by

Antara Presiden, Tambang dan China

Oleh : Baktiar Pakpahan

Amerika dan Australia udah terlalu lama mengeruk keuntungan hasil bumi kita.

SMELTER

Didalam perusahaan diketahui pertambangan menghasilkan mineral logam murni seperti

emas, nikel, tembaga, perak dan lain-lain dalam prosesnya ada 2 tahapan produksi yang dilewati :

Yang pertama adalah proses penambangan itu sendiri, dan yang kedua adalah proses pemisahan, pengayakan atau pemurnian mineral logam tersebut. Hal ini yang diproses

oleh pabrik Smelter.

Freeport oleh mayoritas masyarakat Indonesia diketahui penghasil emas ya, tapi mungkin hanya sedikit yang tahu kalau Freeport Indonesia hanya menambang, mengeruk tumpukan- tumpukan tanah atau pasir saja.

Dan seterusnya “tumpukan” tanah maupun pasir ini diangkut langsung ke Australia.

Mengapa ke Australia ?

Karena disinilah pabrik Smelternya berada, jadi proses pengayakan, pemurnian jadi emas murni dilakukan di Australia.

Yang jadi pertanyaannya benarkah yang ditambang itu hanya emas doang (?)

Anggota DPRD Papua pada tahun 2010 sempat mengungkapkan jika Freeport juga menambang Uranium secara ilegal, cuman masalah ini tidak terlalu heboh kepermukaan.

Jadi kita tidak perlu heran mengapa Australia terkesan mendukung kemerdekaan Papua.

Tahun 2023 Smelter Freeport sudah selesai dibangun di Gresik, karena itu menjadi tantangan yang menarik buat pemerintahan selanjutnya, berani tidak mengumumkan hasil pengolahan Smelter ini, apa saja mineral logam yang dihasilkan ?

Nah jika desas-desus selama ini bahwa ada beberapa jenis mineral logam yang lain dihasilkan, beranikah pemerintahan selanjutnya menuntut Freeport dan segala perusahaan

yang terlibat didalamnya ?!

Yang jadi pertanyaan mengapa perusahaan RRC mampu membangun smelter di Indonesia ?!

Anti Cina ?!

Kenapa tidak anti Barat, ketika emas kita dikuras?!

“Ini sudah bolak-balik saya sampaikan, ini urusan nilai tambah yang ingin kita peroleh, yang ingin kita kejar dari hilirisasi, dari downstreaming itu. Enggak bisa lagi kita mengekspor dalam bentuk bahan mentah, mengekspor dalam bentuk raw material, sudah. Begitu kita dapatkan investasinya, ada yang bangun, bekerja sama dengan luar dengan dalam atau pusat dengan daerah, Jakarta dengan daerah, nilai tambah itu akan kita peroleh,” sebut Presiden.

Setelah adanya smelter di tanah air dan pemerintah menghentikan ekspor bijih nikel, pada tahun 2021 ekspor nikel melompat 18 kali lipat menjadi 20,8 miliar dolar AS atau Rp 300 triliun lebih.

Tetapi kebijakan Pemerintah digugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Walau kalah, Presiden tidak menyurutkan langkah Indonesia untuk melanjutkan kebijakan yang lebih ekstrim lagi.

Stop eksport bauksit,

Stop eksport kopi,

” Sudah beratus tahun kita mengekspor itu. Setop, cari investor. Investasi agar masuk ke sana, sehingga nilai tambahnya ada,” sebut Presiden Tegas.

FREEPORT sudah ada

puluhan tahun di Indonesia (+/- 53 tahun)

mengapa belum bisa alih tekhnologi …..

iya karena TEKNOLOGI MUTAKHIRNYA TIDAK ADA DI INDONESIA, KARENA SMELTERNYA DI AUSTRALIA BUKAN DI INDONESIA.

Nah yang jadi masalah besar sekarang,

siapa Presiden selanjutnya setelah JOKOWI,

itu yang menjadi penentu hasil tambang bumi Indonesia mau dikemanakan. Presiden Jokowi sudah menang satu langkah penuh perjuangan mengambil alih 50 % lebih saham Freeport,

tetapi

itu akan bisa berubah bila rakyat Indonesia salah pilih Presiden tahun 2024.

Tidak heran Presiden Jokowi dalam setiap kesempatan selalu mengingatkan :

HATI-HATI !!!

Karena Presiden Jokowi sudah tau sejak lama, Negara mana dukung siapa capres nya demi kepentingan apa.

HATI-HATI !!!

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed