by

Cari Jalan Keluar Atau Keluar Jalan-Jalan

Oleh : Mashuri Mashar

“Yang namanya pencegahan kan ya dicegah bukan ditindak. Sebetulnya ada enam poin yang saya sampaikan, salah satunya tentang OTT. Dengan pertimbangan bahwa OTT itu menghapus dan menghilangkan kepala daerah,” kata Husein. Demikian jawaban dari kepala daerah kabupaten Banyumas saat diwawancarai salah satu media nasional beberapa hari silam.Bahkan pernyataan viral beliau, dinilai sebagai keresahan dari banyak kepala daerah. Entah betul atau tidak, saya kurang tahu pasti. Intinya, gambar gerak yang menyebar bak virus via media sosial kemarin itu, sukses memancing reaksi publik.

Anggaplah klaim dari pak Bupati ini benar. Semua kepala daerah resah akan praktik Operasi Tangkap Tangan (OTT) lembaga antirusuah, apakah itu sesuatu yang pantas untuk dikatakan? Inilah titik berangkat kita dalam memaknai hal terkait. Terlepas segala kekurangan Komisi Penanggulangan Korupsi (KPK), toh kepala daerah yang terjaring OTT tetap diperlakukan sebagaimana mestinya. Terutama yang berhubungan dengan proses hukum. Jadi, untuk apa resah?Nah, berbicara persoalan OTT, ada baiknya kita mulai dengan sedikit penjelasan terkait.

Pertama, aturan. Sebagai sebuah lembaga negara, keberadaan KPK tentu memiliki landasan aturan. Adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2002 jadi fondasi berdirinya. Meski peraturan yang sama telah melewati beberapa revisi, keberadaan lembaga antirusuah ini belum sepenuhnya kehilangan kekuatan dalam memberantas segala praktik yang berhubungan dengan korupsi itu sendiri. Bagaimana dengan OTT? Karena lembaganya punya fondasi aturan, tidak terkecuali juga hal yang berhubungan dengan aktivitasnya. Berdasarkan pasal 12 undang-undang Tindak Pidana Korupsi (TIPOKOR), praktik OTT berlandaskan pada pemberian cuma-cuma dari/antar/ke aparatur sipil negara dengan alasan apapun diluar atau bertentangan dengan hak dan kewajibannya.

Untuk itu, dalam melaksanakan OTT, petugas berwenang melakukan beberapa hal sebelumnya. Mulai dari pengumpulan bukti, hingga penangkapan dari pelaku. Didalam proses tadi termasuk juga melakukan penyadapan dan pengintaian. Hal inilah yang menurut saya muasal kekhawatiran terbesar dari pejabat publik. Meskipun, rangkaian OTT memakan waktu yang tidak pendek. Tetap saja menyisakan ketakutan berlebihan. Lagi-lagi, jika tidak salah, kenapa harus takut?Oke, yang kedua adalah efektifitas OTT. Walau UU TIPIKOR mengalami terpaan yang cukup dahsyat, sependek pengetahuan saya, OTT masih jadi momok paling menakutkan dari penyelenggara negara. Salah satu buktinya, sukses menjaring tidak sedikit pejabat publik untuk nginap di hotel prodeo. Salah duanya, ketakutan yang menggerayangi para walikota/bupati/gubernur se-indonesia.

Contoh paling kelihatan, kepala daerah kabupaten Banyumas diatas. Tentu itu sebuah pencapaian, bukan?Inilah contoh jika OTT masih bisa dikatakan efektif dalam penerapan. Soalnya kemudian bagaimana koruptor tadi di “acara” pengadilan? Lagi-lagi hal ini sudah diluar wewenang dari KPK. Tentu akan banyak lagi variabel yang masuk. Salah satunya para (yang katanya) penegak hukum. Maka dari itu, harapan pada mereka penghuni gedung merah putih di Jalan Kuningan Persada No.4 Jakarta ini masih pantas kita berikan. Karena tanpa mereka, kasus “Papa Minta Saham” atau potongan 10 ribu dana bantuan sosial tidak akan mencuat di permukaan.Kita kembali pada curahan hati bupati Banyumas diatas.

Kutipan pidato kontroversial dari wedana Banyumas ini terucap saat bersama kepala daerah lainnya tengah mengikuti kegiatan Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK pada Kamis (11/11/2021) di Semarang, Jawa Tengah. Menurutnya, karena ada kata “pencegahan” di spanduk acara, usulan untuk memanggil kepala daerah yang terbukti korupsi adalah bentuk dari pencegahan itu sendiri. Tujuannya satu, kepala daerah yang korup tadi, sebaiknya dibina. Jika tidak berubah, barulah dia bisa ditangkap.Tunggu, ijinkan saya ketawa dulu. Hahahaha.

Dia menambahkan; “Dengan pertimbangan bahwa OTT itu menghapus dan menghilangkan kepala daerah, padahal bisa jadi kepala daerah tersebut punya potensi dan kemampuan untuk memajukan daerahnya,”Bukan main kemampuan melucu Tumenggung Banyumas dua periode ini. Saat kategorisasi “pencegahan” sepihak sudah sedemikian lucunya, penjelasan tambahan bahwa praktik OTT justru menghambat kemajuan jadi penutup lucu lainnya. Kejadian ini memberi kita banyak pelajaran. Diantaranya, tidak sedikit kepala daerah yang masih rapuh fondasi fikir terkait peran, fungsi, tanggung jawab, dan kewajiban saat menjabat. Anggapan bahwa jabatan publik adalah sesuatu yang tidak atau sulit untuk goyah masih jamak jadi kepercayaan mereka.

Bahkan mereka bercap wakil rakyat saja masih sering tertukar antara hak dan kewajiban di hadapan pemilih mereka. Parahnya, saat anggapan posisi mereka adalah sebuah hak semata. Jangan kaget jika akhirnya orang-orang tadi mendekati konstituen hanya ketika menjelang pemilihan (saja) atau saat mereka sudah akan berakhir masa jabatan. Akhir kata, sebagai warga wajib pajak, pesan saya hanya satu buat bapak-ibu pejabat publik yang gelisah tadi.“Jika masalah tidak ada jalan keluar, mending kalian keluar jalan-jalan”Tapi ingat, jangan pakai dana rakyat untuk Plesiran.Siap, pak-bu?

Sumber : Status Facebook Mashuri Mashar

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed