by

Ahok dan Strategi Komunikasi Megafone

Oleh : Muhammad AS Hikam

Ungkapan ‘seribu teman tidak cukup, satu orang musuh berlebihan’ tampaknya tidak berlaku bagi Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Kendati mantan Bupati Belitung Timur tsb memakai nama “Teman Ahok” untuk tim suksesnya dlm Pilkada DKI 2017, tetapi seperti ada kontradiksi jika menengarai adanya kecenderungan kian bertambahnya musuh dan isu kontroversial baru. Selain parpol, politisi, tokoh masyarakat, aktivis LSM dan ormas, kini Ahok juga makin menambah lawan di lingkaran elite Istana. Padahal semua orang tahu bahwa Ahok memiliki kedekatan politik dg (untuk tidak mengatakan mendapat dukungan politik dari) Presiden Jokowi (PJ).

Yang paling baru adlh perseteruan antara Gub Ahok dengan Menko Maritim dan Sumberdaya, Rizal Ramli (RR), salah seorang Menteri PJ yg paling populer dan memiliki pengaruh cukup kuat baik di kalangan Istana maupun publik. Ihwal perseteruan adalah tentang reklamasi yang kontroversial karena berbau tindak pidana korupsi (tipikor). Yang terakhir itu memang sampai saat ini masih belum dapat dibuktikan memiliki kaitan langsung dengan sang Gubernur. Tetapi dengan terbongkarnya keterlibatan beberapa raksasa real estate seperti PT Agung Podomoro Land (APL) dalam kasus suap thd oknum-2 DPRD DKI, ditambah dengan keputusan Pemerintah untuk menghentikan secara permanen reklamasi di salah satu pulau, mau tak mau akan membawa implikasi politik bagi pencalonan Ahok.

Sejatinya sangat disayangkan jika perseteruan Ahok vs RR berkembang terbuka, karena tidak akan membawa manfaat bagi sang Gubernur petahana itu. Kendati Ahok memiliki alasan yg cukup solid dari aspek legal formal (Kepres th 1995 ttg reklamasi), namun perlu diingat bahwa dari aspek politik masalah reklamasi ini bisa ‘mengalahkan’ aspek hukum. Logikanya, kalau memang aspek hukum lebih signifikan, tentu sudah sejak lama kasus reklamasi tsb akan menjadi persoalan besar yg menyita perhatian publik. Nyatanya kasus reklamasi baru menjadi persoalan besar dan kontroversial ketika sang Gubernur mau menjadi calon dlm Pilkada 2017!

Saya memahami, dan sah-sah saja, jika Gub Ahok dan timsesnya sangat pede dengan tingkat popularitas dan elektabilitas yang tinggi dibanding para penantang lain. Namun sangatlah tidak bijak jika beliau mengabaikan masalah sentimen dan persepsi publik yang sangat lentur dan mudah sekali berubah dalam politik. Setidaknya, akan lebih baik jika Ahok dan timsesnya memilih strategi komunikasi publik yang mampu meredam dan menghentikan perkembangan jumlah pihak-2 yang kritis (musuh) thd beliau. Strategi ‘komunikasi megafone’ dengan amplifier keras, mestinya kian dikurangi secara substansial, kalaupun tidak mungkin di ‘nol’ kan sama sekali.

Sangat disayangkan jika seorang pemimpin berkualitas seperti Gub Ahok terjebak oleh dalam pertikaian di ruang publik, padahal sejatinya dapat merundingkan secara lebih efektif melalui dialog-2 intensif. Saya khawatir kalaupun seandainya nanti Gub Ahok terpilih lagi, namun dalam perjalanan pemerintahannya sarat dg konflik, beliau tak akan bisa bekerja secara efektif. Negeri ini dan DKI perlu pemimpin pendobrak, pemberani, dan jujur seperti Ahok. Jangan sampai potensi ini disia-2kan atau ‘muspro’ hanya karena pertikaian yg sebenarnya tak perlu.

Saya kira belum terlambat bagi beliau dan Teman Ahok untuk melakukan banting stir didalam menerapkan strategi komunikasi publik menghadapi Pilkada 2017.**

Sumber : Facebook Muhammad AS Hikam

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed