Trio Mafia Hambat Arcandra dan Gerilya demi Kuasai Sektor Migas?

Trio maut Ari Soemarno (AS), Sudirman Said (SS) dan Said Didu (SD) masih menancapkan pengaruhnya dalam hal migas dan energi. Mereka masih menaruh ‘orang-orang’ mereka di jajaran Esellon 1 dan 2 Kementrian ESDM, Pertamina dan SKK Migas. Orang-orang inilah yang menjadi tangan dan operator dalam mengamankan kepentingan trio maut ini dalam menguasai bisnis sektor migas dan energi.
Belakangan, terpentalnya kursi kementrian ESDM dari tangan Sudirman Said juga membuat berang kelompok ini, terutama Sudirman Said yang menyimpan bara dendam kepada Jokowi dan penggantinya Arcandra Tahar. Tereksposnya kasus dwi kewarganegaraan AT juga bagian dari operasi balas dendam Sudirman Said.
Jokowi merasa ditampar dan dipermalukan dengan tersebarnya kasus Arcandra Tahar. Jokowi harus tahu bahwa tersebarnya skandal dwi kewarganegaraan Arcandra Tahar adalah operasi dari Trio Maut ini terutama Sudirman Said dalam membalas dendam dan menjegal orang –seperti Arcandra Tahar yang dapat menghambat kepentingan trio maut ini dalam menguasai sektor migas dan energi.
Keinginan Jokowi untuk mengembalikan kedudukan Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM juga akan kembali diganggu dan dihambat oleh trio maut ini.
Kelompok Ari Soemarno cs akan melakukan penggiringan opini untuk menolak Arcandra Tahar kembali ke posisi menteri ESDM.
Pasca dicopotnya Sudirman Said dari menteri ESDM, kelompok ini juga takut akan dicopotnya ‘orang-orang’ mereka di esselon 1 dan 2 Kementrian ESDM, Pertamina dan SKK Migas. Kelompok ini (AS, SS dan SD) tidak akan terima dan cenderung mengancam jika ‘orang-orang’ mereka di tiga institusi (ESDM, Pertamina dan SKK Migas) dicopot. Mereka akan kembali melakukan pembalasan terhadap Jokowi.
Petinggi Global Future Institute (GFI), Hendrajit, sempat mengungkapkan bahwa Sudirman Said di kalangan bisnis migas dikenal sebagai “mafia minyak”.
“Sudirman di kalangan bisnis migas dikenal sebagai ‘mafia minyak’ dengan strateginya seolah memotong impor minyak, tapi malah menerapkan skema Pola Integrated Suply Chain (ISC). Seolah-olah importir langsung tapi menjadi broker minyak. Sewaktu Sudirman menjabat corporate secretary Pertamina era Ari Soemarno, di Pertamina Sudirman mendapat sokongan kuat Arifin Panigoro,” ungkap Hendrajit.
Berawal Mula dari sini....
Semua kisah tentang Dirman bermula di Pertamina. Endriartono Sutarto, mantan Panglima TNI Era SBY, yang menjadi Komisaris Utama (Komut) Pertamina, (sempat punya hubungan “manis” dengan Rini Sumarno), merupakan sosok penting yang membawa Dirman ke Pertamina. Endriartono menitipkan Dirman ke Ari Sumarno, Dirut Pertamina kala itu. Oleh Ari, Dirman dijadikan staf ahli Dirut, dan selanjutnya diberi tugas sebagai Senior Vice President (SVP) untuk Integrated Supply Chain (ISC). Endriartono menenteng Dirman ke Pertamina karena kecerdikan Dirman mengambil hatinya ketika masih jadi Tim Penataan Unit Bisnis TNI. Satu paket dengan Dirman adalah Karen Agustiawan (sosok yang pada akhirnya menggantikan Ari sebagai Dirut) dan Widhyawan Prawiraatmadja (saat ini Staf Ahli Menteri ESDM).
Cukong migas pemegang paspor Libanon ini adalah tokoh sentral tersembunyi yang menjadi GURU BESAR dari semua para mafia migas di Indonesia, termasuk Dirman! Tak banyak kalangan yang bisa mengendus sosok satu ini.
Kedua nama terakhir inilah yang menjadi operator dari Reza dalam melebarkan bisnis pengadaan minyak mentah dan BBM dalam negeri. Di waktu bersamaan, Sang Guru Besar, Nasrat, pelan tapi pasti tersingkir dari gelanggang permainan, hingga akhirnya, Reza mengambil alih kendali. Merasa bahwa Reza makin kuat dan berkuasa, Nasrat komplain ke Ari. Hubungan keduannya renggang. Melalui Purnomo Yusgiantoro, waktu itu, terumuskanlah satu formula kesepakatan antara sang Guru dan muridnya, dalam bisnis pengadaan minyak mentah dan BBM Pertamina. Nasrat, karena sudah kenyang puluhan tahun mendapat porsi 30%, dan Reza memegang 50% dari total pasokan yang dibutuhkan. 20% sisanya dibagi-bagi untuk akomodasi pihak lain.
Mengapa audit tidak dimulai sejak tahun 2001, saat Ari jadi Dirut Petral dan Direktur Pemasaran Pertamina, saat Ari masih mesra bergandengan dengan Reza? Pertanyaan serupa juga berlaku atas ISC itu sendiri pada saat Dirman selaku SPV di ISC. Jika tidak ada niat yang busuk untuk menyembunyikan sesuatu, tentunya tidak ada alasan untuk membatasi jangka waktu audit forensik tersebut. Jelas bagi Dirman, mengaudit sang mentor, Ari, dan sang Guru Besar, Nasrat, merupakan tindakan tak terpuji bagimurid dan loyalis terbaik.
Sudirman juga pernah menjabat Wakil Dirut PT Petrosea Tbk dan Group Chief of Human Capital and Corporate Services di PT Indika Energy Tbk. Kedua perusahaan terbuka tersebut bergerak di bidang energi dan pertambangan.
Terkait jabatan baru Sudirman Said di Kabinet Kerja, ekonom Ikhsan Modjo, memberikan catatan, bahwa Sudirman termasuk petinggi Pertamina yang mendirikan Petral. “Ngeri. SS termasuk petinggi Pertamina yang dirikan Petral,” tulis Ikhsan Modjo di akun Twitter @IkhsanModjo.
Di sisi lain, pengamat energi Kurtubi mengaku belum pernah mendengar tentang konsep atau ide Sudirman dalam menghapus mafia migas. “Sejauh ini saya belum pernah mendengar tentang konsep atau ide beliau dalam menghapus mafia migas,” kata Kurtubi.
Selepas dicampakkan dari ISC Pertamina karena kelakuannya yang tidak transparan, Dirman ditampung oleh Indika Energy, satu perusahaan energi dan migas nasional. Kariernya di awali dari Direktur SDM di Petrosea, anak perusahaan Indika Energy,selanjutnya jadi Direktur SDM di holding Indika Energy. Pengabdian Dirman di Indika ini akan mewarnai sepak terjang Dirman selanjutnya dalam dunia persilatan energi dan sumber daya mineral tanah air.
Selepas dari Indika Energy, Dirman jadi Dirut Pindad, perusahaan plat merah yang bergerak di alat persenjataan dan kendaraan tempur. Masuknya Dirman di Pindad tidak lepas dari peran Syafrie Syamsoeddin (waktu itu menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan).
Akal-akalan Dirman di Freeport
Keterlibatan Dirman dan para kolega bisnisnya di Freeport bermula dari masa transisi kekuasaan SBY ke Jokowi (pada saat itu sudah ada Presiden/ Wapres terpilih). September 2014, saat kunjungan terakhir SBY ke New York untuk menghadiri sidang PBB, dirancang satu rencana penandatanganan MOU antara Pemerintah RI dengan PT Freeport Indonesia. Intinya, MoU itu memuat beberapa poin kesepakatan terkait dengan rencana amanden Kontrak Karya sebagaimana disahkan oleh UU No. 4 tahun 2009 dan juga nasib operasi Freeport pasca 2021.
Pihak Pemerintah yang aktif saat itu adalah Chairul Tanjung, pengganti Jero Wacik yang ditahan KPK. Sebelum rencana puncak di New York tersebut, ternyata, Kantor Pusat Freeport di Amerika di lobby oleh Tim JK, diketuai oleh Sofjan Wanandi, agar rencana teken MOU itu dibatalkan saja, dan ditunda sampai pemerintahan baru terbentuk, agar kepastian bisnis lebih terjaga. Sofyan Wanandi memanggul misi JK, meyakinkan dan memastikan operasi Freeport akan aman pasca 2021. Bujukan maut Sofyan menuai hasil manis. Dokumen MOU yang sudah siap diteken Chairul Tanjung batal dan ditunda.
Untuk menunaikan janjinya kepada Freeport secepat-cepatnya, JK harus memastikan bahwa ESDM 1 haruslah “orangnya”. Karenanya, Dirman dipasang jadi ESDM 1, dengan back up koalisi JK, Ari, dan Rini. Di sinilah Dirman memainkan kuncinya. Kebijakan-kebijakannya terkait Freeport persis sama dengan perancangan bisnis JK, Ari dan Rini. Di sinilah kepatuhan Dirman mendapat nilai tertinggi dari JK, Ari, dan Rini.
Untuk pengamanan di level operasional, JK meminta James Moffett, petinggi Freeport, untuk mengganti jajaran Direksi Freeport Indonesia. Perancangan berjalan dengan menunjuk Maroef Sjamsoeddin—adik kandung Sjafrie Sjamsoeddin—yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Kepala BIN, menjadi Dirut PT Freeport Indonesia.
Perancangan terbaik lahir dari JK: memegang kendali dua lini, yaitu pengendali kebijakan, Dirman, dan pengendali operasional, Makroef.
Selanjutnya tinggal meyakinkan Jokowi bahwa Freeport ini penting bagi investasi di Indonesia, dan karenanya mesti dibantu percepatan perpanjangan kontraknya. Janji JK dan Dirman kepada Freeport untuk memutuskan perpanjangan kontrak pada akhir 2014 gagal dipenuhi Dirman.
JK dan Dirman berkali-kali gagal meyakinkan Jokowi, dan berujung pada molornya perpanjangan kontrak sampai dengan saat ini. Bahkan Freeport merasa frustasi dengan kinerja Dirman, yang banyak maunya tapi gagal memenuhi janji.
Motif bisnis adalah alasan terbesar JK dan Dirman “membantu” Freeport mendapatkan kepastian operasi pasca 2021. Mereka bukan pebisnis kacangan. JK dan Dirman bahkan sudah memetakan peluang bisnis mana saja yang akan dikerjakan oleh Bukaka Group, Bosowa Group dan Indika Group.
Bosowa akan memasok semen untuk pembangunan; penerangan tambang bawah tanah akan dipasok Bukaka; Indika akan mendapat proyek pasokan bahan peledak, pembakit listrik tenaga air dan lainnya (http://www.kompasiana.com/fikarahmaningsih/sudirman-said-penjaga-kepenti...).
Tidak mengherankan, di media massa Dirman diangap sebagai Menteri yang sangat bersemangat dan agresif memperjuangan Freeport Indonesia, sebelum “dikepret” oleh Rizal Ramli di bulan September baca. Dirman kalap dan membabi buta melayani Freeport, apalagi Freeport sudah protes atas keterlambatan janji Dirman. Meski begitu, Freeport masih support dan memberikan apapun permintaan Dirman antara lain beberapa kontrak pengadaan ke Indika Group.
Indika Energy yang sejak lama eksis di Freeport tentu saja ingin memperdalam pengaruhnya di sana. Dirman bahkan meminta Freeport untuk memberi porsi bisnis lebih besar kepada Indika Group. Upaya Dirman tidak sia-sia. Petrosea, anak usaha dan Dirman pernah jadi Direktur, mendapatkan proyek pembangunan tanggul lumpur senilai US$ 30 juta per tahun. Selanjutnya, penguasaan wilayah kerja Wabu yang akan dikembalikan Freeport ke Pemerintah RI, diminta Dirman untuk diberikan ke Indika. Banyak lagi kegiatan yang bernilai puluhan bahkan ratusan jutaan US$ yang sudah dikondisikan untuk dibagi secara cantik antara Bukaka, Bosowa dan Indika. Kunci semua itu tentu saja Dirman, Sang Pemberantas Mafia Migas.
Jika melihat kelakuan Dirman atas Freeport yang turut mengkapling-kapling bisnis dan mendorong Indika Group, memfasilitasi Bukaka dan Bosowa masuk, tentu bisa dipastikan Dirman sama busuknya dengan orang yang dia ungkap ke publik sebagai politisi yang busuk. Bedanya adalah soal cara.
Jika klaim di rekaman itu benar, politisi itu masih menggunakan cara sangat tradisional, sementara Dirman dan timnya menggunakan cara yang lebih maju. Tapi keduanya sama saja, yaitu pemburu rente! Dirman tahu benar memanfaatkan ketidaktahuan publik atas kelakukannya di Freeport, sehingga rekaman itu dijualnya untuk menangguk kesan positif dari publik, bahwa Dirman selalu pejuang anti korupsi dan karenanya suci.
Sumber:
http://www.kompasiana.com/mti/buka-dulu-topengmu-sudirman-said-ii_564dc5...
http://www.kompasiana.com/mti/buka-dulu-topengmu-sudirman-said-iii_564dc...
http://www.siagaindonesia.com/85815/jangkrik-menteri-esdm-kabinet-kerja-...
http://www.kaskus.co.id/post/57d041401a99753d138b456c#post57d041401a9975...