by

Apakah Semua yang Berhubungan dengan Israel Buruk?

Oleh : Budi Santosa Purwokartiko

Dalam islam kita diajari untuk bersujud, menempatkan diri pada posisi yang paling rendah sambil memuji Maha Suci Tuhan Yang Maha Tinggi (Subhaana rabbiyal a’la wa bihamdihi). Itu dilakukan tiap hari sebagai kewajiban. Bahkan banyak orang yang menambah amalan sunnah, bangun di malam hari dan dilanjutkan pagi saat matahari naik. Semua ada ritual bersujud, merendahkan diri dan meninggikan sang Pencipta. Ritual yang begitu indah mengajarkan kerendahan hati. Dari ibadah-ibadah ritual ini diharapkan kita jadi manusia yang lembah manah, bisa menghargai manusia lain, punya tenggang rasa, apa ymang kita lakukan belum banyak berarti bagi orang lain, kita hanya manusia lemah, dst.

Sikap-sikap yang menghargai manusia, menghargai aturan yang dibuat bersama, menghormati kesepakatan masyarakat, menjaga adat budaya masyarakat, adalah output dari ibadah ritual itu.Tapi itu tidak mudah. Seringkali dari ritual untuk melatih kerendahan hati itu justru dibarengi dengan perilaku ingin pamer apa yang sudah dilakukan, ingin kabar-kabar. Kadang ironis lagi kita yang rajin sholat, merasa begitu hina di depan Tuhan, sering sangat jumawa di depan manusia, sering ingin menjadi Tuhan bagi manusia lain.

Lalu kemana sisa sujud kita itu?

Itulah yang saya alami kemarin. Ketika dalam seminar yang diadakan sebuah PTS, terpikir ide mengajak kerjasama dengan salah satu universitas di Israel untuk mengolah air laut jadi air bersih dan menyulap tanah Kaltim jadi tanah subur untuk buah dan sayur, langsung ada seorang dekan PTS ybs protes keras. Katanya Israel tidak pantas diajak kerjasama. Lalu yang lain menganggap ide saya menyakiti umat mayoritas yang membenci Israel. (sampai kapan kita akan membenci dan memusuhi, bukannya islam artinya damai? sampai kapan rakyat Palestina dan Israel akan menderita akibat perang tidak berkesudahan?

Mengapa orang2 itu diam ketika uang Umrohnya dipakai Arab Saudi mengebom Yaman? )Ya Allah, mana sisa sujudnya orang2 itu? Karena kata salah satu pejabat di PTS yang mengundang saya, keduanya adalah penganut Islam yang ‘anu’, rajin ibadah. Sang dekan sering memanggil mahasiswi dan dosen perempuan yang nggak pakai jilbab untuk ‘dipaksa’ segera makai jilbab. Bahkan sering juga dia keliling kelas, jika sudah masuk waktu sholat untuk menghentikan semua kegiatan seminar atau belajar mengajar yang sedang berlangsung.

Dosen tidak boleh melakukan aktivitas lain, harus sholat jamaah. Dekan ini juga suka berlama-lama ibadah di mesjid saat tugas.Lalu mana sisa sujudnya? Kenapa dia seperti yang Maha Kuasa?

Sumber : Status Facebook Budi Santosa Purwokartiko

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed