by

Tuhan, Sampeyan Itu Siapa Sih?

 

Jika anda mempelajari “antropologi agama”, khususnya “antropologi Tuhan”, maka Anda akan mendapatkan banyak sekali nama-nama Tuhan, sebanyak etnis dan suku-bangsa itu sendiri. Nama-nama Tuhan itu disesuaikan dengan bahasa lokal masing-masing masyarakat.

Nama-nama Tuhan itu ada yang populer, mengglobal, dan mendunia lantaran dibawa dan disebarluaskan oleh para pemeluk agama tertentu atau karena berulang-kali ditulis dalam berbagai literatur (contohnya Allah, Yahweh, Zeus, Brahma, dlsb).

Perlu Anda ketahui, kata Allah bukan hanya nama Tuhan umat Islam saja tetapi juga umat Kristen Arab dan Yahudi Arab di Timur Tengah. Sebagaimana Muslim, mereka juga menyebut “Allah” untuk Tuhan. Kata “Allah” ini ada yang menyebut sebagai “Arabisasi” dari kata “El” (kata generik untuk Tuhan dalam Bahasa Ibrani) tetapi ada pula yang mengatakan berasal dari Bahasa Aram: “Elaha” atau “Alaha”.

Jadi “Allah” ini merupakan “kata generik untuk Tuhan” bagi umat beragama yang berbahasa Arab di Timur Tengah (seperti El untuk mereka yang berbahasa Ibrani atau “Elaha”/”Alaha” untuk yang berbahasa Aram).

Tetapi ada juga nama-nama Tuhan yang tidak populer dan hanya bersifat lokal karena masyarakat/penganut-Nya tidak mempunyai “makelar”, agen atau juru dakwah untuk memopulerkan dan menyebarluaskan Tuhan mereka.

Contoh dari nama-nama Tuhan yang kurang ngetop dan menginternasional adalah Bathala (Tuhan masyarakat Tagalog), Nyasaye (nama Tuhan untuk suku Luhya di Kenya), Waga (nama Tuhan untuk suku Gabbra di Afrika), Shen, Tian, Shangdi (masyarakat Tiongkok), Rangi, Papa (masyarakat Polynesia), Aine, Lugh (masyarakat kepulauan Celtic), dan masih banyak lagi. Masyarakat Toraja konon menyebut Tuhan sebagai “Puang Matua”.

Lalu, nama Tuhan manakah yang benar benar benar? Konsep tentang Tuhan dari kaum manakah yang paling sahih? Saya tidak tahu. Benar-benar tidak tahu. Sebagai Muslim, tentu saja saya menyebut-Nya “Allah”. Tetapi apakah Dia benar-benar bernama Allah? Saya tidak tahu karena belum pernah bertemu dan “berkenalan” dengan-Nya.

Saya hanya tahu sebagian kecil nama-nama “Tuhan budaya” (cultural God) bukan nama “Tuhan alam” (natural God).

“Tuhan budaya” adalah nama-nama Tuhan yang “diciptakan” oleh umat manusia sesuai dengan bahasa lokal masing-masing untuk mengekspresikan terhadap Zat Supranatural dan Suprabeing itu. Sedangkan “Tuhan alam” adalah Tuhan yang diandaikan oleh kaum teis sebagai Tuhan pencipta dan penguasa alam semesta ini. Lalu siapa nama “Tuhan alam” ini? Saya tidak tahu. Dan apakah ia punya nama atau tidak, saya juga tidak tahu.

Karena tidak tahu siapa sejatinya Tuhan “Sang Hyang Widi Wasa” pencipta dan penguasa alam raya ini, maka saya selalu bersikap respek terhadap umat agama dan kepercayaan lain, bahkan terhadap kelompok yang tidak mengakui eksistensi Tuhan pun, saya menghormati mereka dan bisa memaklumi pandangan mereka.

Berbeda dengan kekuasaan-Nya yang mahaluas tak terbatas (setidaknya seperti yang saya yakini), ilmu dan pengetahuan itu ada batasnya. Maka apalah artinya kita menyesat-kafirkan orang dan umat agama/kepercayaan lain kalau kita sendiri sejatinya tidak mengerti apa-apa?

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia

 

(Sumber: Facebook Sumanto A)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed