by

Zaadit, Tolol Boleh Tapi Jangan Diperalat Kepentingan Politik

Salah satu ketololanku waktu kuliah di Bandung adalah malas kuliah, dan lebih rajin ikut aktivitas luar kampus. Suatu pagi ada mata kuliah yang aku malas hadir, dan lebih memilih tidur pagi di kamar. Nah teman kostku, teman baikku, ia pagi-pagi sudah berada di kelas. Dan karena ia sangat baik, maka ia “berbuat baik” dengan mengabsenkanku di kelas padahal aku tidak hadir, dan tidak pernah dalam sejarah aku minta titip absen. Dan ketahuan pula, alamak! Tolol yang tidak ketulungan, bukan? Karena jumlah kehadiran sama sekali tidak mempengaruhi penilaian, tapi ketidakjujuran jelas sangat fatal. Sang dosen kemudian meminta supaya kami berdua menghadap beliau esok pagi, dan salah satu diantara kita harus mendapat “E”.

Jaman itu belum ada hape, sehingga baru sore kami ketemu di rumah kost dan ia cerita apa yang terjadi di pagi hari. Tentu saja, aku langsung bilang kamu tolol banget, ada kuliah yang absen tidak dihitung malah kamu mengabsenkanku, ketahuan pulak. Sudah pasti ia yang salah dan tolol, dan tidak ada jalan selain “E” buatnya. Tapi aku tahu ia melakukannya karena berniat baik kepadaku, meski dengan jalan yang tolol. Akhirnya kami berdua esok pagi menghadap sang dosen, dan menyatakan bahwa kami mengusulkan untuk mendapat nilai “E” buat kami berdua. Ya aku memutuskan untuk menemaninya mengulang di tahun depannya, sebuah keputusan yang tentu juga sangat tolol. Nggak papa sama-sama tolol, yang penting persahabatan tetap kuat.

Jadi Zaadit, janganlah kamu bersedih karena diserang oleh banyak orang yang tidak mentoleransi ketololanmu. Mereka ini gaje-gaje seolah mereka tidak punya sejarah ketololan ketika kuliah. Aku cuma pesan, kalau kamu ingin dikenal sebagai mahasiswa idealis yang kritis, maka untuk melakukan kritik, jangan menelan umpan yang dilempar oleh elit politik. Kritiklah sesuai dengan apa yang kamu pernah alami bersama rakyat, bukan sekadar diperalat oleh elit politik untuk agendanya. Carilah kritik yang orisinil dan akurat, jangan makan kritik-kritik yang sering ngasal di medsos, semodel J*n*u yang kadang kamu share.

Wahai Zaadit, hiduplah yang nyaman meski kadang kita berlaku tolol di kampus. Yang penting kejujuran tidak ditinggal. Dan jangan mau diperalat oleh elit politik. Kamu bukan hamba mereka. Aku salut kepadamu ketika kamu menolak tawaran umroh gratis dari tukang politik penyebar fitnah dan hoax. Itu keputusan yang sangat baik, aku melihat masih ada harapan pada dirimu.

Banyak ketololan yang bisa kita lakukan dengan asyik sambil kuliah, tapi jangan sekali-kali menjadi hamba elit politik, karena itu itu adalah ketololan maksimal seorang mahasiswa yang sulit diobati.

Ini adalah simpatiku yang tulus kepadamu, Zaadit. Dan sebagai simbol, kuberikan gambar kartu Simpati kepadamu.

Sumber : Status Muhammad Jawy dengan judul asli simpatiku kepada Zaadit Taqwa

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed