by

Tuhan Sayang Sama Ahok

Akhirnya tibalah waktu saya dan beberapa orang bersamaan ketemu dengan Ahok.

Agak kaget juga melihat fisiknya berubah. Ia sudah mulai terlihat lebih kurus dari biasanya. Tetapi yang membuatku tersenyum adalah wajahnya tidak kehilangan keceriaannya.

Kami seperti reunian mengingat masa-masa perjuangan di rumah Lembang. Dan Ahok tetaplah Ahok. Ia mendominasi percakapan dan humor yang tidak putus-putus keluar dari gayanya ceplas ceplosnya.

“15 pendeta yang pernah datang ke sini, semua bawain kisah Nabi Yusuf. Sampe bosen gua dengar kisahnya.. ” Kamipun tergelak semua. Ahok memang seorang stand-up komedian yang piawai. Saya sejak dulu heran, bagaimana orang bisa begitu membencinya ya ?

Sesudah lama bergelak ria, penjaga tahanan pun menegur, “Waktu berkunjung sudah habis..” dan kami tersadar bahwa kami bukan lagi berada di ruang bebas dimana waktu adalah segalanya. Kami harus kembali ke dunia masing-masing dan Ahok harus kembali sendirian.

Saya membayangkan malam-malam kesendirian Ahok. Ketika waktu melambat, ketika dunia menyepi dan ketika teman menghilang. Tidak mudah berada pada posisi itu terutama ketika kita tahu bahwa ini adalah kesendirian yang panjang.

Teringat pertanyaan seorang teman ketika berada pada masa yang tersulit dalam hidupku, “Bagaimana bisa kamu memandang kesulitan sebagai kenikmatan ?”

Saya sempat memandangnya lama sekali. Sulit menjelaskan sesuatu kepada mereka yang belum pernah berada pada situasi itu. Tetapi setidaknya saya ingin menjelaskan dengan bahasa yang disederhanakan..

“Semua ada di sudut pandang, di mindset kita. Jika kita memandangnya sebagai beban, tentu yang ada hanyalah rasa putus asa. Tetapi ketika kita akhirnya mampu melihatnya sebagai sebuah peluang – peluang untuk mengupas diri sendiri dengan waktu yang diberikan Tuhan – tentu kita akan melihatnya sebagai kenikmatan.

Kesulitan sebenarnya adalah penggodokan jiwa manusia supaya ia bisa bertransformasi menjadi jiwa yang baru. Melepas keduniawian dan segala harapan, karena harapan adalah sumber segala kekecewaan.

Ketika manusia sudah terbebas dari harapan-harapan duniawi, sesungguhnya ia telah merdeka..”

Temanku masih saja tidak paham. Kuseruput kopiku, “Engkau akan paham pada waktunya ketika Tuhan menempatkanmu pada situasi itu..” ujarku.

Dalam perjalanan pulang, tanpa sadar bibirku tersenyum. Tuhan sayang sama Ahok, meski – menurut banyak manusia – kasih sayangNya terlihat aneh. Manusia memandang kesulitan itu sebagai ujian, sedangkan Tuhan menurunkannya sebagai kenikmatan..

Pantas saja Tuhan berfirman, “Nikmat mana yang engkau dustakan ?”

“Terkadang Allah mengambil segalanya dari seorang manusia, hanya supaya ia bisa mengenal Tuhannya..” Imam Ali as..**

Sumber : facebook Denny Siregar

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed