Oleh: Erizeli Bandaro
Bahwa Anies itu dijaga oleh kekuatan politik bukanlah rumor. Sebenarnya sejak dua tahun lalu kasus Formula E sudah masuk penyidikan. Karena dasarnya temuan BPK. Tapi KPK menghadapi dilema. Karena intervensi politik mengawal Anies juga sangat besar. Bahkan Ketua KPK sempat curhat ke Mahfud. Dan Mahfud memberikan dorongan politik untuk KPK tidak ragu. Tetapi tetap saja KPK tidak berani bersikap tegas.
Minggu lalu KPK berhentikan Endar Priantoro sebagai direktur Penyelidikan KPK. Padahal dalam Pasal 30 Peraturan KPK 1/2022 disebutkan jika pegawai KPK yang berasal dari kepolisian, hanya dapat dikembalikan ke instansi induknya jika melakukan pelanggaran disiplin berat. “Pertanyaannya, pelanggaran disiplin berat apa yang dilakukan Endar?”
Yang pelanggarannya karena Endar menolak kasus Formula E ditingkatkan jadi penyidikan tanpa ada bukti permulaan yang cukup. Ketua KPK, sepertinya sudah sampai batas untuk bersikap tegas. Maklum ini masalah politik dan KPK harus independent.
Pada waktu bersamaan ketua KPK dilaporkan ke Dewas atas bocornya LHP dugaan korupsi tunjangan kinerja Tahun Anggaran 2020-2022 di Kementerian ESDM. Ini fatal mistake. Karena sama saja memberikan peluang target operasi bisa meloloskan dirinya dari jerat hukum korupsi. Apalagi bukti ditemukan saat penggeledahan oleh KPK. Nasip ketua KPP diujung tanduk.
Sementara Menanggapi surat KPK atau pemberhentian Endar Priantoro, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menyurati kembali Ketua KPK Firli Bahuri terkait dengan jawaban atas pengembalian anggota Polri untuk bertugas di lingkungan KPK. Nah kan perang ini. Perang antara Polri dan KPK. Antara Buaya dan Cicak.
Anasir Udin pedagang sempak.
Pertama. Anies memang tidak diinginkan oleh Partai Koalisi pemerintah ( minus Nasdem) tapi mengkasuskan Anies akan membuka masalah lebih besar secara politik. Kan engga mungkin satu kesalahan tidak terkait dengan kesalahan pihak ketiga. Apalagi kesalahan Anies bersipat sistem dan procedural, bukan personal—seperti terbukti kena OTT. Dan ini akan mengganggu stabilitas keamanan.
Kedua. Keinginan agar Anies kena kasus dan batal dicalonkan ke KPU sebagai capres tidak berasal dari PDIP. PDIP lebih memilih menghadapi Anies head to head dan PDIP sudah sangat siap. Calon PDIP jelas lebih hebat dari Anies dan pasti diterima oleh komunitas Islam ( maaf saya tidak bisa buka namanya calonnya). Tunggu aja. Beda dengan koalisi Golkar dkk termasuk relawan, yang tidak siap. Dan berharap Anies gagal nyapres.
Ketiga. Sikap Polri tidak akan beda jauh dengan sikap TNI. Kedua institusi itu berusaha meredam potensi konflik. Karena tugas pokok mereka menjaga stabilitas keamanan. ” demi stabilitas keamanan biarkan saja Anies melenggang ke Pemilu. Kalau benar dia dipilih rakyat ya dia menang , kalau engga. ya kalah. Ngapain kriminalisasi dia. Lawan anies caranya hanya satu, yaitu cari lawan tanding yang lebih hebat dari dia. Itu cara yang benar.
(Sumber: Facebook DDB)
alias TENANG PILIH