by

Bisnis dengan Si Kaum Itu

Oleh : Harun Iskandar

Janji ketemu, akan bicarakan soal ‘bisnis’. Dengan manusia ‘sarngi’. Berbusana ‘sarngi’. Bergaya ‘sarngi’. Ketemu, baik langsung, via telpon, atau WA, selalu menyapa dengan ‘gaya’ Islami.

Assamualaikum wr wb . . .

Lengkap

Saya dan dia, sebenarnya saling butuh. Namun secara ‘teknis’ dia lebih butuh. Dia harus penuhi tenggat waktu. Makanya saya tenang2 saja . . .

Janji Pertama batal. Sudah mendekati hari H, baru beri kabar. Padahal yang tentukan dia sendiri . . .

Setting Janji Kedua, ‘mungkin’ sekitar tanggal ini sampai tanggal itu. Dia sendiri yang omong. Tapi sampai ‘rentang’ waktu diatas itu lewat, ndak ada kabar . . .

Setting Janji Ketiga. Saya tegur. Kapan2, jadi atau ndak, harap beri kabar. Jangan terus ‘plêncing’ begitu. Kata saya.

Dia minta maaf . . .

Hari Janji Ketiga sudah ditentukan, dia yang pilih, saya mengiyakan. Seperti janji2 yang lalu, yang sebelumnya . . .

Malam jelang hari-H, Janji keTiga, dia telpon. Sekedar ingatkan. Besok ketemuannya.

Iya, Suwun. Jawab saya . . .

Pagi saya berangkat. Dua puluh lima menit sebelum Jam-D, saya sudah tiba di tempat pertemuan. Disambut ramah.

Assamualaikum2 lagi.

Begitu duduk, tanya2 kabar. Lalu disampaikan, bisa ndak waktu ‘digeser’ besok saja . . . ?

Yok opo ? Bagaimana ? Sudah ada di tempat, lho !

Apa ndak kepingin ‘njêjêg’ rai-né ?!

Apa ndak kepingin nendang mukanya ?!

Saya ndak mau. Bersikukuh. Akhirnya deal juga Hari-H ini dan Jam-D ini . . .

Ini janji yang keTiga . . .

Mulus . . . ? Ndak . . . !

Setelah lihat2 dan periksa dokumen, dia berkata, mulai sekarang ada ‘perbedaan’. Ada perubahan.

Ini tahun ke 7 saya ber-‘bisnis’ dengan dia. Dan perbedaan-perubahan itu, ndak dibicarakan sebelumnya. Di telpon atau via surat, email. Mendadak. Baru saat ketemu ini.

Perubahan itu merugikan saya. Saya ndak mau, bersikukuh dan sekaligus marah. Pokoknya seperti tahun2 sebelumnya !

Jadi sukur, ndak jadi ya sudah . . .

Lama kemudian, akhirnya dia putuskan oke. Seperti yang saya minta. Tetap seperti tahun2 lalu. Yang sudah enam tahun berjalan . . .

Tapi terpaksa disetting lagi waktunya. Untuk janji yang ke-Empat. Dia ganti yang ke rumah saya. Mungkin karena sungkan. Tanggalnya belum jelas kapan . . .

Yok opo ? Bagaimana . . . . ?

Apa ndak kepingin njêjêg rai-né.

Apa ndak kepingin nendang mukanya ?!

Tapi saya tetep tenang2 saja. Yang terikat tenggat waktu dia. Awal bulan depan harus ‘deal’ . . .

Kayaknya orang ini ndak ngerti arti dan makna salam ketemuan ‘gaya’ Islami. Yang setiap saat dia ucapkan. Minimal 5 kali sehari. Di akhir waktu Sembahyang Wajib. Sholat Wajib, dia menyebutnya.

Assalãmualaikum Warahmatullãhi Wabarakãtuh . . .

Kalau ndak ngerti arti dan maknanya, ndak usah gaya2an. Nurut saya kalau ketemuan pakai saja salam2 Nusantara yang, misal ala Suroboyoan. Kayak saya.

Juanchok ! Jik urip koen ?! Sehat, ta ?!

Juanchok ! Masih hidup kamu ?! Sehat, ya ?!

Kasar memang, tapi pasti. Pasti ndak ‘mbujukan’. Ndak suka janji bohong.

Ya iya. Ndak ndak . . .

Tanda2 orang Munafik itu, kalau janji ndak ditepati, dititipi amanah malah khianat, kalau bicara dusta . . .

Pendek kata, bermulut manis tapi bosok . . .

Selamat Jumatan . . .

Sumber : Status Facebook Harun Iskandar

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed