by

Alih Teknologi

Oleh : Ahmad Sarwat

Karena teknologi selalu berkembang, maka orang yang bekerja di belakangnya harus selalu digonta-ganti sesuai perkembangan teknologinya.

Sederhananya saya cuma mau bilang, ganti teknologi itu tidak semudah membeli mesin baru, ternyata harus siap juga untuk mengganti orang di belakangnya.

Contoh mudahnya terkait mikrolet dan bus. Ketika kita mau ganti mikrolet yang bikin macet dengan bus, jangan dikira ribuan sopir mikrolet bisa langsung diajari cara mengemudikan bus.

Mungkin untuk satu atau dua orang bisa beradaptasi, tetapi ribuan lainnya siap-siap jadi pengangguran. Ketika teknologi berganti, mereka tidak bisa menyesuaikan diri. Akhirnya tersingkir ke pinggir zaman.

Contoh susahnya tentu urusan pekerjaan para birokrat. Agak susah kalau adminstrasi itu didigitalkan dan dionlinekan.

Itulah kenapa sampai sekarang kita masih setengah hati dalam alih teknologi. Jadi kita masih saja menikmati ribetnya berurusan dengan urusan KTP dan surat aneh-aneh lainnya di dalam tubuh birokrasi.

Soalnya jutaan perangkat birokrat ini mau diapain kalau semua sistem dibuat digital dan online. Kan beresiko meledaknya pengangguran masal.

Kalau dipaksakan semua serba digital dan online, masalah rakyat pastinya akan selesai dengan cepat, tapi mereka kan jelas jadi pengangguran mendadak yang makan gaji bulanan secara buta.

Soalnya bukan apa-apa, satu-satunya kebisaan mereka sebatas ngeributin surat menyurat di atas kertas, dimana kita sepakat memang tidak ada manfaatnya.

Coba bayangkan apabila negara kita tiba-tiba ganti Mazhab ke aliran digital dan online secara mendadak, pastilah angka pengangguran di level birokrat langsung melonjak.

Saya jadi mikir, benar juga ya, kira-kira enaknya mereka diapain ya? Apa semua disuruh turun ke sawah aja biar pada macul dan menanam padi? Tapi kok kayaknya nggak manusiawi, lagian macul itu kan butuh skill meski kelihatan sederhana.

* * *

Solusinya menurut saya tetap harus berproses. Paling jauh negara sementara ini cukup hanya menerima birokrat muda sebatas yang melek teknologi. Targetnya agar satu orang yang melek teknologi bisa menghandle pekerjaan 10 orang manual dalam waktu yang lebih singkat.

Sedangkan para birokrat yang sudah pada berumur dan susah beradaptasi dengan teknologi, tawarkan program pendi alias pensiun dini.

Jangan lupa buatkan juga buat mereka program mengaji dan managemen hati. Biar pada sibuk merenungi diri tuk mencari bekal akhirat nanti. Mereka tidak harus bergabung dengan kelompok sakit hati.

Sumber : Status Facebook Ahmad Sarwat

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed