Oleh : Karto Bugel
Kejaksaan Agung pun ikut bermain politik. Konteksnya tidak terlalu jauh, dijadikan alat oleh para pemilik kepentingan politik.
Airlangga Hartarto yang Ketua Umum Golkar, Menko Perekonomian sekaligus salah satu bakal capres atau cawapres misalnya, pemeriksaan terhadap dirinya memantik rasa curiga pada Kejagung.
Benarkah?
Saat Johnny G Plate mulai diperiksa, isu yang sama sempat terlontar. Faktanya, setelah melalui pemeriksaan intensif, panjang dan melelahkan, mantan Sekjen Nasdem itu kini sudah disidangkan. Vonis dengan hukuman tertentu hanya tinggal tunggu waktu saja.
Dan bila kita cermat, itu dimulai dari audit BPK. Saat itu BPK menemukan bukti bahwa proyek BTS 4G Kominfo merugikan keuangan negara senilai Rp8,32 triliun.
Jadi kalau BPK sudah menemukan kerugian negara Rp8,32 triliun dan Kejagung tidak menindaklanjuti temuan tersebut, itu justru harus kita pertanyakan.
Pun pada cerita mulai diperiksanya Menko Perekonomian, Kejaksaan Agung pun mulai bekerja karena mendapat umpan bola. Bukan dari BPK, kali ini dari hasil keputusan MA.
Pemeriksaan itu dilakukan berdasar putusan MA yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap terhadap perkara lima terpidana dalam kasus dugaan korupsi terkait perizinan ekspor CPO.
Kelima terpidana divonis MA rata-rata lima sampai dengan delapan tahun penjara dan kelimanya tidak dibebani uang pengganti sebesar Rp6,47 triliun.
Apakah kelak sama seperti Johnny G Plate yang disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, itu kewenangan Jaksa penyidik.
Yang jelas, dugaan bahwa kebijakannya sebagai menteri telah membuat terjadi tindak pidana korupsi di lingkungannya dan merugikan negara, itu memang dapat diancam pidana.
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengatur bahwa mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana.
Sumber : Status Facebook Karto Bugel
Comment