpandangan buruk terhadap siapa saja yang dianggap berbeda dengannya dan yang pasti dianggap sebagai orang-orang tersesat dan menyesatkan serta berbahaya bagi Islam dan kaum muslimin, mereka tidak siap dan tidak lapang dada dengan perbedaan pendapat.
Sesama orang Islam itu seharusnya rukun dan damai, karena antara perbedaan dan persamaan diantara kelompok Islam itu lebih banyak samanya daripada bedanya.
Kadang perbedaan yg dipermasalahkan itu bukan masalah prinsip, hanya masalah furu’iyah yang memang kaya akan khilafiyah perbedaan pendapat para ulama malah diseret-seret dan dipaksakan menjadi permasalahan prinsip.
Terjadinya furu’iyah itu karena Al-Quran dan Hadist tidak menerangkan secara jelas, detail dan terperinci terhadap suatu perkara sehingga menimbulkan multitafsir dikalangan ulama, contohnya mengenai jilbab yg berkaitan dengan batasan aurat yang tidak dijelaskan secara detail dan terperinci baik oleh Al-Quran maupun Hadist.
Untuk menyikapi masalah ini bukankah Islam juga memberi keleluasaan kepada umatnya, kita diperbolehkan untuk berijtihaj, kalo kita tidak mampu berijtihaj karena keterbatasan ilmu agama yg kita miliki, kita diperbolehkan berijtihaj berdasarkan referensi menurut pendapat ulama yg kita anggap cukup ahli dan kompeten.
Kalo kita selalu mempermasalahkan dan memperdebatkan masalah khilafiyah sampai kiamat pun tidak akan beres, karena pasti setiap orang akan mempertahankan pendapatnya dengan hujjah nya masing2.
Kalo kita coba membaca sejarahnya, jilbab itu tradisi kebiasaan berpakaian para bangsawan Bizantium yang diadopsi oleh bangsa Arab. Dan dijadikan pakaian syar’i oleh kaum Yahudi.
Islam tidak pernah mempermasalahkan bentuk pakaian, Islam hanya memerintahkan untuk menutup aurat, bentuk dan modelnya bebas yg penting bisa menutup aurat.
Soal batasan aurat para ulama berbeda pendapat, silahkan ikuti yang menurut anda mendekati kebenaran.
Tidak perlu hal ini dipermasalahkan apalagi dijadikan bahan perselisihan.
Yang membuat ribet masalah pakaian ini, terjadi sejak masuknya orang2 Wahabi, Hizbut Tharir dan Ihwanul Muslimin ke Indobesia sekitar tahun 90 an.
Sebelum tahun 90 an, tidak ada yg mempermasalahkan soal pakaian.
Agama ditarik-tarik ke ranah politik dan dijadikan politik identitas. Bila tidak sesuai dengan identitas yg mereka ciptakan maka akan dianggap tidak Islami, murtad, kufur bahkan yg lebih ekstrim dianggap kafir.
Kalo kita melihat cara berpakaian Khadijah binti Ya’qub istri KH. Hasyim Ashari pendiri NU dan Siti Walidah istri KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhamadiyah walaupun berbeda tapi mereka saling menghormati dan menghargai.
Ini adalah photo para istri, anak para ulama dulu.
(Sumber: DDB)
Comment