by

Alumni Arabia: Dulu Pejuang Nasionalisme, Kini Anti-Nasionalisme

Oleh : Sumanto Al Qurtuby

Jika kita perhatikan ada perbedaan yang sangat mendasar antara para ulama alumni Arabia atau santri yang belajar di “Tanah Arab” dulu dan sekarang dalam hal sikap mereka terhadap gagasan nasionalisme.

Sejarah mencatat, dulu kaum cerdik-pandai dan para ulama hebat Nusantara (dan santri) di Tanah Arab, khususnya Arabia (Makah) tetapi juga Mesir (Al-Azhar), seperti Syeikh Yusuf Makasar, Abdus Samad al-Falimbani, Ahmad Khatib Minangkabau, Notonegoro (Muchtar bin Attarid) serta para ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan masih banyak lagi, begitu gigih dan heroik memperjuangkan Tanah Air mereka dari penjajahan Belanda. Beberapa di antaranya bahkan tidak hanya berdiskusi tetapi langsung memimpin protes dan gerakan anti-kolonialisme. Mereka juga gigih memperjuangkan Tanah Air-nya menjadi negara yang merdeka, independen, dan berdaulat.

Pada waktu itu para intelektual, ulama, dan santri Nusantara di Makah juga mendirikan Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia di kota suci umat Islam ini. Madrasah di Makah seperti Shaulatiyah (didirikan oleh Syeikh Muhammad Rahmatullah al-Hindi) dan Darul Ulum (didirikan oleh ulama Nusantara: Sayyid Muhsin bin Ali Al-Musawa dan Syeikh Muhammad Yasin al-Fadani) menjadi tempat perkumpulan dan pergumulan para santri Nusantara.

Disinilah mereka dulu dengan leluasa membahas dan berdiskusi tentang masalah-masalah kepolitikan, nasionalisme, dan anti-kolonialisme yang turut memberi kontribusi bagi pendirian Negara-Bangsa Indonesia. Bukan hanya ulama dan santri, para jamaah haji juga banyak terlibat dalam pergumulan nasionalisme dan perwujudan kemerdekaan Indonesia. Saat itu, Makah menjelma menjadi semacam “melting pot” berbagai suku-bangsa di Nusantara, menjadi area yang nyaman-aman untuk membicarakan isu-isu penting ini–sesuatu yang dilarang oleh Belanda di “Nusantara”.

Lain dulu lain sekarang. Kini, saya menyaksikan para santri dan alumni Arab Saudi (meski tidak semuanya) bukannya gigih membela Tanah Air Indonesia dan mempertahankan spirit nasionalisme yang telah ditanamkan dan diperjuangkan dengan susah payah oleh para ulama “pendahulu” mereka, malah justru sebaliknya: heroik propaganda anti-nasionalisme dan kebangsaan serta anti-dasar negara dengan dalih tidak Islami lah, kafir lah. Makhluk macam apa mereka ini?** (ak)

Sumber tulisan : Facebook Sumanto Al Qurtuby

 

 

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed