by

Agama Sumber Kekerasan?

Dulu pernah kerajaan Islam berjaya, melampaui kekuasaan Barat. Tetapi semua negara yang hanya mengandalkan pertanian pada akhirnya akan kehabisan sumber daya intrinsik yang terbatas, yang akan menghambat laju inovasi. Hanya bangsa dan negara industri yang jauh lebih berpeluang membuat kemajuan melampaui kebutuhan zamannya. Mungkin ini yang menyebabkan kejayaan ilmu pengetahuan di dunia Islam terhenti, atau jauh ketinggalan dari Barat. Di sini faktor sains dan militer sangat berperan, bukannya masalah agama.

Perlawanan agama muncul dengan kehadiran modernitas yang menguasai hampir seluruh lini kehidupan, lalu agama terpinggirkan. Ini dirasakan baik oleh Yahudi, Kristen maupun Islam. Kekuatan agama ingin mengembalikan romantisisme masa lalu, yang kemudian disebut sebagai kebangkitan fundamentalisme. Istilah kembali ke fundamen ini dicetuskan oleh Protestan Amerika tahun 1920, yang kemudian dilekatkan pada semua gerakan keagamaan yang anti modernitas.Gerakan fundamentalisme ini awalnya hanya sedikit yang melakukan kekerasan. Gerakan ini dipicu oleh rasa takut dan terancam terhadap kekuatan sekuler yang akan menghancurkan kekuatan agama. Semacam paranoid. Komunitas Yahudi selalu mengenang pengalaman sangat pahit dari kekuasaan Hitler yang mau menghabisi mereka.

Dalam sejarah Islam, kejatuhan Dinasti Usmani yang berpusat di Turki juga meninggalkan tragedi berkelanjutan bagi dunia Islam di hadapan kekuatan Barat yang agressif. Inggris dan sekutunya dengan seenaknya membagi dunia Islam menjadi negara-negara kecil berdasarkan kesukuan dan kebangsaan, suatu pengalaman baru yang dipaksakan, jauh di luar jangkauan tradisi dan nalar ummat Islam. Mereka terkondisikan menghadapi dua kekuatan sekaligus. Yaitu berhadapan dengan Barat yang agressif untuk menguasai sumber daya alam dan merusak tradisi mereka, dalam waktu yang sama juga dihadapkan pada persaingan militer dengan negara-negara tetangganya yang dahulu satu rumpun agama dan kekuasaan di bawah Turki Usmani.

Kisah tragis yang diciptakan Barat juga menimpa India yang kemudian melahirkan pecahan Pakistan dan Bangladesh. Dalam berbagai konflik itu sesungguhnya agama posisinya pinggiran, bahkan dimanipulasi, seperti yang dilakukan Amerika masuk ke Afganistan untuk menghadang pengaruh Rusia dengan mengerahkan tentara Pakistan dan umat Islam lain dengan dalih agama, bagaikan David melawan Goliat. Sebuah jihad suci melawan kekuatan anti Tuhan.

Jadi, kata Amstrong, agama itu bagaikan cuaca yang bisa berubah-ubah. Atau metaphor kambing hitam sebagai penebus dosa manusia yang oleh Yesus lalu dilepas ke kota. Setiap kali ada keributan, lalu rame-rame menunjuk biangnya adalah “kambing hitam” agama untuk disembelih. Gejala ini juga bisa dimaklumi, mengingat ketika terjadi perebutan kekuasaan, misalnya Pilkada atau Pemilu, isu, simbol dan sentimen agama sangat manjur sebagai sarana bertahan atau melancarkan serangan terhadap lawannya.

(Status Facebook Komaruddin Hidayat)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed