by

Ustadz Abdul Somad yang Lagi Amnesia

Belum lagi sepak terjang Raja Salman di Yaman yang telah memasuki tahun ketiga menginvasi Yaman dengan dalih menyelamatkan pemerintah Mansour Hadi. Dimana suara Abdul Somad ketika bom-bom Arab Saudi dan koalisinya dijatuhkan ke rakyat Yaman. Dimana suara Abdul Somad ketika Arab Saudi dan koalisinya memblokade Yaman dan mengancam jutaan rakyat Yaman dalam kelaparan. Apakah rakyat Yaman itu bukan bagian dari islam. Apakah Yaman itu bukan bagian dari bangsa Arab. Mengapa hal ini tidak menjadi perhatian Abdul Somad, padahal korban sipil pun berjatuhan di sana. Tidak usahlah mengutuk tindakan rezim Saud di Yaman, bahkan ucapan bela sungkawa terhadap korban kebrutalan Saudi di Yaman akan sangat sulit keluar dari mulut Abdul Somad.
Selanjutnya adalah tuduhan yang dilancarkan Abdul Somad bahwa Bashar Al Assad adalah kelompok Syiah Nushairiyah. Ia mungkin belum pernah melihat banyaknya fakta yang memperlihatkan foto Bashar Al Assad shalat dengan muftih Suriah yaitu Syeikh Ahmad Hassoun atau Syeikh Ahmad Baddruddin Hassoun yang menjabat sejak Juli 2005 menggantikan Grand Mufti Suriah sebelumnya yaitu Syeikh Ahmed Kuftaro atau Syeikh Ahmad Muhammad Amin Kuftaro (wafat tahun 2004) yang merupakan ulama Sunni, pimpinan Tarekat Sufi Naqsyabandiyah dan termasuk salah satu pendiri Liga Muslim Dunia. Beliau merupakan Doktor dalam mazhab fiqh Syafi’i yang diperoleh dari Universitas Al Azhar Kairo, Mesir. Lahir di Aleppo pada tahun 1949. Dan fakta yang tersaji dari foto-foto tersebut adalah bahwa Bashar Al Assad shalat dengan tangan bersedekap yang merupakan fikih Ahlussunnah. Jadi agak mengherankan jika Abdul Somad mengambil kesimpulan seperti ini yang kesannya sangat prematur dan mengada-ada.

Kemudian Abdul Somad juga berujar bahwa di Suriah sedang terjadi intervensi kafir dengan proyek kristenisasi. Entah data darimana yang ia dapatkan bahwa terjadi kristenisasi disana. Sekadar yang kita pahami bahwa Republik Arab Suriah adalah sebuah negara sosialis arab yang sekuler dan bersatu. Sekuler berarti ada pemisahan antara urusan privat dan urusan publik yang diatur oleh negara. Urusan privat seperti kebebasan memilih agama tidak akan diintervensi oleh negara bahkan dijamin kebebasannya. Sedangkan urusan publik seperti hubungan antar warga negara maka hal itulah yang menjadi tupoksi dari pemerintah. Sedangkan bersatu disini menjelaskan jika Suriah merupakan negara multi agama dan etnis. Selain agama islam, di Suriah juga terdapat banyak pemeluk agama kristen. Begitu juga keberagamaan Suriah dapat dilihat dari etnis. Selain mayoritas Arab, penduduk Suriah terutama di bagian utara banyak didiami oleh etnis Kurdi dan Armenia.

Jadi agak mengherankan jika ada pernyataan keliru seperti itu yang dikeluarkan oleh seorang pendakwah. Entah kafir siapa yang dimaksud akan melakukan proyek kristenisasi itu. Bukankah pilihan agama seseorang adalah hak paling asasi dan negara pun tidak berhak merampok kemerdekaan itu. Jangan sampai hanya karena melihat banyak pengungsi Suriah yang mengungsi ke Eropa dan berpindah keyakinan langsung mengambil kesimpulan telah terjadi proyek kristenisasi. Kesimpulan seperti itu sangat naif. Seharusnya yang patut dipersalahkan disini adalah para penyokong baik dana maupun senjata kepada para teroris. Arus pengungsi tidak akan ada ketika sebuah negara aman. Mereka yang mengungsi ke Eropa tidak akan menggadaikan keimanannya seandainya para pemberontak dan teroris itu tidak menghancurkan Suriah maupun tidak memperlihatkan tindakan bar-bar seperti pemenggalan kepala yang justru membuat orang akan semakin antipati terhadap islam.
Yang terakhir mengenai ucapan Abdul Somad bahwa di Suriah telah muncul komunis. Tak lain yang dimaksud komunis disini adalah Rusia yang menjadi sekutu dari Bashar Al Assad. Lagi-lagi Abdul Somad seperti kekurangan literatur valid dalam mengambil kesimpulan ini. Jadi penjelasan awal dimulai dari kawasan Timur Tengah sendiri dalam melihat komunis. Di beberapa negara Arab seperti Yaman dan Palestina, gerakan komunis bukanlah sebuah gerakan yang dilarang. Bahkan gerakan komunis Palestina menjadi salah satu faksi perjuangan dalam melawan kekejaman rezim zionis di samping Hamas dan Jihad Islam. Jadi persepsi awal seperti ini yang harus kita pahami. Kemudian menganggap Rusia sekarang di bawah pimpinan Presiden Vladimir Putin sebagai negara komunis adalah kebodohan yang nyata. Federasi Rusia adalah sebuah negara berbentuk federasi dan Vladimir Putin bukanlah seorang politikus dari partai komunis. Ia adalah politikus dari partai persatuan Rusia yang dicalonkan pada pemilu presiden 2018. Bahkan lawan politik Putin berasal dari Partai Komunis Rusia yaitu Pavel Grudinin.

Kemudian sebuah negara komunis umumnya menganut sistem satu partai seperti yang terjadi di Cina. Sedangkan di Rusia, terdapat banyak partai. Selain itu sistem ekonomi Rusia telah jauh meninggalkan warisan Soviet sejak keruntuhannya dan mengadopsi berbagai kebijakan sistem ekonomi negara kapitalis. Jadi sangat tidak tepat jika kehadiran Rusia di Suriah dipahami sebagai masuknya komunis disana. Pemimpin Rusia yaitu Vladimir Putin adalah seorang kristen dan kehadirannya di Suriah adalah permintaan resmi dari Bashar Al Assad guna memerangi teroris di sana. Coba bandingkan dengan Racip Erdogan yang seenaknya memasuki Afrin tanpa izin dari Damaskus. Justru saya melihat tindakan Erdogan ini mengingatkan kita dengan tindakan semena-mena Israel dalam mencaplok Dataran Tinggi Golan yang merupakan milik Suriah.

Banyak hal yang sebenarnya harus dipahami sebelum berkomentar tentang konflik Suriah, apalagi jika hal itu dilakukan oleh pendakwah. Abdul Somad harus paham bahwa awal mula konflik Suriah bukan masalah penindasan Bashar Al Assad kepada warganya, karena jika hal itu menjadi pemicu awal maka nasib Assad akan sama seperti Husni Mubarak di Mesir maupun Ben Ali di Tunisia yang gerakan perubahannya memang dikehendaki oleh rakyatnya sendiri. Justru gerakan perubahan diinginkan oleh kekuatan multi nasional yang merasa kepentingannya tidak dapat diakomodir oleh Assad. Dia yang memilih untuk tidak berdamai dengan Israel membuat Amerika Serikat mencari segala cara untuk menjatuhkannya. Sama seperti keinginan Qatar dan Turki yang hendak membuat saluran pipa gas melalui Suriah dan tidak direstui oleh Assad, maka mereka dengan cekatan membuat propaganda bengis guna menghancurkan Suriah.

Cukup sudah bagaimana Libya menjadi pelajaran. Negeri yang awalnya makmur ini di bawah pemerintahan Muammar Khadafi, akhirnya menjadi negara rusuh pasca digulingkannya Khadafi oleh koalisi NATO. Tidak ada penegakan khilafah disana seperti yang digembar-gemborkan oleh para pemberontak. Malahan yang terjadi adalah perampokan sumber daya alam oleh kekuatan asing. Hal inilah yang coba diulangi di Suriah dengan mengirim pemberontak dari berbagai dunia. Yang ternyata membuat Suriah porak-poranda.

Melihat realitas dalam konfik Suriah ini, maka tidak mengherankan jika kita sepertinya bertanya-tanya. Apakah Abdul Somad lupa dengan fakta-fakta ini. Atauakah ia kekurangan literatur yang valid dalam melihat konflik Suriah secara komprehensif. Atau memang ia lagi amnesia dengan pernyataannya sendiri terkait klarifikasi sebuah berita. Semoga Indonesia aman-aman saja di tengah arus propaganda busuk yang sengaja dihembuskan guna memecah belah negara ini.

Sumber : Status Facebook Abdul Gafur

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed