by

“Wahabi Indonesia” Seharusnya Patriotik dan Nasionalis

 

Oleh : Sumanto Al Qurtuby

Agak ironi, aneh dan lucu kedengarannya jika para “cheerleader” Wahabi di Indonesia (sebut saja “Wahabi KW”) itu tidak patriotik, kontra kebangsaan dan anti-nasionalisme. Padahal kaum Wahabi di Saudi khususnya (sebut saja “Wahabi Ori”) itu adalah kelompok yang sangat menjunjung tinggi spirit patriotisme dan semangat nasionalisme.

Sejak abad ke-18, ketika awal berdirinya embrio “Kerajaan Saudi,” para ulama Wahabi sudah memproklamirkan “sumpah setia pada negara” dan menggelorakan pentingnya “bela negara,” patriotisme dan nasionalisme. Semangat dan komitmen pada pembelaan terhadap negara ini semakin menguat dan menggelora ketika mereka menghadapi kekuasaan Turki Usmani yang mereka anggap sebagai “bangsa kolonial”. Sejak abad ke-19, Kerajaan Saudi memang jungkir-balik menghadapi tentara Turki. Kadang menang, kadang tersungkur. Akhirnya, atas bantuan Ingrgis, Kerajaan Saudi berhasil menghalau “kaki-tangan” Turki Usmani (Ottoman) di Arabia.

Ketika dulu, pada abad ke-19, mereka sedang sibuk menghadang kekuatan Turki, para ulama senior klasik Wahabi seperti Sulaiman bin Abdullah Al al-Shaikh (cucu dari pendiri Wahabisme, Shaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) atau Abdul Latif bin Abdulrahman Al al-Syaikh, juga sibuk sekali mengeluarkan fatwa dan mengembangkan wacana-wacana keagamaan yang berkaitan dengan nasionalisme dan patriotisme untuk membela Kerajaan Saudi dan mengusir Turki dan para sekutunya.

Kemudian pada abad ke-20, ketika Saudi menghadapi serbuan dari para pendukung pan-Arabisme dan Republikanisme yang dimotori Mesir dibawah Presiden Gamal Abdul Nasir, para ulama Wahabi khususnya Grand Mufti Shaikh Muhammad bin Ibrahim, juga mengobarkan semangat patriotisme dan nasionalisme. Lagi, ketika Revolusi Islam Iran meletus pada 1979, ulama senior Wahabi Shaikh Abdulaziz bin Abdullah bin Baz lagi-lagi mengobarkan patriotisme dan nasionalisme untuk mempertahankan “Tanah Air” Saudi. Kini, ketika “Perang Yaman” meletus (dan juga fenomena “Arab Spring”), para ulama Wahabi, khsusunya Shaikh Abdulaziz bin Abdullah Al al-Shaikh, kembali menggelorakan semangat patriotisme dan nasionalisme untuk menanamkan tentang wajib dan pentingnya membela negara dari ancaman asing.

Dulu, doktrin “al-wala” (sumpah setia) yang dikembangkan para ulama Wahabi sejak abad ke-19 itu bukan hanya dimaksudkan untuk loyalitas pada Islam, Allah, dan Nabi Muhammad tetapi juga kesetiaan pada negara. Kemudian doktrin Wahabi al-bara’ (“keingkaran”) bukan hanya merujuk pada hal-ikhwal yang dipandang sebagai pengingkaran terhadap Islam, Allah, dan Nabi Muhammad tetapi juga pengingkaran kepada Negara/Kerajaan Saudi. Oleh karena itu, dulu suku-suku Arab di Saudi yang pro-Turki Usmani dianggap tidak loyal dan ingkar (alias tidak patriotis dan nasionalis) dan oleh karena itu sah untuk ditumpas.

Jadi, aneh bin ajaib kan kalau Wahabi di tanah asalnya sangat patriotik dan nasionalis tetapi di Indonesia para “penggembira” Wahabi justru anti-nasionalisme dan patriotisme dan “mengkopar-kapirkan” bangsanya sendiri. Karena itu dugaan saya, jangan-jangan mereka ini memang bukan Wahabi tetapi “Waha-boy” atau “Wah-baby” seperti industri “CFC” yang meniru-niru “KFC” supaya ikut-ikutan laris-manis. Numpang beken lah istilahnya he he…**

Sumber : Facebook Sumanto Al Qurtuby

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed