by

Antara Demo dan Doa

Oleh: Iyyas Subiakto

Elite kita ini kalau di bilang norak merajuk, dibiarkan jadi seperti Kebo yg kupingnya kemasukan jangkrik, ribut melulu, halu tak pernah berlalu.

Kalau politikus kita ya sudahlah kita maklum karena parlemen itu kan cuma gedung mentereng yg outputnya cuma beleng-beleng.

Liat saja tuntutannya selangit hasilnya seuprit. Mau vaksin minta duluan, tapi ada juga yg koar² gak mau di vaksin, sampai orang daerah ketakutan. Diri mau jadi panutan, tapi kelakuan bak komedian, lucu. wakil rakyat kok norak.

Musim isoman minta di hotel. Matanya rabun dekat liat tenda di parkiran RS utk pasien yg meluber gak pernah melek.

Beberapa waktu belakangan ini kita melihat keluarga Cikeas kumat lagi. Walau kita tau secara musiman pasti akan ada drama lanjutan sejak Jokowi memegang pemerintahan ada saja gaya dari dinasti yg alergi dari tau diri ini, seolah dulu saat dia memerintah kita dibuat bungah, padahal kita mau muntah.

Bermula dari isu demo BEM UI, terus saut sautan Twitter salah ayat, nyambung demo Jokowi End Game, lalu ngajak perang Ama buzzer, terus sekarang ada doa untuk Indonesia.

Sebenarnya isu Bohir demo kan sudah sejak 411, 212, terus menjadi isu. Netizen akhirnya jadi mentrade Mark. Bahwa setiap gerakan yg isunya menjegal Jokowi pasti ada asap dari sana. Dan hebatnya di respon juga dgn kalimat yg menguatkan, seolah berkata : itu gue.

Pendiri medsos semua bakal masuk surga, karena selalu dipenuhi hal-hal baik, termasuk DO’A, walau banyak juga sampah hoaks yg bermunculan, tapi minimal seimbang antara baik dan buruknya. Apalagi kalau do’a dari mantan yg pengen negaranya aman, atau minimal masih ada andil di tengah rakyat yg kesulitan. Walau cuma dia, mayanlah.

Tapi karena sudah selalu baperan do’anya jadi murahan, apalagi do’anya menyalip isu demo yg banyak bersahut-sahutan.

Do’a politik itu tak apik, dan Tuhan tau itu, bahwa hatinya tak baik-baik saja.

Sebenarnya sudah lama rakyat ini tau kalian siapa, hanya memang masih ada rakyat yg melacurkan kebaikan yg akhirnya masih memilih kalian. Namun searah dgn berjalannya waktu rakyat makin tau dan kecerdasan politiknya terbangun. Khususnya era Jokowi yg memberi contoh bahwa yg baik itu seperti ini bukan seperti you.

So, the End Game is not Jokowi, but you. No body but you.

(Sumber: Facebook Iyyas Subiakto)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed