Survey Indikator dan LSI menyatakan bahwa dari total jumlah DPT Pilpres dan Pileg yang menjadi pemakai atau mempunyai akun medsos “hanya” mencapai 28-29%.. sedangkan sisanya tak paham apa yang trjadi di media sosial. Mereka masih melihat televisi atau radio sebagai sumber informasi
Akan tetapi.. Tetapi akan..
Dari 71-72% non pengguna medsos itu, sebagian adalah warga desa atau kampung yang sangat mudah diprovokasi oleh isu SARA atau kebencian. Yang secara tingkat pendidikan mayoritas adalah SD dan SMP. Tapi isu provokasi itu akan efektif hanya jika tokoh atau kyai kampung juga meng-amin-i. Sedangkan dalam 4 tahun ini pembangunan dan pemberdayaan desa dipercepat, salah satunya oleh dana desa yang makin besar. Kyai2 kampung pun menyadari bahwa Presiden adalah pekerja keras.
Trbukti kemudian paslon nmr 2 sampe memerlukan untuk datang ke pesantren2 yang punya kyai yang dihormati publik. Ya karena narasi2 konyol dan sering tanpa data itu hanya akan efektif di pemakai medsos yang “hanya” 28% itu. Selebihnya adalah pemilih di desa atau perkotaan yang merujuk pada pendapat kyai atau tokoh adat. Atau bahkan pemirsa televisi dan pembaca koran cetak
Jadi sebetulnya NAIF atau bodoh jika ada capres yang berpikir bahwa ide atau strategi menyebar ketakutan atau sentimen SARA di kampung2 Jakarta yang efektif saat Pilgub DKI 2017 akan efektif di seluruh negeri. Padahal mereka tau itu kejam
Orang yang masih berpikir nafsu kekuasaan saat trjadi bencana beruntun yang dialami anak negeri dan menganggap itu ajang pencitraan petahana, tak layak kita pilih menjadi pejabat publik. Mereka egois dan sangat oportunis
Dan dengan kehebohan kemaren itu, rasanya kawan2 baik di seluruh negeri dan orang2 baik, ngga boleh diam saja. Ada 6 bulan ke depan yang jadi penentu apakah cara2 kotor kemaren akan (coba) diulang
Sedikit provo eh urun rembug dari saya, remaja 30an tahun
Sumber : facebook Damar Wicaksono
Comment