by

Toa dan Toleransi Yang Makin Terkikis

Kembali ke perdebatan soal perlu tidaknya toa. Keberadaan toa di mushola/masjid saya rasa tidak untuk diperdebatkan, karena kesannya menyalahkan toa. Padahal toa hanya sekedar atribut, alat bantu bagi muslim untuk mengingatkan sholat jamaah di masjid/mushola. Toh selama ini (sebelum paham radikal bak cendawang di musim hujan) tidak ada masalah.

Yang terpenting adalah toleransi yang harus ada di jiwa dan pikiran kita masing-masing. Jika toa masih dibutuhkan perlu kearifan agar tidak menganggu warga, tidak hanya non muslim tetapi warga muslim itu sendiri. Misalnya untuk ukuran toa di perumahan/kampung yang padat penduduknya , mestinya perlu kearifan takmir masjid untuk mengatur volume suara sehingga tidak terlalu menganggu orang lain. Apalagi jika perumahan seperti tempat tinggal saya yang jarak mushola satu dengan lainnya tidak terlalu jauh. Warga muslim sekitar mushola tentunya tidak membutuhkan suara toa yang kenceng melewati rumah warga sekitar mushola tsb. Karena toh ada lagi mushola lain yang mengumandangkan adzan yang bisa di dengarkan warga sekitar mushola yangbersangkutan.
Kemudian suara toa yang diperdengarkan tersebut hanya untuk kebutuhan tertentu misalnya adzan, iqomah, khutbah jumat. Tidak untuk memperdengarkan saat sholat, atau pengajian. Jika sholat, pengajian, kegiatan ibadah lainnya sebaiknya toa hanya disetel untuk suara dalam saja. Suara tidak di setel untuk keluar dari area masjid/mushola. Karena acapkali pengajian mingguan di mushola perumahan saya , toa disetel kenceng sehingga terdengar jauh. Padahal tidak semua materi pengajian menyampaikan tentang toleransi, tak jarang isinya mengkafirkan orang, ketidaksukaan terhadap kaum minoritas. Saya yang mendengarkan dari rumah menjadi malu sendiri, malu dengan tetangga yang minoritas.

Intinya, marilah kita beribadah tanpa menganggu kenyamanan warga lain. Kalau kita umat muslim ingin dimaklumi oleh saudara kita yang non muslim, maka wajib hukumnya bagi kita untuk memahami saudara kita yang non muslim. Kita perlu belajar besarnya toleransi dari saudara non muslim kita. Mereka yang minoritas sehari minimal 5 kali mendengarkan suara adzan saja sangat sabar, toleran, bisa menerima-nya. Masak kita tidak mau tahu dengan sedikit mengecilkan volume toa di masjid/mushola kita?

#toleransiberagama #pentingnyatoleransi #teposeliro

Sumber : facebook Suci Handayani

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed