by

Aa Gym Returns

Oleh: Hasanudin Abdurakhman

Saya tinggal di Jepang waktu Aa Gym mulai populer. Kenapa dia populer, saya tidak tahu. Saya hanya mendengar penggalan kutipan ucapan-ucapannya. Kelihatannya bagus, mengajak orang menjaga hati, membuat perubahan. Kedengarannya sejuk, toleran, dan damai. Dakwahnya dianggap penyegaran dari tema-tema dakwah yang monoton pada masa itu.

Tahun 2002, Aa Gym pernah ke Poso. Saat itu Poso masih dirundung duka akibat konflik antara umat Islam dan Kristen. Aa Gym berkeliling, memberi pengertian kepada masyarakat, untuk tidak saling dendam. Dia mendatangi gereja, dan disambut hangat oleh umat Kristen Poso.

Tak cuma itu. Tahun 2005 Aa Gym melakukan hal yang tak biasa. Ia bersuara, mendukung pemerintah dalam kenaikan harga BBM. Ia tampil dalam iklan layanan masyarakat yang diterbitkan pemerintah. Apa alasannya? Entah. Penampilan ini menimbulkan kontroversi, sehingga kemudian pemerintah memutuskan untuk menghentikan penyiarannya. Mungkin ini proyek PR yang gagal. Tadinya mungkin pemerintah berharap figur Aa Gym yang sejuk dapat meredakan ketegangan akibat kenaikan harga BBM. Ternyata tidak.

Aa Gym kaya raya pada masa itu. Jadwal ceramahnya padat. Tentu saja tarif ceramahnya mahal. Ia menjadi semacam mesin uang. Berbagai produk yang memakai figur Aa Gym dijual, dan laku keras. Pesantrennya harus menggaji banyak orang untuk melayani kunjungan jamaah yang hendak mendengarkan ceramahnya.

Tapi tiba-tiba semua itu seperti tersapu badai, hilang tak berbekas ketika di ujung tahun 2006 Aa Gym menikah lagi. Semula fakta ini hendak dirahasiakan. Media online Detik yang waktu itu pertama kali menyiarkan. Sekali tersiar, kabar ini menyebar tak terkendali. Aa Gym sempat marah kepada awak Detik waktu itu.

Pernikahan kedua Aa Gym waktu itu sepertinya melukai banyak orang, khususnya kaum perempuan yang merupakan sebagian besar dari jamaahnya. Aa Gym waktu itu dianggap bukan sekedar penceramah, tapi tokoh idola. Ia punya citra sejuk, lemah lembut, sayang anak dan keluarga. Pendek kata, ia adalah ayah ideal. Citra itu runtuh seketika saat ia melakukan sesuatu yang memang mustahil diterima oleh kebanyakan perempuan, yaitu menikah lagi.

Cukup lama Aa Gym menghilang dari hiruk pikuk media. Kalaupun diberitakan, lebih banyak soal kekisruhan rumah tangganya. Pernikahan keduanya ternyata tak berlangsung mulus, dalam arti tidak mengganggu hubungan dengan istri pertamanya, sebagaimana dicitrakan pada masa awal pernikahan keduanya. Ia sempat bercerai dengan istri pertamanya, kemudian rujuk.

Kemudian Aa Gym mulai kembali muncul. Ia mulai berceramah lagi. Tapi situasi kini sudah berbeda. Sudah ada banyak tokoh lain yang tampil di TV. Aa Gym bukan lagi pemain tunggal. Entah karena bekas “dosa” yang sulit hilang di mata penggemar, atau karena pesaing yang sudah makin banyak, popularitas Aa Gym tak lagi setinggi dulu.

Ada satu hal menarik soal Aa Gym yang kebetulan saya tonton di TV. Ia tampil bersama anak-anaknya, bercerita soal masa-masa ketika ia dalam puncak popularitas. Ternyata bukan hanya soal menikah lagi. Dalam pengasuhan anak ia mengakui telah lalai. Lalai oleh popularitasnya. Komunikasi dengan anak macet, salah satu anaknya kecanduan main game, sampai matanya agak rusak. Ini diceritakan oleh Aa Gym sendiri.

Aa Gym bercerita tentang masa lalunya, saat populernya, yang dia anggap gelap. Itulah soalnya. Saat ia di puncak popularitas, ia hadir di mana-mana untuk membimbing orang. Tapi ia sendiri mengabaikan hal yang paling fundamental, yaitu membimbing dirinya sendiri. Di tengah ajakan untuk menjaga hati yang ia ucapkan setiap hari, ia ternyata tidak menjaga hatinya sendiri. Artinya, pesan-pesan yang ia sampaikan selama itu adalah pesan palsu.

Tentu kita harus memaafkan Aa Gym. Karena ia toh manusia seperti kita, yang bisa lalai dan salah. Masalahnya, kini Aa Gym kembali ke media, menapak lagi jalan populer. Bukankah ini jalan yang sama dengan yang dulu membuatnya lalai? Apa yang menjamin ia tidak sedang lalai lagi sekarang? Apa yang menjamin bahwa ia tidak sedang mendakwahkan pesan-pesan palsu sekarang?

Belakangan ini Aa Gym mengeluarkan beberapa pernyataan yang menurut saya sembrono. Pertama soal kartun yang dimuat di Jakarta Pos, yang ia tuduh telah menghina umat Islam. Padahal kartun itu adalah pesan keprihatinan terhadap aksi-aksi keji ISIS. Ya, Aa Gym yang dulu terkenal sebagai pecinta damai, tidak tampil bersuara terhadap kekejian ISIS. Baru baru bersuara terhadap karikatur yang mengritik ISIS, karena ketidakpahamannya.

Lalu ia juga bersuara tentang Susi, Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru dilantik. Bersuara di media, mengritik Susi. Susi memang tampil lain daripada yang lain. Ia merokok dan bertato, sesuatu yang agak jarang ditampilkan oleh perempuan Indonesia secara terbuka. Aa Gym secara terbuka mengritik Susi, memintanya berhenti merokok dan pakai jilbab.

Ini adalah serangan pribadi yang sangat vulgar bagi saya. Aa Gym boleh saja berdalih bahwa ia sedang mengingatkan sebagai saudara muslim. Tapi mengingatkan saudara pun ada etikanya. Kalau memang hendak mengingatkan, tidakkah lebih baik dia datang menemui Susi, berbicara langsung kepadanya? Aa Gym sepertinya tidak paham etika. Kalau ia mau mengritik kebijakan yang dibuat Susi sebagai menteri, ia boleh melakukannya secara terbuka di media. Tapi kalau ia mengritik Susi sebagai pribadi, seharusnya itu dilakukan di wilayah pribadi Susi.

Lalu kini Aa Gym bersuara lagi soal LGBT. Ia menolak memakai aplikasi LINE yang dia anggap mendukung LGBT. Sah saja, itu pilihan dia. Cuma, seperti yang kemudian menjadi olok-olok di media sosial, Facebook juga mendukung LGBT. Mungkin dia lupa bagaimana Facebook, seperti diberitakan CNN, “mengubah dunia menjadi pelangi” sebagai bentuk perayaan terhadap disahkannya pernikahan gay di Amerika. Ironis, bahwa Aa Gym menyatakan tidak akan memakai LINE karena alasan mendukung LGBT di Facebook, yang terang-terangan mendukung LGBT.

Sangat sah bahwa Aa Gym sebagai figur ulama tidak mendukung LGBT. Islam memang tidak menerima homoseksualitas. Yang menjadi soal bukan mendukung atau menolak. Namun seperti dua kontroversi sebelumnya, pernyataannya sangat konyol.

Tentu saja saya sangat sadar bahwa 3 isu itu didukung oleh banyak orang. Itulah poinnya. Saya khawatir Aa Gym tidak peduli dengan kekonyolan. Ia sedang menumpang pada isu-isu kontroversi untuk kembali mendapat popularitas seperti masa lalu. Ia tak peduli lagi dengan citra sejuk dan damai, jauh dari kontroversi, seperti citranya di masa lalu. Pokoknya populer lagi.

Tapi mungkin saja saya salah. Karena saya tak pernah benar-benar menyelami pesan-pesan Aa Gym dulu. Mungkin kesan sejuk dan damai itu hanyalah kesimpulan sepihak yang saya buat, bukan Aa Gym yang sebenarnya. Mungkin dia memang bukan penyampai materi-materi dakwah yang cerdas.

(Sumber: Andurakhman.com)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed