by

Wajah-Wajah Bahagia

Rupanya, suasana informal ini berlanjut. Secara spontan para petani memanfaatkan waktu untuk ngobrol yang berlanjut dengan curah pendapat (curhat). Suasana yang awalnya santai kemudian berkembang menjadi serius. Semua unek-unek keluar tak terbendung. Chalid Muhammad yang saat itu juga berada di sana berceritera pada saya betapa ia terharu melihat antusiasme rakyat, ngobrol dengan Bu Menteri secara bebas. Melalui WA Chalid berceritera:

“Selama hampir dua jam Bu Siti melayani mereka. Ia mencatat semua keluhan dan menjawab beragam pertanyaan petani. Pertanyaan paling banyak disampaikan adalah ikhwal kepastian hak petani dalam mengelola kawasan hutan. Hal lain adalah adanya pungutan yang (selama ini) harus dibayar oleh petani pada oknum Perhutani bila ingin memanfaatkan tanah perhutani, hingga soal kebebasan petani dalam mengembangkan usaha pertanian dan juga akses pendanaan.”

Saya mengenal baik Bu Siti Nurbaya sejak ia bertugas sebagai Sekjen Kemdagri. Ia sejak dulu selalu rajin mencatat saat hadir dalam setiap pertemuan dengan siapapun dan pada saat kapanpun. Kebiasaan baik saat menjadi Sekjen rupanya ia bawa hingga ia menjadi menteri.

Saya terbayang, Bu Siti dengan rajin mencatat seluruh isi yang didialogkan dengan petani, seperti halnya mahasiswa di kelas saat mengikuti kuliah. Lihat foto para petani mengerumuni Bu Siti Nurbaya.

Menurut Chalid Muhammad, sesekali saat dialog berlangsung, Bu Siti menyela untuk langsung memberi instruksi kepada para direktur dan pejabat eselon 1 yang kebetulan menyertainya. Ini cara terbaik untuk menyelesaikan masalah; “dengar keluhan, fahami masalah, langsung selesaikan saat itu juga.”

Di tengah beragam kebijakan pemerintahan kali ini yang tentu tak semuanya saya setuju, namun kebijakan terkait Perhutanan Sosial tanpa ragu saya ikut mendukung. Mengapa? Kebijakan Perhutanan Sosial ini adalah kebijakan korektif yang dimaksudkan untuk memperbaiki kebijakan dan praktik perhutanan yang selama ini kurang berpihak pada masyarakat, terutama pada para petani desa hutan. Coba lihat, di masa sebelumnya, yang mendapat akses menggarap hutan di Indonesia umumnya adalah perusahaan pemerintah (Perhutani) dan perusahaan swasta. Ini pola kebijakan warisan Belanda. Bahkan selama 2011 hingga 2014, pemerintah kembali melakukan pelepasan perizinan besar besaran pada swasta (perusahaan) yang luasnya tak kurang dari 1.6 juta hektar. Lihat bagan terlampir dalam tulisan ini.

Jelas sekali, selama ini “State Forestry” dan “Capital Forestry” selalu mendominasi.
Kebijakan ini tentu telah banyak mengundang pertanyaan, khususnya terkait dengan kemanfaatan langsung yang dapat dirasakan rakyat atau dalam “peningkatan kesejahteraan umum.” Alih-alih meningkatkan kesejahteraan umum, yang terjadi malah semakin tajamnya ketimpangan. Karena itu kebijakan korektif diperlukan. Bukankah begitu?

Karena itu, sulit bagi saya untuk tidak mendukung kebijakan yang mendorong tumbuhnya “Social Forestry” ini. Semoga pemberian izin pengelolaan hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) ini dapat menjadi tonggak awal utama dalam upaya pemerataan ekonomi dan kelestarian lingkungan yang selama ini terlupakan. Bagi petani, IPHPS ini jelas akan memberi kepastian hukum dalam mengelola hutan di wilayah Perum Perhutani selama 35 tahun. Selain itu, karena lahan hutan yang diizinkan digarap petani adalah lahan kritis yang telah gundul, dalam waktu tak lama, hutan diharapkan akan kembali pulih karena petani diwajibkan menanam. Pemerintah pun wajib mendukung upaya reboisasi ini. Dan para petani tentu akan bersemangat karena mereka dapat ikut memanfaatkan hasilnya, tanpa harus disertai rasa was was dikejar-kejar polisi hutan karena dianggap merambah dan mencuri.

Memang ada tantangan ke depan yang harus dijawab. Seberapa jauh para petani dapat efektif dan produktif memanfaatkan lahan itu dan tetap menjaga kelestarian. Mampukah para petani menjawab tantangan ini karena dalam jangka waktu 5 tahun sekali, pemerintah akan melakukan evaluasi. Bahkan Presiden Jokowi mengatakan akan memeriksa setelah satu tahun izin diberikan. (Lihat http://www.beritasatu.com/…/461866-presiden-akan-periksa-pe…).

Izin dapat dicabut kembali bila para petani tak aktif menggunakan kesempatan ini.

Semoga cita-cita Proklamasi, “memajukan kesejahteraan umum” dapat segera terwujud. Semoga melalui program Perhutanan Sosial yang digawangi kementerian LHK cita-cita proklamasi tak dikhianati.

#iPras 2017

Sumber : Status Facebook Imam B Prasojo

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed