by

Utang Era Jokowi

 

Kalau di kurs-kan ke rupiah memang terjadi peningkatan significant namun harus di catat bahwa kurs selalu berhubungan dengan cash in and cash out. Selagi keseimbangan terus di jaga dan transaksi berjalan di jaga tidak terlalu besar defisit atau kalau bisa surplus maka pelemahan kurs tidak berdampak kepada penurunan grafik fundamental ekonomi nasional. Karena ketika kurs melemah impor akan turun dan ekspor akan meningkat. Daya saing dalam negeri meningkat terhadap barang impor. Ini akan memicu produksi dan menekan konsumsi. Apakah tingkat utang Indonesia sekarang berbahaya ? Secara akuntasi kenegaraan kondisi utang itu belum berbahaya bahkan di nilai sangat exciting di pasar uang. Mengapa saya jadikan indikasikan pasar uang karena yang paling objectif menilai ekonomi suatu Negara adalah pasar uang. Mereka punya standar ketat terhadap penilaian resiko dan yield dari setiap Negara. Apa alasannya ? menurut data Bareksa ,Pertama , Naiknya peringkat kredit Indonesia ke kategori layak investasi (investment grade). Tidak dapat dipungkiri, kenaikan peringkat kredit ini sangat berpengaruh terhadap arus masuk dana asing ke dalam negeri. Hal ini tercermin dari peningkatan volume dana masuk ke pasar obligasi mulai pertengahan tahun 2015, dibandingkan periode sebelum Indonesia mendapatkan peringkat itu. Tidak tanggung-tanggung, lebih dari tiga lembaga pemeringkat dunia telah memberikan stempel ‘layak investasi’ dengan outlook ‘stabil’ terhadap Indonesia. Bahkan, Moody’s dan Fitch Ratings memberikan peringkat ‘layak investasi’ pada waktu hampir bersamaan. Hanya Standard & Poor’s (S&P) yang masih mempertahankan peringkat Indonesia pada level BB+ atau outlook positif.

Alasan kedua, turunnya risiko investasi di pasar obligasi Indonesia. Kondisi ini tercermin dari turunnya nilai Credit Default Swap (CDS) Indonesia. CDS merupakan kontrak swap di mana pembeli melakukan pembayaran ke penjual sementara pembeli menerima hak untuk memperoleh pembayaran bila kredit mengalami default atau kejadian lain yang tercantum dalam credit event, misalnya kebangkrutan atau restrukturisasi. Dengan kata lain, CDS adalah sejenis perlindungan atas risiko kredit. Nilai CDS 5 dan 10 tahun pada tiga bulan terakhir mengalami penurunan. Penurunan ini dapat disebabkan beberapa faktor, seperti membaiknya kondisi ekonomi. Ini termasuk menyempitnya defisit transaksi berjalan Indonesia, rendahnya inflasi tahunan, serta pertumbuhan ekonomi yang masih terjada di level 5 persen. Selain itu, CDS Indonesia baik yang periode 5 ataupun 10 tahun saat ini bergerak relatif stabil jika dibandingkan periode tahun 2008 dan 2011. Pada kedua tahun itu, CDS Indonesia bergerak dengan volatilitas yang sangat tinggi, karena berhubungan dengan ekspektasi akan kemampuan Indonesia dalam menghadapi krisis ekonomi.

Ketiga, yield obligasi yang ditawarkan lebih menarik dibandingkan negara sejenis. Yield yang ditawarkan obligasi Indonesia masih menarik dibandingkan negara-negara ‘fragile five’ lainnya, kecuali China. Berdasarkan data, yield obligasi Indonesia mengalami penurunan paling kencang yang kemudian disusul oleh Afrika Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa investasi surat utang di Indonesia jauh lebih menjanjikan dibandingkan tiga negara lainnya, yakni Afrika Selatan, India, dan Brasil. Ketiga hal di atas memicu berbondong-bondongnya investor asing masuk ke instrumen utang Indonesia. Apalagi sekrang rating Indonesia sudah masuk investment grade atau BBB.

Adapun ke empat, adanya aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan peningkatan dana investasi asuransi dan dana pensiun pada instrumen obligasi. Lembaga jasa keuangan non-bank diwajibkan Peraturan OJK No.1/POJK.05/2016 untuk meng-investasikan sekitar 20-30 persen dana mereka di surat utang negara, baik obligasi konvensional ataupun obligasi syariah (sukuk) yang diterbitkan pemerintah. Perusahaan asuransi jiwa diharuskan menempatkan dana pada Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 30 persen dari keseluruhan nilai investasi. Sementara itu, perusahaan asuransi umum dan reasuransi, minimal 20 persen. Adapun Dana Pensiun diwajibkan sedikitnya 30 persen di SBN. Menurut data, porsi kepemilikan obligasi oleh perusahaan asuransi meningkat menjadi 12,36 persen pada tanggal 18 April 2016 dari sebelumnya hanya 11,74 persen pada akhir tahun lalu. Kepemilikan obligasi oleh Dana Pensiun juga mengalami kenaikan pada periode yang sama menjadi 3,55 persen dari sebelumnya 3,41 persen. Selain kedua lembaga tersebut, porsi kepemilikan obligasi dari perusahaan pengelola reksa dana juga mengalami kenaikan, menjadi 4,49 persen dari sebelumnya 4,21 persen.

Dengan demikian maka apa yang luar biasa di era jokowi adalah kemampuan pemerintah melakukan restruktur utang agar lebih besar pasar dalam negeri menyerapnya. Agar dalam jangka panjang porsi utang kepada rakyat lebih besar di bandingkan utang ke luar negeri. Dengan begitu kemandirian di bidang eknomi akan semakin kokoh dan ancaman hantaman krisis yang secara regular datang dapat di atasi. Jadi secara ekonomi dan moneter pemerintah telah bekerja dengan cara cara smart dengan langkah berani untuk berubah dari kesalahan masa lalu untuk menjadi lebih baik di masa depan…

 

(Sumber: Facebook Erizeli)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed