by

BEM UI Bukan “Agent of Change”, Tapi Agen Binaan Wahabi

Oleh : Nuryaman Benny Hariyanto

Saya sama sekali tidak terkejut saat mengetahui Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) membuat postingan di jejaring media sosial resmi milik mereka, Sabtu (26/6/21) sore pukul 18.00 WIB. Isinya tentang sindiran terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengarah pada pelanggaran UU ITE. Dalam unggahannya, BEM UI menyertakan foto Presiden Jokowi dengan mahkota raja disertai dengan tulisan “Jokowi: The King of Lip Service”.

Di latar foto tersebut, ada gambar bibir yang cukup besar. Sementara, foto Presiden Jokowi sedang berdiri di atas podium resmi kenegaraan dengan lambang burung Garuda.Saya juga tidak terkejut sama sekali saat BEM UI tetap tidak mau men-take down unggahan mereka tersebut. Padahal, postingan itu sudah mendapat respon dari pihak Rektorat UI dalam bentuk surat panggilan, Minggu (27/6/21) sore. Tapi BEM UI sama sekali tidak bergeming.

Selanjutnya, saya juga sama sekali sangat-sangat tidak terkejut ketika peristiwa tersebut langsung mendapat respon dukungan dari PKS. Adalah Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Senin (28/6/21), mengatakan apa yang dilakukan BEM UI sesuatu yang wajar. Menurut Mardani, semua pihak seharusnya melihat kritikan BEM UI itu sebagai pematangan peran kepemimpinan para mahasiswa.

Dari rangkaian peristiwa tersebut kita bisa langsung melontarkan sejumlah pertanyaan mendasar. Apakah sebagai sebuah lembaga formal mahasiswa, BEM UI ini independen, terbebas dari kepentingan politik praktis? Pantaskah BEM UI menyandang predikat sebagai “Agent of Change”? Layakkah BEM UI mendapat sebutan sebagai insan intelektual? Jawabannya, jelas BEM UI tidak independen sebagai sebuah lembaga formal kemahasiswaan. Dari narasi yang dibangun dengan mengatakan Presiden Jokowi sebagai The King of Lip Service, tampak sekali aroma tendensius dan hate speech tanpa ada argumentasi yang konstruktif, selayaknya mahasiswa.

Bukan rahasia umum lagi, bagaimana dinamika kemahasiswaan di UI sudah sarat dengan kepentingan politik praktis dan partisan. Siapapun yang akan menjadi pengurus BEM di tingkat universitas, harus melalui ‘seleksi ketat’ salah satu organ binaan PKS yang berpaham Wahabi-isme, yakni KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Karena dari pola yang ada, dari periode ke periode, cengkraman Wahabi di kampus UI sangat terasa melalui forum tarbiyah dan murobi.

Ironisnya, tidak hanya dinamika kemahasiswaan lewat BEM UI di tingkat universitas yang sudah dikooptasi oleh Kaum Wahabi, tapi sejumlah dosen dan birokrat kampus, bahkan para karyawannya yang dulu dikenal dengan sebutan “Kampus Orde Baru” itu juga sudah banyak yang berpaham Wahabi. Sehingga, bagaimana mungkin kampus yang semestinya menjadi laboratorium kehidupan bisa menjalankan Tri Darma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian Kepada Masyarakat, jika dinamikanya dipengaruhi oleh paham Wahabi yang anti nasionalisme, tidak menghormati akar budaya bangsa dan taklik buta terhadap nilai-nilai keagamaan yang universal. Berikutnya, jelas diragukan jika BEM UI itu sebagai “agent of change”.

Dengan sejumlah temuan di atas, BEM UI lebih pantas disebut sebagai “Agen Binaan Wahabi” karena lebih banyak memperjuangkan tujuan-tujuan pragmatis dan politisnya Wahabi, dalam hal ini PKS, daripada melakukan perubahan fundamental untuk masyarakat Indonesia. Juga, diragukan kalau kita menyebut BEM UI sebagai insan intelektual, karena dari cara pandang dan cara mainnya masih amatir, tidak intelek, tidak progresif, bahkan tidak ideologis sama sekali.

Bisa dipastikan, BEM UI ini jauh dari forum-forum dan kajian-kajian intelektual yang berbasis pada nilai-nilai kerakyatan dan kebangsaan. Bagaimana mungkin, lembaga kemahasiswaan menjauh dari forum strategis seperti itu?Ingat, mahasiswa itu kaum terpelajar tingkat tinggi. Karenanya ada sebutan “maha” sebelum kata “siswa”. Maka, sudah semestinya segala sesuatu harus ada pertanggung jawaban dan (Postulat) landasan berpikir yang kuat dan mendasar, bahkan ideologis. Bukan asal bunyi dan menyebarkan fitnah di tengah-tengah masyarakat.

Kalau sekadar bunyi-bunyian fitnah, apa bedanya BEM UI dengan kaleng rombeng?”Setinggi Tinggi Ilmu, Semurni Murni Tauhid, Sepandai Pandai Siasat, semua ditujukan semata mata untuk Bagimu Negeri, Jiwa Raga Kami!”

Aktivis’98, Waketum BARIKADE’98

Sumber : Status Facebook Nuryaman Benny Haryanto

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed