by

Waspadai Politisasi Kematian Nakes untuk Habisi Jokowi dan Doni

Serangan-serangan kepada pemerintahan pusat pun secara gencar dilaksanakan. Narasi-narasi tak sehat pun muncul.

Beberapa hal yang mereka terus gempur adalah mengenai kebijakan lamban Jokowi dan tidak diterapkannya lock down untuk Indonesia, sehingga harus ada orang yang terkena Covid 19 dan merugikan para tenaga medis.

Narasi-narasi ini pun dikipas-kipasi oleh para influencer di Instagram, mulai dari dokter rangkap tukang poles sepatu, para pembenci pemerintahan pusat, sampai kepada politisi yang memang sukanya nyinyir kepada pemerintah pusat.

Terkait kematian perawat alias nakes yang hamil muda, kemarin dikabarkan oleh mereka, framing pembusukan pemerintah pusat pun dikerjakan dengan luar biasa, sambil memunculkan tagar #IndonesiaTerserah. Bahkan suami dari perawat tersebut ikut-ikutan diberitakan meninggal.

Padahal, setelah diteliti dan dicek kebenarannya, Kemenkes sudah menerbitkan peraturan bahwa nakes yang hamil, tidak diizinkan, bahkan tidak diperbolehkan untuk menjadi perawat pasien Covid 19.

Bahkan mau orangnya ngemis-ngemis untuk menjadi relawan tenaga kesehatan, tetap tidak diperbolehkan.

Karena apa? Covid 19 adalah virus yang baru dan tidak bisa sembarangan oleh orang-orang, apalagi dengan keadaan hamil. Peraturan sudah jelas.

Jadi, bagi saya, narasi-narasi lock down dan tagar Indonesia terserah itu sudah terlalu melenceng dan justru merupakan framing yang tidak baik untuk menyerang dan mendiskreditkan pemerintahan Joko Widodo.

Ada influencer yang juga ikut-ikutan sok munculkan bendera setengah tiang. Gak jelas.

Bagi saya, narasi-narasi semacam ini adalah hal yang sangat tidak tepat ditujukan dalam waktu-waktu seperti ini. Saat ini kita sedang berperang bukan dengan Covid saja, tapi semacam framing yang mendiskreditkan kerja dari Presiden Joko Widodo dan Doni Monardo sebagai kepala BNPT dalam menanggulangi Covid 19.

Beberapa hal yang dimunculkan adalah wacana pelonggaran PSBB yang menjadi ignite atau percikan awal dari munculnya tagar Indonesia terserah. Sayang sekali kalau memang tujuan dari Indonesia terserah itu, membuat semangat para tenaga kesehatan baik dari perawat sampai kepada dokter hilang.

Padahal kita tahu, pemerintah tidak pernah mewacanakan ada pelonggaran PSBB. 
Joko Widodo pun akhirnya harus turun tangan langsung dan mengatakan bahwa tidak pernah ada wacana pelonggaran PSBB. Tanggal-tanggal buka dari tempat kerja, pusat perbelanjaan, mall, sekolah dan berbagai public spaces lainnya tidak terkait sama sekali dengan pelonggaran PSBB.

Lalu di Jakarta, ada pemimpin yang sok jadi super hero, mengatakan di DKI tidak akan ada pelonggaran PSBB. Dia sok bantah pemerintah pusat. Tapi apa yang terjadi? Tuhan sepertinya marah sama dia, banjir pun dikirim semalam 18 Mei 2020 ke beberapa wilayah.

Influencer Instagram yang sekarang berhasil jadi orang nomor satu dalam panjat sosial terkait wabah Covid 19 pun memberikan foto tenaga medis yang meninggal dengan janinnya yang masih di bawah trimester pertama. Saya kira, hal ini tidak bisa langsung dikaitkan dengan Covid 19.

Bendera setengah tiang coy. Lebai tau ?

Lalu mereka yang menuntut lock down pada awal-awalnya, juga ramai-ramai mempolitisasi berita dukacita tersebut. 
Berdukacita itu gak salah, saya juga berduka atas kepergian nakes tersebut. Tapi kalau berdukacita sambil mengait-ngaitkan ibu ini dengan Covid 19, sangat mengkhawatirkan.

Apalagi ditambah bumbu-bumbu hoax bahwa suaminya ikut meninggal. Tidak bisa begitu dong. Padahal setelah dikonfirmasi, suaminya sehat-sehat saja. Jangan kalian ikut mempolitisasi duka orang dong.

WHO pun juga bikin statement yang gak jelas. Tentang Herd Immunity alias ketahanan kawanan, WHO minta manusia tidak disamakan dengan kawanan hewan ternak. Jadi lock down dan diberi makan itu gak mirip ternak ? Mirip banget !

Media pun juga menggiring opini busuk kepada Jokowi, dengan judul click bait yang mengatakan bahwa “Jokowi tidak akan beri info lagi tentang Covid 19”. 
Wih, framingnya terlalu busuk, sampai mereka ganti judul.

Kalau ada dokter yang meninggal pun, pasti diumumkan oleh perkumpulan dokter gak ada kerjaan. Bahkan sebelum Covid 19, itu pun sudah dikerjakan. 
Tapi perkumpulan dokter ini sepertinya tidak memberikan detail meninggal karena apa, sehingga publik mengira mereka adalah pahlawan yang terkena Covid saat menangani pasien.

Padahal kalau mau dihitung lewat angka, mereka yang meninggal karena Covid, dan bukan karena Covid, masih dalam proporsi yang wajar. Beberapa meninggal justru bukan karena Covid 19. Dari 100 persen tenaga kesehatan yang meninggal, 90% bukan karena Covid 19.

Narasi perkumpulan dokter ini sangat buruk. Mereka tidak menjelaskan nakes yang meninggal itu karena apa. 
Narasinya sengaja membuat publik resah dan seolah-olah menakut-nakuti mereka terkait Covid. Perkumpulan dokter-dokter ini sudah sangat parpol. Orang-orang pendukung pak kum-kum pun disusun semua di sana…

Ke mana suara orang-orang yang mumpuni dan dokter cerdas ? Mereka kerja sendiri. 
Mereka cenderung gak suka berorganisasi.

Jadi sudah paham kan, kalau narasi-narasi semacam ini sengaja dibuat ? 
Dan kita melihat bagaimana kepergian nakes-nakes yang ada, malah dijadikan kayu bakar untuk memanaskan suasana terkait Covid dan menyerang kebijakan pemerintahan pusat ? Semoga mata kita terbuka.

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed