by

Berebut 4 Partai Parlemen Sisa

Oleh: Pepih Nugraha

Dunia perpolitikan koalisi partai demikian dinamis dan benar-benar masih cair. Belum beku dan membentuk sebuah gugusan kaku. Semua masih bisa terjadi.

“Transfer pemain” (baca: politikus yang dianggap vote-getter) juga terus berlangsung, dimotori Ridwan Kamil (RK) dan Soekarwo yang berlabuh ke partai lawas, Golkar.

Merapatnya politikus ke sebuah partai yang langsung menduduki jabatan puncak seperti RK dengan menjadi wakil ketua umum, tentu harus dengan pamrih. Tidak ada makan siang gratis.

Setelah ini RK harus rajin turun ke jalan sebagai “vote-getter” khususnya pemilih muda (milenial) Indonesia sesuai kapasitasnya yang paham dunia media sosial. RK juga harus mempromosikan Airlangga Hartarto selaku ketua umum Golkar yang elektabilitasnya tak kunjung naik.

Soekarwo yang hengkang dari Demokrat, menduduki jabatan di dewan pakar. Tentu yang diambil juga senioritas dan pengaruhnya di Jawa Timur, mengingat Pakde Karwo adalah mantan gubernur Jatim. Pakde Karwo juga harus bisa “menjual” Airlangga Hartarto.

Kini koalisi parpol yang sudah mulai terbentuk -setidaknya sudah mencapai 20 persen Presidential Threshold- berebut 4 partai parlemen sisa, yakni PDIP, PKS, Nasdem, dan Demokrat. Partai parlemen adalah partai politik yang memiliki kursi di parlemen.

Dua koalisi partai yang sudah terbentuk yaitu Koalisi Indonesia Baru (KIB) beranggotakan Golkar, PAN, PPP dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) beranggotakan Gerindra dan PKB.

Kemarin KKIR sudah membentuk Sekretariat Bersama (Sekber) berupa kantor di kawasan Menteng. Di KKIR belum ada kata putus siapa bakal capres dan siapa bakal cawapres mengingat koalisi ini masih memelihara “matahari kembar”, yakni Prabowo Subianto dan Muhaimin “Cak Imin” Iskandar yang sama-sama bakal capres.

“Legalitas” Prabowo sebagai capres lebih dari cukup mengingat elektabilitasnya selalu berada di tiga besar. Selain itu, Prabowo adalah ketua partai besar, Gerindra, yang perolehan suaranya jauh di atas PKB di bawah pimpinan Cak Imin. Pun elektabilitas Cak Imin sulit terdongkrak meski segala cara dan upaya telah dilakukan.

Namun demikian, Muhaimin belum menurunkan daya tawarnya di depan Prabowo, apalagi dia membawa-bawa “Ijtima Ulama” yang kinon merekomendasikannya sebagai bakal capres.

Itulah satu-satunya senjata tawar yang kini dibawa-bawa Cak Imin, bahkan mungkin tatkala tidak ada kesepakatan dengan Prabowo dan menawarkan diri ke koalisi partai lain.

KIB, koalisi “Kuning-Hijau-Biru” juga berusaha berburu partai lain untuk diajaknya berkoalisi. Sama seperti usaha KKIR, empat partai parlemen sisa mereka dekati dengan tingkat percaya diri tinggi. Bagaimana tidak, PDIP yang bisa sendiri mengusung capres-cawapres tanpa berkoalisi pun tetap mereka incar.

Nasdem, PKS dan Demokrat yang sedianya membentuk persekutuan bernama Koalisi Perubahan (KP) tak kunjung terwujud. Di mata KIB dan KKIR, PDIP dan ketiga partai lainnya itu tetaplah masih “menjomblo” karena tak kunjung membentuk koalisi.

PDIP sendiri meski bisa jalan sendiri, tetap membutuhkan kawan pendamping yang bisa mengeruk suara tambahan. Biasanya faktor “Nahdlatul Ulama” tetap diperlukan PDIP sebagaimana Ma’ruf Amin yang mewakili NU pada Pilpres 2019 lalu. Tetapi tentu saja cawapres yang dimaksud bukan Cak Imin, kendati untuk diajak berkoalisi PDIP terbuka saja. PDIP membutuhkan tokoh yang benar-benar mewakili NU.

Secara teoritis memang hanya empat koalisi yang kemungkinan terbentuk menghadapi Pilpres 2024 nanti. Namun melihat dinamika, manuver dan pergerakan parpol, kemungkinan hanya tiga koalisi partai terbentuk lebih masuk akal, yang berarti hanya akan ada tiga pasangan capres-cawapres yang bertarung memperebutkan Istana.

Namun demikian, selaku “the ruling party” selama dua periode, PDIP akan menjadi “buldozer” di saat-saat akhir. Bukan PDIP yang merayu partai lain masuk, melainkan partai lainnya (yang belum membentuk koalisi) yang akan ramai-ramai merapat dengan konsesi pembagian kekuasaan saat menang nanti.

Jika ini terjadi, bisa jadi hanya akan ada dua koalisi besar yang bertarung pada Pilpres 2024 nanti, yakni koalisi PDIP melawan koalisi partai sisa.

(Sumber: facebook)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed