by

Waktunya Melarang Pemaksaan Syariat di Indonesia

Kaum Paderi ini juga dikabarkan melakukan genosida terhadap penduduk Batak Toba. Kekejaman mereka digambarakan dengan diusirnya bibi Imam Bonjol yang sudah renta ke hutan, karena ia mengunyah sirih (nginang). Sesuatu yang dianggap meyalahi syariat agama oleh mereka.
 
Terjadilah pemisahan kelompok antara Kaum Paderi dan Kaum Adat di Sumatera Barat. Puluhan tahun mereka saling berperang. Hingga akhirnya tentara Belanda turut campur. Kaum Paderi dihancur-leburkan. Imbasnya, Kaum Adat juga ikut sengsara atas ulah Belanda selanjutnya.
 
Peristiwa itu kembali terulang di zaman kemerdekaan. Tak main-main, dedengkot pemaksa syariat islam adalah teman dekat Soekarno. Namanya Kartosoewirjo. Kelompok radikal itu juga berperangai sama. Mereka meneror dan merampok penduduk sekitar. Dalihnya syariat islam.
 
Negara yang masih sangat muda itu diuji dengan rong-rongan Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia. Soekarno bersikap tegas, ia memburu temannya itu di hutan-hutan Jawa Barat. Sampai akhirnya ia juga yang harus memutuskan perintah eksekusi mati terhadap Kartosoewirjo dengan berderai air mata.
 
Soeharto juga melakukan perlawanan keras terhadap jilbabisasi. Meskipun sayangnya kemudian, ia juga memelihara konservatisme islam dengan mendirikan MUI. Sebuah lembaga keagamaan sebagai tandingan dominasi NU dan Muhammadiyah. Soeharto bertambah lembek di akhir masa pemerintahannya.
 
Sejarah di atas itu menggarisbawahi, aksi konservatisme tak bisa dilawan dengan kelembutan. Bibit pembusukan itu harus mulai dicegah dari sekarang. Pemerintah memang telah membubarkan HTI, tapi tak berani menyegel sekolah-sekolah radikal. Tak punya kuasa membuka segel perumahan islam, rumah sakit syariat, gang yang mewajibkan berjilbab.
 
Di sepuluh universitas negeri terbesar, menurut Setara Institute, radikalisme tumbuh subur. Mereka tidak hanya menguasai masjid kampus, tapi juga struktur kemahasiswaan. Semua ruang publik, sampai lorong asrama diislamisasi. Setelah HTI tumbang, sekarang ini Tarbiyah (PKS) mengambil alih kendali. Kelompok ini menentukan dari hulu sampai hilir terhadap kegiatan mahasiswa. Dari melek mata sampai tidur lagi.
 
Bahkan menurut laporan Setara, infiltrasi ajaran mereka sudah masuk SMP-SMA. Anak-anak ini sudah dikader sejak mereka masih dini. Indonesia tinggal menunggu waktu menjadi negara Islam.
 
Sekarang adalah waktu yang paling tepat untuk menyudahi ancaman pemaksaan syariat ini. Pemerintah jangan lembek dan buta-tuli. Mumpung masih banyak orang waras yang akan mendukung pembersihan itu. Karena 20 tahun lagi, Indonesia yang kita bayangkan bhineka ini barangkali sudah tidak ada lagi.
 
Perumahan islam harus dibubarkan. Kita tidak tahu apa yang sedang mereka rencanakan di dalam sana. Sekolah-sekolah islam radikal juga harus distandarkan. Tidak boleh ada pemaksaan busana dan cara pikir anti pemerintah. 
 
Orang-orang yang memaksa orang lain berjilbab juga harus diberi sanksi. Tidak boleh ada kata “wajib” yang berarti memaksa orang lain. Padahal itu hanya tafsir mereka. Tafsir lain menyebut jilbab tidak wajib. Perbuatan pemaksaan itu seperti mendirikan negara di dalam negara. 
 
Hanya dengan ketegasan, semua ancaman itu akan berakhir. Menteri Agama dan Menteri  Pendidikan kita yang lembek itu memang tak bisa berbuat apa-apa. Maklum saja, sejatinya itu kursi politik untuk memberi jatah NU dan Muhamadiyah. Tradisi buruk yang terus dilanggengkan. 
 
Kita perlu orang-orang tegas yang berani membuat terobosan. Bukan tampang Muhadjir Effendy dan Lukman Hakim. Manusia-manusia lembek yang hanya bisa bikin pidato. Tapi ketika melihat parahnya pemaksaan syariat islam, mereka berdua buta-bisu-tuli. Indonesia yang dicabik-cabik sedemikian rupa malah hanya ditonton dari kejauhan.
 
Bola panas selanjutnya ada di tangan Jokowi. Berani tidak mengangkat tokoh tegas dalam zaken kabinet (kalangan profesional). Atau meneruskan tradisi setor jabatan menteri ke ormas keagamaan. Dengan kualitas selembek Muhadjir-Lukman. Sekarang, atau Indonesia yang bhineka ini sudah tak ada lagi….
 
Sumber : Status Facebook Kajitow Elkayeni

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed