Oleh : Asrof Husin
Ada beberapa doktrin terkenal didalam masyarakat tentang jodoh dan pernikahan, entah itu doktrin agama atau budaya, yang mana sangat sulit untuk diubah bahkan tidak bisa diubah lagi dan beberapa doktrin ini secara pribadi saya tidak sependapat, saya hanya mengajak berfikir kritis dengan keilmuan dan jika ada yg tidak sependapat dengan saya maka saya tidak masalah dan saya tidak mau berdebat.
* Jodoh sudah ditentukan, ditetapkan Tuhan.
– Jika menikah maka akan dibilang : Sudah jodoh mereka yang ditetapkan Tuhan.
– Jika bercerai maka akan dibilang : Sudah habis jodohnya, salah jodoh atau sudah takdir Tuhan.
Apakah jodoh, pasangan hidup itu sudah ditentukan, ditetapkan Tuhan ? Pertanyaannya :
– Apakah poligami, istrinya sampai 4 itu, apakah berarti 4 istrinya itu adalah jodohnya yg telah ditetapkan Tuhan ? Ataukah atas nama nafsu belaka ?
– Apakah seorang anak yg dijodohkan orang tuanya, yg dipaksa menikah atas pilihan orang tuanya meskipun anaknya tidak suka, apakah itu jodoh yg sudah ditetapkan Tuhan juga ?
– Apakah jika ada lelaki yg melamar maka harus langsung diterima karena itu sudah jodohnya yg sudah ditetapkan Tuhan, tanpa perlu mengetahui sifat dan pekerjaannya, karena jika tidak diterima lamaran ini maka jodohnya sudah tidak ada lagi ?
– Apakah suami yg suka KDRT, suka memukuli istrinya, selingkuh, pemalas, bahwa itu juga jodohnya yg sudah diberikan/ditetapkan Tuhan ?
– Apakah yang banyak terjadi perceraian itu berarti Tuhan telah salah ngasih jodoh ?
Apakah jodoh/pasangan hidup itu telah ditentukan, ditetapkan Tuhan ? Marilah kita berpikir kritis karena antara jodoh dan bodoh itu batasnya sangat tipis.
Bagi yg berpaham jodoh telah ditetapkan Tuhan, bagi saya terserah saja. Saya sendiri berbeda paham, saya tetap percaya Tuhan tetapi Tuhan sendiri memerintahkan kepada manusia untuk berusaha, berusaha dalam segala hal, seperti : mencari rezeki, kesehatan, jodoh, dll. Tuhan menyuruh mencari jodoh, suami atau istri, carilah yg terbaik dimulai dari sifatnya dan seterusnya dan bukan berarti mencari pasangan yg sempurna, karena tidak ada yg sempurna. Tetapi jika perempuan menseleksi/meneliti calon suaminya dimulai dari sifatnya dan itu wajar dan harus demikian, karena jika terjadi perceraian maka biasanya yg paling menderita itu perempuan.
Jika benar jodoh itu sudah ditetapkan Tuhan, lalu kenapa terjadi banyak sekali perceraian ?
Apakah Tuhan telah salah dalam menjodohkan ?
Dan mereka menjawab dengan ngeles :
Jodoh sudah ditetapkan Tuhan dan perceraian itu pilihan.
Dan Tuhan pun dipaksa dibawa kedalam urusan manusia : Kawin – cerai.
* Nikah aja dulu, nggak masalah nggak ada kerja, setelah nikah rezekinya pasti lancar datang, nikah itu membuka pintu rezeki, rezeki sudah ada yang ngatur.
Bagi saya pribadi ini adalah perkataan yg menyesatkan. Tidak ada kerja, menikah, punya anak, perlu biaya tapi minim uang dan akhirnya terjadi pertengkaran, lalu terjadilah perceraian. Jika menikah membuka pintu rezeki, lalu kenapa banyak pasangan suami istri cerai karena masalah ekonomi.
Menurut data : Setiap 1 jam terjadi 50 kasus perceraian di Indonesia.
Menurut data statistik Indonesia pada tahun 2021 jumlah kasus perceraian di Indonesia berjumlah 447.743 kasus, meningkat 53,50% dibandingkan tahun 2020 dan semua kasus perceraian ini didominasi oleh faktor ekonomi.
Selain itu juga Kadus KDRT dan selingkuh.
* Haram berpacaran jadi langsung nikah aja, tidak masalah nikah muda malah bagus, takut berzinah jadi langsung nikah aja.
Faktanya : Mereka yang sudah menikah saja terjadi banyak perzinahan atau selingkuh.
Faktanya : Banyak janda muda di Indonesia karena kasus perceraian, karena nikah muda.
Dalam mencari jodoh, dalam mencari pasangan hidup, gunakanlah akal sehat dan yang harus diingat itu adalah batas tipis antara jodoh dan bodoh. Jodoh dibela2 demi cinta meskipun orang tuanya sudah menasehati bahwa lelaki itu sifatnya tidak baik, tetapi karena sudah mabuk cinta, budak cinta maka akal sehat pun jadi hilang dan KDRT pun dianggapnya bumbu cinta yg menyehatkan dan jadilah bodoh.
Rahayu.
Sumber : Status Facebook Asrof Husin.
Comment