by

Anak Kyai Memanfaatkan Pemilu

Oleh : Rijal Mumazziq

“Ente kalau nggak bantu ana, hidup ente nggak berkah. Di-ghodlob-i jidd Rasulullah.”

“Ilmumu itu dari pondok ini, dari abahku, kalau nggak mbantuku di saat ini, tak dongakne ilmumu nggak manfaat.”

….yang pertama dari sayyid, dikatakan kepada seorang kiai muda yang kebetulan juga pejabat. Saya tahu takzimnya kiai ini kepada dzurriyah Rasulullah, dan kata beliau, ya meski Rasulullah sayang umatnya, tapi ya nggak nyaman kalau disumpahi begini.

….yang kedua saya dengar dengan gendang telingaku sendiri. Dari seorang gus yang kebetulan lagi butuh dukungan politik. Ngancam salah satu santri abahnya yang saat ini juga berpotensi jadi votte getter. Saya kebetulan semeja dengannya saat makan malam di sebuah acara kepesantrenan.

Byuuuuuh. Opo-opoan iki, rek!

****

Wis begini saja, sama kayak otokritik terhadap para gus-ning yang kemarin menimbulkan pro-kontra, sikapku tetap sama: tak akan menunduk di depan mereka yang mendongak, tidak akan mendongak di hadapan wajah yang menunduk hormat. Kita sama-lah sebagai manusia. Podo mangan segone. Punya hak untuk menjadi orang baik dan mulia tanpa ditakut-takuti kualat, ilmu nggak manfaat, nggak barokah, nggak dapat syafaat, atau diteror pakai skema ancaman khas bocil terhadap bocil lain: tak kandakno bapakku kapok koen!

Wistalah, sama-sama saling menghargai sebagai sesama manusia saja. Nggak usah bawa bawa nama bokap apalagi buyut. Saya nggak pernah iri apalagi dengki dengan siapapun yang bernasab mulia, baik keturunan pahlawan, hartawan, bangsawan, ulama, wali, atau siapapun. Yang mulia kan jalur ke atas, dia sendiri belum tentu mulia, apalagi saya hahahaha.

Yang saya ghibtoh-i cuma dua: orang berilmu yang menghambur-hamburkan ilmu dan mengamalkannya tanpa lelah, serta orang tajir yang punya jiwa sakho’, judd, bahkan itsar kepada sesamanya, atau mendermakan hartanya untuk berjuang Li-i’lai Kalimatillah. Dua nama saja kalau disebut membuatku ingin sepertinya: Gus Dur dan Maulana Abdul Sattar Edhi, Pakistan. Dua pelayan umat. Pelayan, pelayan dan pelayan…

Menghormati sesama manusia itu adalah kehormatan level keren. Memandangnya sebagai manusia utuh, tanpa harus menerornya dengan sikap dan perilaku yang kurang elok.

Tipe tipe di atas menurutku segera jauhi. Itu kategori toxic friend, walaupun kita sudah mengenalnya secara dekat. Eman-eman waktu kita sia-siakan buat berurusan dengan orang model begitu. Cukup nggolek ridlone Gusti Allah lan Kanjeng Nabi, dan fokus pada apa yang hendak kita capai. Jangan buang-buang waktu efektif kita.

Cukuplah kalimat dalam al-Hikam al-Atha’iyyah Ibnu Athaillah Assakandari menjadi pengingat:

لَا تَصْحَبْ مَنْ لَا يُنْهِضُكَ حَالُهُ وَلَا يَدُلُّكَ عَلَى اللهِ مَقَالُهُ.

“Janganlah berteman terhadap orang yang kondisinya tidak membangkitkanmu (untuk meraih rida Allah) dan ucapannya tidak menunjukkanmu kepada Allah.”

Sumber : Status Facebook Rijal Mumazziq

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed